Dan kasus tersebut terjadinya dalam rumah tangga.
Jika kita memutuskan melalui restorative justice dan kemudian hari muncul kasus berulang menajdi lebih keras barulah kita memutuskan lebih tegas?.
Konflik dalam sebuah rumah tangga memang bagian dari dinamika rumah tangga, namun bukan KDRT bentuknya.Â
Pendidikan dan pemahaman tentang relasi antar pasangan harus dimulai sejak awal, hal ini penting agar menjadi bagian dari komitmen ketika mereka di kemudian hari menjadi pasangan suami istri.
Jadi pendidikan yang diterima oleh para pasangan itu bukan hanya soal hukum saja, atau soal agama saja. Bahwa agama juga tak sepenuhnya bisa dijasdikan alasan seorang suami melakukan kekerasan kepada istrinya karena "dibawah" tanggungjawabnya.Â
Sekalipun pasangan melakukan tindakan menyimpang, solusinya tetap harus merujuk pada hukum, agama dan kesepakatan kelaurga dan mediasi pihak ketiga jika diperlukan.Â
Ketika pasangan memahami hak-haknya dan kewajibannya, maka mereka dapat lebih bijak dan waras dalam mengambil solusinya yang bisa memberikan jalan keluar terbaik diantara mereka. Termasuk jika mereka hendak melakukan KDRT.
Bayangkan bahwa pasangan adalah seseorang yang telah kita pilih dari sekian banyak pilihan, paling kita cintai, dan menjadi harapan ketika memutuskan hidup bersamanya. Dan pasangan akan menjadi "teman" sepanjang hayat. Apakah layak kita melakukan kekerasan terhadapnya?.
referensi : 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H