Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Tawuran dan Remaja Nakal, Salah Siapa?

28 Januari 2024   00:19 Diperbarui: 2 Februari 2024   20:32 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasia anak atau remaja bermain gadget sumber gambar kesehatan KONTAN

Sebuah video yang sempat viral belakangan menunjukkan beberapa pelajar yang sedang tawuran menyerang sebuah angkot, karena salah seorang pelaku tawuran masuk dan di kejar pelaku lainnya. Selain berbahaya melukai penumpang lain dan juga si pelaku tawuran, aksi tersebut juga merusak angkot.

Peristiwa itu semakin menambah kegusaran kita sebagai orang tua dan masyarakat. Siapa yang salah dan berperan besar membuat para remaja bertindak kasar atau anarkis. Benarkah pendidikan kita di sekolah sudah menjadi sebuah formalitas belaka. Dan tak bisa membantu "membangun" moralitas para remaja kita?.

Peristiwa lain kali ini terjadi di daerah, pada Minggu 21 Januari 2024, masuk sebuah notifikasi dari seorang teman di WhatApps. Sekelompok remaja bertindak anarkis disebuah kafe, 7 orang menjadi korban, sebagian besar mahasiswa. Meskipun ini "kasus" dan "pelakunya oknum" namun patut menjadi keprihatinan kita.

Tentu para orang tua merasa shock, apalagi kebiasaan berkumpul di malam hari bagi para remaja dan anak kuliahan di kampus dianggap sebagai hal yang umum saat ini.

Lebih-lebih di kampus, dimana mahasiswa memanfaatkan waktu malam hari selain untuk nugas secara daring.

Mengapa banyak remaja menggunakan kafe sebagai tempat kumpul atau kongkow, tentu saja bukan persoalan apakah orang tua permisif atau tidak. Mereka harus menjaga dirinya sendiri, menjadi dewasa dan belajar memahami realitas.

Terkait dengan kasus kekerasan di kafe, apakah ini ada kaitannya dengan fenomena munculnya kelompok remaja yang membuat grup teman kongkow di jalanan?.

Apa dugaan yang mungkin melatarbelakangi para remaja melakukan kekerasan tersebut?.

Input sumber gambar merdeka .com
Input sumber gambar merdeka .com

Pertama; Menjamurnya Kelompok Remaja Ber-Sepeda Motor

Fenomena yang muncul sebenarnya bukan geng motor yang berandalan, tapi lebih diperuntukkan untuk sekedar menunjukkan eksistensi kelompok remaja biasa. Trend-nya dengan memakai identitas kelompok berupa jacket berlogo lebih sebagai penanda eksistensi,  namun hal itu bisa menjadi stimulan pancingan terjadinya gesekan.

Fenomena ini meskipun awalnya hanya kongkow biasa, tapi pada akhirnya menjadi bentuk keprihatinan karena bisa menjadi  "bom waktu" yang mudah disulut gesekan.

Apalagi kekerasan yang melibatkan kelompok biasanya didasari rasa solidaritas hubungan pertemanan dimana anggota kelompok harus membela kepentingan kelompoknya.

Kerawanan sering muncul ketika para remaja berkelompok. Dalam kelompok kecenderungan para remaja menjadi "lebih berani", bahkan bisa menstimulasi mereka melakukan tindak kekerasan bersama, seperti kasus serangan di kafe malam minggu lalu.

Ekonomi sulit masyarakat antri Migor sumber gambar CNN INdonesia
Ekonomi sulit masyarakat antri Migor sumber gambar CNN INdonesia

Kedua; Kondisi Ekonomi Sulit-Ekolit

Kondisi ekonomi sulit banyak membuat frustasi banyak remaja, kesenjangan yang jomplang, ditambah lagi dengan bentuk pertemanannya yang semakin bebas. Kemunculan fenomena ini merupakan bagian dari mata rantai masalah yang menciptakan kegagalan sosial membentuk lingkungan menjadi kondusif dan aman. 

Bukan pemandangan yang aneh jika kita masuk ke kampung-kampung di pinggiran kota, kebiasaan para remaja yang putus sekolah atau fresh graduate yang tidak melanjutkan pendidikan, tanpa pekerjaan duduk seharian di kedai atau warung kopi hanya sekedar menghabiskan waktu.

Ketiadaan lapangan kerja atau ketidakmampuan mengikuti perkembangan karena faktor skill atau keahlian yang dimiliki tidak memiliki daya saing, membuat mereka "gagal" mengikuti perubahan.

Ilustrasia anak atau remaja bermain gadget sumber gambar kesehatan KONTAN
Ilustrasia anak atau remaja bermain gadget sumber gambar kesehatan KONTAN

Ketiga; Sihir Digitalisasi

Perkembangan digital mau tak mau menjadi titik stimulasi timbulnya masalah. Daya tariknya yang kuat membuat kecenderungan remaja untuk bermain bersama kelompoknya (termasuk secara online) menjadi sebuah bentuk atau cara para remaja mengekalkan eksistensi mereka.

Melalui perantaraan sistem komunikasi digital para remaja terhubung tidak saja secara online tapi juga offline kondisi inilah yang dianggap oleh banyak pihak termasuk para orang tua sebagai kekuatiran terbesar. Kondisi usia yang masih labil, ditambah masalah ekonomi dan model pergaulan serta kontrol sosial yang kurang.

Beberapa kasus kekerasan dipicu oleh perselisihan karena gameonline, atau kecanduan gameonline yang memicu kejahatan.

Ilustrasi remaja berkelompok sumber gambar GenPI.co
Ilustrasi remaja berkelompok sumber gambar GenPI.co

Keempat; Sistem Sosial yang Gagal

Kegagalan sistem sosial yang permisif maupun yang cuek turut menyumbang pada meningkatnya kenakalan remaja dan kejahatan kelompok. Kondisi ekonomi yang sulit, ketidaksetaraan, dan kurangnya kontrol sosial menciptakan lingkungan yang memudahkan remaja untuk mencari eksistensi di luar rumah. 

Pengawasan orang tua yang menurun karena fokus pada kondisi ekonomi yang sulit dan kurangnya waktu untuk pengasuhan, memberikan celah bagi remaja yang masih labil untuk mengeksplorasi identitas mereka sendiri di luar rumah.

Remaja menjadi kelompok yang mudah sekali dibentuk oleh sistem sosial yang gagal. Tindak kekerasan yang makin marak terjadi dipicu oleh banyak ketimpangan yang terakumulasi pada ketidakpuasan sosial, kondisi ekonomi sulit, dan gangguan budaya akibat maraknya penggunaan gadget sebagai stimulannya.

Begitu juga dengan problem ketimpangan ekonomi, yang semakin tajam intensitasnya semenjak pandemi, transisi ekonomi dan dinamika ekonomi yang di tandai dengan inflasi yang tinggi, kenaikan harga kebutuhan pokok, kenaikan migas

Dampaknya termasuk bertambahnya kemiskinan, berkurangnya lapangan kerja dan menurunya daya beli (purchasing power), pendapatan. 

Berdasarkan data Indonesia Baik, Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 mencapai 25,90 juta orang. Dibandingkan September 2022, jumlah penduduk miskin menurun 0,46 juta orang, namun intinya jumlah itu masih cukup besar.

Pengawasan orang tua yang menurun akibat lebih fokus mengatasi kondisi ekonomi keluarga yang sedang krisis. Dalam ketiadaan kontrol dan tekanan ekonomi, anak-anak berkecenderungan mencari jalan eksistensi sendiri. Ada perubahan pola pengasuhan anak, ditambah lagi akses anak-anak terhadap gadget (gawai) meningkat pesat.

Orangtua yang tidak sepenuhnya memiliki waktu, atau bahkan gagap teknologi (gaptek), menyerahkan sepenuhnya penguasaan gadget pada anak-anak tanpa pengawasan yang ketat atau bahkan sama sekali tidak diawasi.

Pola pengasuhan yang tanpa kontrol dan minim perhatian itulah yang membuat anak dan remaja mencari identitas diri di luar rumah. Kondisi memburuk jika lingkungan juga tidak memberikan fasilitas dan perlindungan serta dukungan moral yang baik kepada mereka.

Bagaimanapun sebagai mahluk sosial, ada "ketergantungan" semacam simbiosis mutualisme dengan orang lain maupun lingkungan. Tidak setiap orang memiliki kondisi sosial yang baik. Masalah internal, kepribadian, bisa menjadi salah satu penyebabnya.

Kondisi sosial-ekonomi selama krisis, memunculkan banyak fenomena tindak kekerasan, tawuran yang juga dipicu kondisi kegagalan sosial tersebut.

Mencari Jalan Tengah

Salah satu bentuk solusi yang langsung saya  ambil adalah membatasi "Jam keluar" anak, hingga pukul 22.00 wib saat malam hari, karena di jam-jam tersebut lalu lintas masih relatif ramai terutama di lingkungan kampus, sebagai tindakan antisipasi sampai situasi kondusif.

Tanggungjawab mengatasi persoalan ini butuh andil semua pihak, orang tua, lembaga pendidikan, termasuk Pemerintah dan tentu saja komunal.

Bagaimanapun perlu adanya inisiatif komunal yang harus dilakukan sebagai solusinya  untuk meminimalisir masalah, karena masalah sosial ini juga tanggung jawab komunal. Masing-masing orang tua bisa mengambil kebijakannya sendiri disesuaikan dengan kesepakatan dengan anak-anak mereka.

Orang tua juga harus bersikap lebih proaktif tapi tidak mengekang, dengan menanyakan kabar dan kondisi jika anak-anak bepergian dalam waktu lama, apalagi di malam hari.

Jika menyerahkan sepenuhnya pada masing-masing personal untuk menjaga diri juga tak sepenuhnya tepat sebagai solusi. Mereka juga butuh bimbingan dan kontrol dari orang tua dan masyarakat.

Jika menyerahkan ke sekolah sebagai solusi dengan mendorong para remaja belajar beranggung jawab melalui pembelajaran agama, mendorong keterlibatan dalam kegiatan eskul, sebagai ruang positif mengurangi gejolak beraktivitas negatif, solusi itu tidak cukup, bahkan terkesan formalitas belaka.

Namun, solusi sejatinya tidak hanya bersifat individual, melainkan juga memerlukan keterlibatan komunal yang kuat dan keterlibatan semua pihak. Masyarakat harus bersikap proaktif dalam melihat dan melaporkan perilaku negatif, serta mendukung upaya-upaya edukasi persuasif. 

Fenomena kenakalan remaja dan kejahatan kelompok merupakan hasil dari simbiosis mutualis yang kompleks antara faktor sosial, ekonomi, dan teknologi, termasuk juga  kewaspadaan komunal yang kurang. Hanya melalui pendekatan yang holistik dan kolaboratif, kita berharap bisa meredam dampak dari fenomena ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun