Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Menjadi Muslim Produktif dengan Ramadhan, Apa Bisa?

12 Maret 2024   23:20 Diperbarui: 12 Maret 2024   23:53 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata Sharif H. Banna, director Awakening Publications, jika ada masa dimana setiap orang perlu bangkit menghadapi tantangan saat ini yang begitu kompleks, titik awalnya mestilah harus menjalani kehidupan ini dengan produktif.

Tapi produktif dan produktifitas seperti apa?, apakah yang kering dengan makna?. Ketika manusia hanya dianggap sebagai mahluk biologis dan fisik, konsep yang dipilihnya "siapa kuat ia yang menang" untuk mendorong kemajuan dan inovasi, maka tidak heran jika produktifitas yang lahir dan kita pahami menjadi kering.

Intinya hanya "memaksimalkan potensi manusia untuk bisa meraih target dan mendapatkan hasil yang diinginkan dari sebuah tindakan." Kata Sharif, kita kehilangan "identitas" kita yang paling esensi yaitu " jati diri".

Lalu bisakah keimanan kita mengembalikan keseimbangan itu, agar kehidupan kita tidak monokrom tapi lebih berwarna?. Bagaimana jika Ramadhan kita jadikan momentum  untuk mencapai target produktifitas potensi kita?.

Karena orang hidup seperti menikmati sebuah perjalanan, maka harus ada nilai-nilai yang bisa  memberi warnanya. Nilai-nilai itu ada yang berasal dari Tuhan yang menjadi bagian dari keyakinan kita. Waduh kok berat ya analisisnya.

Begini agar hidup kita lebih penuh, berkontribusi dan produktif tergantung pada bagaimana cara kita berpikir dan bertindak. Maksudnya?. 

Intinya jangan  pernah menyerah pada sesuatu, tapi jalani, optimalkan usaha dulu baru kita berpasrah diri. Kurang lebih intinya ya, jadi pribadi yang produktif dulu, sebelum mengibarkan bendera putih tanda menyerah.

Produktifitas Kala Ramadhan?

Lho, tidur selama berpuasa saja berpahala, jadi buat apa susah, toh itu juga bagian dari kontribusi. Atau ada yang bilang, "susah bisa produktif waktu puasa, energi nggak mendukung". Jika begitu rugi dong berpuasa jika justru membuat kita menjadi tidak produktif.

Menurut motivator Muhammed Faris, biar kita produktif, setidaknya kita harus punya tiga unsur; fokus, energi dan waktu.

Jika punya fokus dan waktu tapi tak punya energi juga bakalan gampang menyerah. Tapi jika punya banyak waktu dan energi tapi tidak fokus, konsentrasi kita akan terus-terusan terganggu dan tak bisa optimal mencapai hasil.

Tapi jika kita punya energi dan fokus tapi tidak punya waktu juga akan sama saja tidak bisa produktif. Maka produktifitas adalah gabungan dari ketiganya secara seimbang.

Dengan memahami tiga hal tersebut, paling tidak kita jadi bisa memahami mengapa pada satu situasi atau kondisi kita bisa tak produktif.

Apakah kita jenis yang suka buru-buru serba mendadak, tidak fokus atau memang letoy tidak punya tenaga?.

Cobalah kita renungkan, saat anak kita bermain Mobil Legend,mereka punya waktu, fokus dan energi, maka mereka tidak pernah merasa lelah terbebani atau tak punya waktu. Tapi apakah "pekerjaan" mereka produktif?.

Sebenarnya produktifitas itu adalah energi, fokus dan waktu (yang bermanfaat). Atau dalam bahasa yang lebih keren, produktifitas adalah tentang membuat pilihan yang cerdas (secara kontinyu) dengan energi, fokus dan waktu kita untuk mengoptimalkan potensi dan bisa meraih sebuah manfaat.

Apakah Ramadhan bisa menjadi momentum pemancing produktifitas kita, dengan fokus, pada energi dan waktu yang dioptimalkan untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat dan bisa mengumpulkan pundi-pundi pahala?.

Termasuk saat kita memang harus istirahat siang selama puasa (dalam arti yang produktif) karena istirahat dimaksudkan untuk me-recharge energi untuk menghasilkan optimalisasi yang lain.

Jadi bukan sekedar "buang waktu-wasting time" dan berharap dapat pahala puasa saja.

Memahami Apa yang Bukan Produktifitas

Bahwa produktifitas itu bukan berarti sekedar sibuk--ada orang yang bekerja seharian di kantor banting tulang, tapi ia sama sekali tak bisa menyelesaikan pekerjaannya.

Padahal sudah meeting, berkirim e-mail, diskusi.  Dengan cara yang lebih baik, mestinya kita tak mesti harus sibuk, stres dan terburu-buru saat bekerja. Artinya ada pola kerja kita yang bisa jadi salah atau tidak produktif.

Bahwa produktifitas juga bukan sebuah kejadian--apakah produktifitas bisa dibentuk secara instan hanya dengan sekedar-wah hari ini saya produktif sekali, begitu bangun dari tidur. Produktifitas butuh proses, tentang pilihan-pilihan cerdas setiap waktu yang harus kita lakukan, dan pilihan serta kebiasaan itu tertanam dan menjadi gaya hidup yang ter-personalisasi dalam diri kita.

Bahwa produktifitas itu juga tidak harus membosankan--apakah dengan tidak menonton tivi, tidak membuka medsos kita menjadi produktif?.

Menjadi produktif artinya kita harus tahu kapan saatnya bekerja dan kapan saatnya bermain dan santai. Makanya kalau ada orang tua memberi batasan anak kapan main game dan kapan belajar, juga dalam rangka itu. Jadi bukan sepenuhnya melarang dan tak boleh bersenang-senang.

Betapa membosankannya hidup kita jika itulah yang terjadi. Begitu juga ketika berpuasa, bukan tak boleh tidur karena dianggap membuang waktu. Sepanjang bisa menjadi bentuk dukungan bagi energi kita untuk lebih produktif, bahkan bermain game pun tak masalah bukan sekalipun saat bulan Ramadhan (asal tak berlebihan)?.

Dan pada akhirnya, kita juga tak selalu bisa dituntut  harus selalu produktif. Lho, apakah kita berpikir kontra dari apa yang sudah kita jelaskan sejak tadi?.

Pernahkan kita membuat resolusi di akhir tahun agar kita bisa menjadi lebih baik?. Apa tantangan terberatnya, "konsistensi".
Salah satu tantangan yang selalu kita hadapi terkait dengan produktifitas tentu saja bagaimana kita mempertahankan rutinitas produktif yang konsisten.

Banyak dari kita bersemangat pada awalnya ketika menerima pekerjaan atau proyek, tapi pada waktu lain kita menjadi sangat ogah-ogahan dana malas--lagi-lagi ini soal konsistensi.

Bisa jadi kita memberikan ekspektasi yang berlebihan pada diri sendiri lantas kita ketakutan sendiri ketika takut gagal mencapainya. Lalu timbul cemas, rasa malas dan sebagainya.

Bahkan sebagai guru, ada kalanya ita dihadapkan dengan tatangan yang butuh adaptasi dan transisi, seperti saat program PMM dijalankan. 

Ada banyak guru merasa kapasitasnya tak cukup dan ekspektasinya membuat sebagian guru merasa tak percaya diri. Ditambah merasa dengan tambahan kesibukan, pasti tidak akan bisa maksimal meraih target.

Ramadhan dan Target Produktifitas

Nilai-nilai produktifitas yang harus kita gali dari Ramadhan yang kita yakini, mestinya sebagaimana ditegaskan Faris, haruslah menjadi alat, bukan sebagai tujuan itu sendiri.

Produktifitasnya harus diyakini bisa menyediakan tujuan dan seperangkat nilai bagi kita. Dan bisa memelihara keseimbangan antara tubuh, pikiran dan jiwa.

Bayangkan jika berpuasa juga dimaksudkan untuk memahami kesulitan orang lain, sehingga bisa memicu semangat kita untuk berjuang dan terus berusaha. Begitu juga ketika kita bersedekah di bulan Ramadhan, juga dijadikan motivasi agar kita selalu bergiat mengumpulkan rezeki, agar semakin banyak orang yang bisa kita bantu.

Produktifitas dikendalikan oleh tujuan--ibadah dan pahala dan orientasi sosial yang bermanfaat bagi sesama. Produktifitas juga didorong oleh nilai--tanpa perangkat pedoman atau aturan atau nilai-nilai etis bisa menjerumuskan kita pada pemahaman yang salah dan perilaku yang salah.

Dan produktifitas juga harus dibimbing oleh hati--bayangkan jika sebagai manusia modern kita berprinsip--bahwa jika kita bisa menyentuhnya, merasakannya, mencium baunya, melihatnya, mendengarnya, maka semuanya itu tidak ada.

Padahal jiwa adalah apa yang menjadikan kita manusia, tanpa itu kita tak memiliki nilai apapun. Produktifitas tidak hanya fokus pada tubuh tapi juga jiwa.

Menurut Steven R Covey dalam seven habits of highly effective people, "mulailah dari yang terakhir dalam pikiran kita". Ketika kita meyakini Ramadhan sebagai sebuah amalan baik yang berkaitan dengan pahala dan kebaikan akhirat, maka produktifitas kita selama Ramadhan harus bisa meng-optimalkan balasan baik dalam hubungan kita dengan Tuhan.

Yuk, jadikan bulan Ramadhan Kareen menjadi momentum terbaik menjadi target kita meningkatkan produktifitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun