Bahwa kehidupan setelah menikah ternyata juga tetap bisa seru, tetap bisa beraktivitas, selama dikompromikan melalui komunikasi yang baik dengan pasangannya, tak serumit yang dibayangkan oleh banyak orang, dan bisa menjadi pembelajaran.
Langkah Ketiga; Membuat Resolusi Baru
Bagi mereka yang telah "ditinggalkan" oleh teman atau sahabatnya yang telah menikah duluan, membuat resolusi menjadi sebuah kebutuhan yang urgen dilakukan, tak perlu harus panik.
Tahapan perencanaan resolusi itu harus realistis, apalagi jika telah memiliki calon. Pembicaraan tentang tahapan rencana ke jenjang yang lebih serius bisa dilakukan secara santai tapi serius, termasuk mempersiapkan segala sesuatu--mentalitas juga.
Pada saat kita melihat teman menikah, kedewasaan kita juga ikut berproses. Kita yang awalnya suka jalan, mungkin akan sedikit mengerem kebiasaan itu dan mulai serius memikirkan memanfaatkan waktu yang lebih positif dan produktif, demi persiapan fase kehidupan baru yang akan dijalaninya.
Kita yang biasanya suka belanja, mungkin akan mulai memikirkan untuk menabung atau belajar mengalokasikan pengeluaran, membeli hanya yang dibutuhkan, bukan lagi sekedar keinginan, mulai membatasi diri dan berusaha menjadi bijak.
Resolusi yang utama tentu kemungkinan rencana untuk menikah. Dengan membicarakannya dengan calon, kapan kesiapan yang bisa direncanakan lebih konkret, diantara kesibukan masing-masing.
Apalagi yang sudah bekerja atau dalam situasi long distance relationship (hubungan pasangan jarak jauh) yang kompleks dan tidak mudah, terutama soal risiko-risiko yang kelak akan dihadapi.
Termasuk pembicaraan pra nikah, sejauh bisa disepakati sebagai dukungan melancarkan rencana ke jenjang lebih serius. Hal ini penting sebagai bentuk pembelajaran kita berkomunikasi dengan calon pasangan.
Bahkan resolusi persiapan teknis juga diperlukan, untuk mengantisipasi segala kemungkian yang terlewat namun penting didiskusikan dengan pasangan.Â
Kesiapan kita dalam bentuk resolusi yang terukur bisa menjadi stimulan yang memberikan ketenangan secara psikologi, sehingga ketika ditanya "kapan menikah?" kita tak merasa "kosong" dan tak ada persiapan sama sekali. Serta tak perlu harus menjawab, "Maybe Mei!", karena tak siap sama sekali dan panik!.
Tak perlu panik, karena mestinya yang lebih tahu kesiapan mental dan lain-lainnya ya diri kita sendiri, bukan orang lain.