Jika dulu dalam lawakannya Komeng bilang baru dari senayan karena "numpang" lewat, kali ini gedung besar itu akan menjadi salah satu kantor barunya. Â Dan jika dulu cuma bagian dari gimmick iklan, kali ini Komeng bikin lawan makin jauh ketinggalan.
Begitu masuk ke panggung, saat diundang sebagai bintang tamu di program acara Rosi yang disiarkan Kompas TV, Komeng tak ingin duduk sejajar dengan Rosiana Silalahi yang menjadi host. Ia justru memilih duduk di bawah. Dengan menusuk, Komeng menyebut ia sudah punya kursi di senayan jadi tak perlu duduk di kursi yang disediakan di acara Rosi tersebut.
Tapi seberapa kuat ia bisa "semenusuk" itu jika ada di gedung dewan dan berdasi?.
Jika menyimak diskusi Komeng dengan Rosiana Silalahi di Kompas TV, terlihat jika Komeng memang taktis dan luar biasa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang "spesial" dari Rosi karena untuk pertama kalinya Rosi memang tak menyiapkan daftar pertanyaan. "Saya siapkan daftar pertanyaan juga bakal rugi, karena akan dijawab sesuka hati", kurang lebih itu alasannya.
Pertanyaan yang unik yang pertama kali muncul dari Rosi, disebut unik mengingat jika ditanyakan pada caleg "biasa" bernuansa tendensius dan disangka merendahkan alias mengejek adalah, "Kok bisa dapat kursi sebanyak itu"--penghitungan suara Komeng kini mencapai angka 1,5 jutaan suara.
Ketika ditanya mengapa memajang foto yang tidak biasa, menurut Komeng katanya ia sudah mengajukan pasphoto saat pendaftaran, tapi saat pembuatan kertas suara ia diminta KPU mengirim lagi foto, maka ia melakukan selfi beberapa foto dan foto yang akhirnya mampir di kertas suara adalah salah satu foto paling atraktif darinya.
Mungkin itu juga yang menjadi magnet, terutama dalam situasi ketika kekakuan politik menghadirkan muka-muka serius dan juga menyimpan kejenuhan formalitas .
Tapi seperti di bilang banyak orang, Komeng selalu serius dengan "pilihan". Maka sejatinya kita berharap semuanya benar.
Fenomena Dejavu
Fenomena seperti ini sebenarnya pernah terjadi, ketika Presiden Joko Widodo, atau Jokowi di awal pemilihan Presiden di tahun 2019 hadir melawan kekuatan dan kekuasaan politik yang mapan, meskipun ia hadir diusung partai lawas PDIP yang notabene memang bagian dari tri partai besar sejak jaman dulu, PDIP, Golkar dan PPP.