Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Niat Hati Hendak Merebut Pemilih, Apa Daya Tersandung APK Tak Estetis

20 Januari 2024   12:53 Diperbarui: 22 Januari 2024   08:25 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari depan sekolah di kampus hingga 10 kilo lebih menuju acara lomba siswa yang kami ikuti, pemandangan yang paling jamak terlihat namun hanya terjadi selama masa jelang pemilu, tentu saja menjamurnya alat peraga kampanye (APK) yang menguasai hampir seluruh ruang publik. Mulai dari jembatan penyeberangan hingga ke pepohonan yang berada di seantero kota. Pohon kini "berbuah" APK, entah spanduk, banner hingga poster mini.

Selain mengganggu keindahan, ada sebagian APK yang dipasang di simpang jalan, hingga mengganggu pandangan dari arah lalu lintas berlawanan. Begitu juga spanduk yang menutup rambu atau papan penanda jalan, yang mengganggu fasilitas publik.

Belum lagi ada APK yang rusak karena tak dipasang dengan layak, atau dirusak di beberapa bagian jalan yang kami lewati. Potongan spanduknya menjuntai diterbangkan angin, membuat kesannya tidak rapi dan malah mengganggu pemandangan kota, karena secara estetis jadi tidak elok dipandang.

Dan yang lebih parah lagi adalah puluhan spanduk mini para caleg yang dipaku di pohon berjejer sepanjang jalan di taman kota.

Publik mungkin tidak sepenuhnya begitu peduli untuk melakukan protes, barangkali karena masa kampanye cuma sebentar dan waktunya berbatas.

Ilustrasi APK yang melanggar aturan di jembatan penyeberangan sumber gambar kl. anataranews.com
Ilustrasi APK yang melanggar aturan di jembatan penyeberangan sumber gambar kl. anataranews.com

Tapi jejak vandalisme yang terlihat dari cara para caleg atau pendukungnya memasang APK-nya, tak ayal membuat kita merasa prihatin dan miris, sekaligus menunjukkan bagaimana komitmen dan kepedulian si caleg ternyata tak peduli ingkungan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), vandalisme adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lain (keindahan alam dan sebagainya). Selain itu, vandalisme juga bisa diartikan sebagai perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas.

Pohon berbuah APK para caleg yang lakukan vandalisme sumber gambar antarafoto
Pohon berbuah APK para caleg yang lakukan vandalisme sumber gambar antarafoto

Pilih Cara Lama

Meskipun kini zamannya digitalisasi sudah menjadi bagian dari kehidupan kita yang paling familiar, tapi tetap saja pilihan para calon anggota legislatif yang mendaftar dalam pemilu 2024, tetap memanfaatkan berbagai atribut APK secara tradisional.

Mulai dari poster ukuran A4 yang ditempel dinding dan pepohonan, hingga baliho raksasa yang berada si pusat kota, tergantung masing-masing budget.

Padahal menurut laporan We Are Social, jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai 213 juta orang per Januari 2023. Jumlah ini setara 77% dari total populasi Indonesia yang sebanyak 276,4 juta orang pada awal tahun ini. Jumlah pengguna internet di Tanah Air naik 5,44% dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Tapi tetap saja cara tradisiona tetap dipilih!

Alasan mengapa APK konvensional tetap dipilih, karena meskipun eranya sudah digital, tapi tak semua masyarakat "tertarik" untuk sekadar melihat kampanye digital yang ada di dalam platform digital yang tersedia. Para kontestan pemilu meyakini bahwa dari sekian banyak orang yang menggunakan internet, hanya sedikit yang tertarik, bukannya tidak memiliki akses.

Dengan memasang APK di tempat yang strategis dilalui oleh banyak orang, si caleg berpikir wajahnya akan mudah terlihat, dan siapa tahu bisa mengingatnya saat di TPS. Paling tidak supaya orang ingat si caleg tahun 2024 ini maju lagi.

Jejak Vandalisme

Ada sebuah laporan media yang menarik. Zainal, warga kampung Gayam, RT 7 RW 5, Kelurahan Kutabanjar, Banjarnegara yang rumahnya tepat di pinggir jalan provinsi, Jalan Sunan Gripit, ternyata temboknya digambari orang tak bertanggung jawab dengan gambar salah satu kontestan Pilpres mendatang. (Sumber)

Kita pasti cara-cara vandalisme politik yang tidak simpatik itu justru akan menjadi bumerang, bahkan akan cenderung menimbulkan antipati.

Karena memang dalam perhelatan demokrasi, kampanye politik menjadi suatu panggung besar bagi calon legislatif untuk memperkenalkan diri dan menyuarakan visi-misi mereka. 

Namun, sayangnya, saat berkampanye dengan APK, justru sering menggunakan cara-cara merusak, terutama yang tidak ramah lingkungan.

Tapi karena persaingan politik waktunya singkat dan makin memanas sering memicu tindakan-tindakan yang tak patut dilakukan, seperti vandalisme APK. 

Poster-poster besar ditempel di tempat-tempat umum menjadi bentuk perilaku vandalisme. Tentu saja para caleg berpikir sederhana saja saat memasang APK-nya, biar mudah dikenal. Tapi lupa atau abai jika ia telah melakukan tindakan vandalisme lingkungan .

Barangkali karena isu tentang lingkungan memang belum populer tau tidak penting bagi para caleg. Mereka lebih memilih masalah ekonomi dan sosial sebagai daya penariknya.

Padahal sebagai caleg wakil rakyat seharusnya menjadi teladan dalam menjalankan segala aspek kehidupan, termasuk dalam kampanye politik. Tapi ironisnya, sebagian caleg justru menjadi pelaku vandalisme dengan menempelkan poster kampanye mereka tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan. 

Sebagai publik kita patut bertanya, sejauh mana seorang caleg dapat menjalankan tugasnya dengan bertanggung jawab, jika untuk soal lingkungan saja mereka mulai abai demi kepentingan pribadinya.

Mengapa vandalisme kampanye terjadi, sebenarnya ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya vandalisme kampanye.

Pertama, adanya tekanan untuk mencapai popularitas dan keterpilihan. Caleg sering kali merasa perlu untuk tampil mencolok agar terlihat oleh pemilih potensial. 

Kedua, kurangnya pemahaman akan dampak lingkungan dari tindakan mereka. Banyak caleg mungkin tidak menyadari bahwa poster-poster kampanye mereka dapat merusak ekosistem lingkungan tempat mereka menempel.

Ketiga; Isu lingkungan belum menjadi isu yang populer dan penting jika dikaitkan dengan pemilu dan saya tarik orang untuk memilih caleg jika mendorong isu lingkungan.

Jika kita cermati, dengan banyaknya APK yang menggunakan media pohon sebagai tempat pemasangannya, dampaknya bisa sangat merugikan. 

Poster-poster yang ditempel dengan menggunakan bahan kimia tertentu dapat mencemari tanah dan air di sekitarnya. Selain itu, pemakaian plastik yang berlebihan pada poster-poster tersebut juga turut menyumbang sampah plastik yang sudah sangat mengkuatirkan. 

Begitu juga APK yang menggunakan paku sebagai medianya juga sangat berbahaya bagi kelangsungan tanaman. Jika kita perhatikan banyak pohon mengalami kerusakan karena paku yang banyak digunakan saat menempel APK berdampak juga terhadap pertumbuhan batangnya.

Saya melihat sendiri, pohon-pohon cemara di posisi strategis di dekat taman kampus, secara tak terduga mengalami kerusakan di bagian batang bawah, yang sebagiannya menjadi berongga dan keropos. 

Paku memenuhi sebagian besar batang-batang tersebut. Dan beberapa pohon bahkan telah tumbang atau ditebang saat kampus melakukan maintenance taman-tamannya secara berkala.

Kampanye Pro Lingkungan

Untuk menanggulangi permasalahan vandalisme kampanye yang tidak ramah lingkungan, perlu adanya solusi yang bisa mengintegrasikan kebutuhan kampanye dengan tanggung jawab lingkungan. 

Pertama-tama, caleg dapat menggunakan alternatif yang lebih ramah lingkungan, seperti poster yang tidak menggunakan media pohon sebagai tempat pemasangan media kampanyenya, atau menggunakan metode promosi kampanye yang tidak merusak lingkungan.

Memang butuh kesadaran lingkungan bagi para caleg agar mereka bisa memahami jika tindakan kampanye yang buruk bisa merusak lingkungan. Padahal aturan mekanisme tentang materi APK sudah diatur tersendiri dalam aturan kampanye para caleg.

Penting juga adanya dukungan dari masyarakat yang dapat berperan penting dalam mendorong kampanye politik yang ramah lingkungan. 

Caranya, masyarakat bisa memberikan dukungan kepada caleg yang mempromosikan keberlanjutan dan menghindari tindakan-tindakan yang merugikan lingkungan. Pemilih cerdas akan memilih caleg yang tidak hanya berkomitmen pada perubahan sosial, tetapi juga pada pelestarian lingkungan.

Tindakan para caleg yang berkampanye dengan meninggalkan jejak yang tidak ramah lingkungan, menunjukkan cerminan dari ketidakpedulian terhadap lingkungan di tengah-tengah pertarungan politik. 

Partisipasi aktif masyarakat bisa menjadi kunci untuk menciptakan perubahan positif dalam budaya kampanye politik. Untuk memastikan bahwa perubahan politik yang diinginkan tidak hanya bermanfaat bagi manusia, tetapi juga untuk keberlanjutan lingkungan.

Penting bagi caleg mengadopsi bentuk kampanye yang ramah lingkungan, caleg dan tim kampanye harus bersedia beradaptasi dengan cara-cara baru yang lebih berkelanjutan. Penggunaan teknologi dan media digital, misalnya, dapat menjadi alternatif yang efektif tanpa harus meninggalkan jejak kerusakan lingkungan.

Selain itu, teknologi juga memungkinkan interaksi dua arah dengan pemilih, menciptakan keterlibatan yang lebih aktif. Justru melalui atribut kampanyenya, para caleg dapat mendorong dan menginisiasi agenda kampanye yang berbasis lingkungan. 

Dengan begitu, pemilih akan melihat bahwa caleg bukan hanya berbicara tentang perubahan, tetapi juga berkomitmen untuk bertindak nyata.

Apa Tindakan KPU dan Bawaslu?

Apa tindakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), selain memberi kesempatan berkampanye bagi para kontestan pemilu untuk memperkenalkan diri kepada rakyat dan berlomba-lomba merebut perhatian melalui kampanye?

Komisi Pemilihan Umum telah mengeluarkan peraturan terkait kampanye untuk Pemilu 2024, yaitu Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023. Berdasarkan aturan tersebut, masa kampanye Pemilu 2024 baik untuk pemilihan calon presiden maupun calon legislatif dilaksanakan sejak 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.

KPU juga telah mengatur lokasi yang menjadi lokasi terlarang untuk dipasangi alat peraga kampanye oleh peserta Pemilu 2024, seperti tempat ibadah, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, dan tempat pendidikan yang meliputi gedung atau jalanan sekolah serta perguruan tinggi.

Selain itu, APK juga tidak diperbolehkan untuk dipasang di gedung dan fasilitas milik pemerintah, jalan protokol, serta sarana dan prasarana publik seperti taman dan pepohonan.

Jadi jelas, siapa yang telah melanggar aturan jika kita masih menjumpai APK menempel di pohon dan dipasang sembarangan di taman. Termasuk APK yang dipasang di pinggir jalan dan dapat melukai para pengendara, jika jatuh atau menghalangi. Seperti kibaran bendera yang bisa mencelakai para pengguna jalan, khususnya pengendara motor, selain mengesankan kota yang semrawut. 

Sebenarnya cara-cara dengan memasang spanduk itu menurut para pemilih kelompok milenial sudah dianggap kuno dan tidak menarik. Alih-alih menarik simpati pemilih, cara ini bisa jadi justru membuat mereka alergi kepada partai atau kandidat bersangkutan.

Menurut data dari KPU, berdasarkan hasil rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT), mayoritas pemilih Pemilu 2024 didominasi oleh kelompok Generasi Z sebanyak 46.800.161 pemilih atau sebanyak 22,85 persen dan milenial sebanyak 66.822.389 pemilih atau 33,60 persen. Mestinya harus optimal dimanfaatkan peluangnya.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga terus melakukan sosialisasi tentang peraturan kampanye, dan sudah membuat surat imbauan terbaru untuk menertibkan APK-APK terutama yang mengganggu ketertiban umum. 

Bawaslu juga mengimbau masyarakat yang lahan pribadinya seperti rumah atau tempat usahanya ditempeli APK tanpa izin, untuk segera melapor. Jika perlu buat pengaduan pelanggaran. 

Dan masyarakat bisa menurunkan sendiri APK , jika terbukti tanpa izin dipasang di lahan pribadi mereka! Jangan sampai sudah melanggar aturan pemilu meninggalkan jejak vandalisme buru untuk lingkungan!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun