Belajar dari pengalaman banyaknya insiden selama Pemilu 2019 menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai  petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memang tidak mudah.Â
Pekerjaannya terlihat mudah, namun merupakan bagian dari proses kerja yang harus diselesaikan dengan target yang ketat. Sehingga persoalan kompetensi dan kapasitas petugasnya menjadi taruhan. Tidak boleh asal dan sembarangan rekrut.
Apalagi yang menjadi kebiasaan kita, ada petugas KPPS yang direkrut hanya berdasarkan kepercayaan karena sudah tahu sama tahu, kenalan, kerabat, mengabaikan prosedural dan aturan mainnya, menjadi sangat longgar pertimbangannya.
Maka yang terjadi kemudian adalah seperti apa yang memicu timbulnya insiden dan jatuhnya korban seperti yang terjadi saat Pemilu 2019.
Ada petugas KPPS yang sudah nyaris uzur, namun masih direkrut sebagai petugas, padahal tugasnya cukup membutuhkan stamina. Begitu juga dengan anggota KPPS yang terlihat sehat, padahal punya riwayat sakit yang tidak diperbolehkan bekerja secara maraton, apalagi bekerja terus menerus sampai harus begadang 24 jam.
Dalam banyak kasus selama insiden dalam Pemilu 2019, banyaknya korban-korban yang jatuh karena faktor usia dan kondisi kesehatan para petugasnya.
Belum lagi banyaknya pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Mencermati catatan insiden selama pemilihan umum (pemilu) serentak untuk pertama kalinya, pada 17 April 2019, saat masyarakat memilih calon presiden-wakil presiden serta calon anggota legislatif tingkat DPRD kota/kabupaten, DPRD Provinsi, dan DPR RI, secara bersamaan, menjadi hal yang krusial.
Hal inilah salah satunya memicu minimnya partisipasi masyarakat dalam penjaringan petugas KPPS dalam Pilpres 2024 kali ini. Meskipun kompensasinya telah dinaikkan 100 persen, tetap saja masih belum menarik animo maysarakat untuk bergabung.Â
Bukan soal konfliknya saja yang menjadi penyebabnya, namun ketatnya jadwal dan tahapan pemilu menyebabkan ratusan petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) meninggal dunia.Â
Kompas.com, mencatat rangkuman tragedi Pemilu 2019 yang timbul, berdasarkan data Kemenkes, Â petugas KPPS yang sakit mencapai 11.239 orang dan korban meninggal 527 jiwa.Â
Hal yang menarik adalah banyak faktor kesehatan yang menjadi pemicunya.
Sebagaimana data Kemenkes, ada 13 jenis penyakit penyebab meninggalnya petugas KPPS di 15 provinsi. Jenisnya meliputi; Â infarct myocard, gagal jantung, koma hepatikum, stroke, respiratory failure, hipertensi emergency, meningitis, sepsis, asma, diabetes melitus, gagal ginjal, TBC, dan kegagalan multiorgan.Â
Selain penyakit yang memang bukan jenis yang biasa-biasa saja, insiden itu juga melibatkan kasus meninggal akibat kecelakaan selama mereka bertugas.Â
Menurut laporan Dinas Kesehatan di 15 provinsi, kebanyakan petugas KPPS yang meninggal di rentang usia 50-59 tahun.
Atas musibah tersebut berdasarkan ketetapan dalam surat nomor S-316/MK.02/2019 yang ditandatangani Menkeu Sri Mulyani yang kemudian diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), menetapkan adanya santunan bagi para korban.
Dalam suratnya, Kemenkeu mengelompokkan besaran santunan menjadi empat. Pertama, santunan bagi anggota KPPS yang meninggal dunia sebesar Rp 36 juta. Kedua, santunan bagi anggota KPPS cacat permanen Rp 36 juta. Ketiga, santunan untuk anggota KPPS yang luka berat Rp 16,5 juta. Keempat, santunan untuk anggota KPPS yang luka sedang sebesar Rp 8,25 juta.Â
Mengapa banyak insiden yang terjadi karena desain Pemilu 2019 memang cukup berat. Pelaksanaan pemilunya selain pemilu presiden dan pemilu legislatif yang dilaksanakan bersamaan, pemilu serentak juga mengatur tahapan yang ketat.Â
Setiap tahapan pemilu ini sudah dijadwalkan dan harus diselesaikan penyelenggara pemilu secara tepat waktu.Â
Ketatnya waktu tahapan penyelenggaraan pemilu itulah yang menjadi salah satu faktor penyebab ratusan penyelenggara pemilu tingkat bawah meninggal dunia dan sakit.Â
Sebab, mereka yang bekerja sebagai anggota KPPS harus bertugas sejak dibukanya TPS hingga penghitungan suara. Proses tersebut dilakukan selama lebih dari 24 jam tanpa henti.Â
Selain itu kemungkinan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah terkait berbagai kemungkinan masalah hukum yang akan timbul dalam pilpres 2024. Sebagaimana pengalaman saat Pemilu 2019, ketika kubu Prabowo, menolak keputusan kemenangan Jokowi, yang kemudian menimbulkan konflik dan penyelesaian secara hukum yang lumayan berlarut.
Jika melihat kemungkinan pertanda politik yang terjadi saat ini, bisa saja akan timbul masalah dan, mungkin ini menjadi penyebab menurunnya minat masyarakat mendaftar menjadi petugas KPPS. Meskipun ini baru dugaan dan butuh pembuktian.
Termasuk kemungkian soal ekonomi, yang tidak berimbang antara porsi kerja dan penghargaan "bayaran" yang akan diterima.
Apa Saja Tugas Petugas KPPS
Memangnya apa saja tugas seorang petugas KPPS?. Ini penting menjadi pengetahuan kita agar siapapun yang berminat atau yang berkepentngan untuk memahami peran dan tanggungjawab seorang ketua dan anggota KPPS dapat menjadi pertimbangan yang penting.
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) adalah kelompok yang dibentuk untuk melaksanakan pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Penjelasan mengenai KPPS sendiri terdapat dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2022 Pasal 1 ayat (9). Sementara tugas, wewenang, dan kewajiban KPPS tercantum dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2022 Pasal 30 ayat (1) dan (3).
KPPS dibentuk oleh PPS atas nama KPU kabupaten/kota untuk melaksanakan pemungutan suara dan penghitungan suara Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di TPS.
Anggota KPPS sebanyak tujuh orang terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan enam anggota.Sementara anggota KPPS keempat dan anggota KPPS ketujuh merangkap tugas menjaga ketertiban jika di TPS tersebut tidak ada petugas LINMAS.
Tugas Ketua KPPS Pemilu 2024, terdapat tiga fokus tugas, wewenang, dan kewajiban Ketua KPPS yang telah diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2022 yakni sebagai berikut:
a. Persiapan penyelenggaraan pemungutan dan perhitungan suara
b. Rapat pemungutan suara di TPS
c. Rapat penghitungan suara di TPS
Tugas anggota KPPS Pemilu 2024
Tujuh anggota KPPS Pemilu memiliki tugas yang berbeda-beda. Berikut masing-masing tugasnya.
Tugas anggota KPPS 1 (Ketua KPPS)
Ketua KPPS memiliki beberapa tugas utama dalam pemungutan suara di TPS, mulai dari memanggil pemilih sesuai dengan nomor urut kedatangan yang dituliskan pada Model C6 dan memisahkan Model C6 berdasarkan jenis kelamin. Hingga, membantu memasukkan surat suara ke dalam alat bantu coblos tunanetra dan diserahkan kepada pemilih.
Tugas anggota KPPS 2
Anggota KPPS kedua bertugas untuk mempersiapkan surat suara yang akan dibuka dan dinyatakan sah atau tidaknya surat suara tersebut oleh ketua KPPS.
Tugas anggota KPPS 3
Anggota KPPS 3 berkewajiban untuk mencatat jumlah pemilih, jumlah surat suara, serta sertifikat hasil perhitungan suara menggunakan formulir Model C1-KWK.
Tugas anggota KPPS 4
Anggota KPPS 4 mencatat hasil penelitian terhadap setiap lembar surat suara yang diumumkan oleh ketua KPPS menggunakan formulir catatan hasil perhitungan suara untuk setiap pasangan calon.
Tugas anggota KPPS 5
Anggota KPPS 5 memiliki 2 tugas utama dari mengarahkan pemilih memasuki bilik suara yang kosong untuk memberikan hak suaranya. Hingga, membantu pemilih disabilitas maupun pemilih yang memerlukan bantuan untuk memberikan suara jika diminta oleh pemilih tersebut.
Tugas anggota KPPS 6
Anggota KPPS 6 mempunyai 3 tugas,dari membantu mengarahkan pemilih untuk memasukkan surat suara ke dalam kotak suara sesuai dengan jenisnya. Hingga, mengarahkan pemilih menuju meja KPPS 7 yang berada di dekat pintu keluar TPS.
Tugas anggota KPPS 7
Di bawah ini tugas anggota KPPS 7, Â mengarahmkan pemilih untuk mencelupkan salah satu jari tangannya ke tinta dan memastikan bahwa tinta sudah membasahi kuku jari. Hingga, Â mempersilakan pemilih keluar dari TPS.
Proses tersebut berlangsung sejak dimulainya proses pemunggutan suara hingga berakhirnya seluruh proses dengan dikirimnya hasil laporan akhir ke Pusat data di KPU.
Tantangan Kurangnya Minat Masyarakat
Mau tidak Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak mau kecolongan lagi dengan adanya insiden seperti pemilu sebelumnya.Â
Apalagi tantangan pekerjaan berat dalam seluruh tahapan proses pemilu harus menjadi pertimbangan yang kritis dan serius. Bagaimanapun pekerjaan sebagai petugas KPPS tidak mudah, meskipun hanya berlangsung secara temporary, dan dalam waktu yang singkat.
Atas dasar pertimbangan itu juga, KPU menetapkan persyaratan yang lebih ketat dari pemilu sebelumnya. Â KPU telah mengeluarkan persyaratan yang lebih ketat, berupa adanya surat keterangan sehat dari puskesmas.
Meskipun bertujuan meminimalisir insiden kesehatan selama bertugas,ternyata syarat-syarat ini dianggap terlalu berat oleh masyarakat.
Terutama bagi mereka yang memang memiliki riwayat penyakit tertentu, bahkan memiliki penyakit komorbid, penyakit bawaan yang kambuhan.
Persyaratan tersebut secara langsung menjadi alat penyeleksi para calon petugas KPPS. Artinya bahwa banyak masyarakat yang berminat menjadi petugas KPPS, namun tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
Ssementara yang muda, selain kurang berminat, mungkin tidak  terhubung  dalam jaringan yang bisa membantunya masuk menjadi petugas KPPS, atau informasinya serta sosialisasinya tidak mereka dapatkan di kampungnya karena beredar di kalangan terbatas.
Persoalan bayaran juga menjadi pertimbangan yang cukup menentukan kurangnya minat para calon Petugas KPPS.Â
Sekalipun seperti diberitahukan dalam pengumuman  KPU,  ada peningkatan "bayaran" bagi petugas KPPS dibandingkan pemilu sebelumnya sekitar lebih dari 100 persen: dari Rp 550.000 menjadi Rp 1.200.000 untuk Ketua KPPS dan Rp 1.000.000 (dari semula 500.000) jika bertugas sebagai anggota.
Pengalaman petugas KPPS pada Pemilu 2019 mungkin menjadi faktor pertimbangannya, terutama soal beban kerja dan risiko yang tidak berimbang dengan kenaikan bayaran yang masih belum dianggap signifikan kenaikannya.
Terutama dengan tingginya inflasi atas bahan-bahan pokok sehingga nilai uang menjadi sangat kecil.
Mencari Jalan Keluarnya
Catatan Bagi KPU
Pertama; Pengalaman pemilu 2019 menjadi catatan bagi KPU untuk bekerja lebih baik, agar dalam Pilpres 2024, sosialisasi yang intensif mengenai perubahan positif dan langkah-langkah keamanan yang telah diambil ditingkatkan untuk meminimalisir insiden. Informasi tersebut harus disebarluaskan di media massa, sosial media, dan pertemuan langsung dengan masyarakat.
Kedua; Selain edukasi dan  pelatihan standar yang lebih baik kepada calon petugas KPPS, harus mencakup penanganan situasi darurat, protokol kesehatan, dan cara mengatasi kendala yang mungkin muncul selama pemungutan suara.
Ketiga; KPU juga harus melakukan evaluasi terhadap persyaratan kesehatan yang diberlakukan. Jika dinilai terlalu berat, maka perlu ada penyesuaian agar lebih memudahkan masyarakat yang ingin mendaftar.Â
KPU bisa melakukan evaluasi berkala terhadap persyaratan kesehatan yang diberlakukan. Dalam hal ini, dapat dilakukan survei atau dialog dengan calon petugas KPPS dan tenaga medis untuk memastikan bahwa persyaratan tersebut masih relevan dan tidak memberatkan
Dan jika memungkinkan perlu adanya dukugan dari TPS penyelenggara untuk mensiagakan tenaga kesehatan atau penyediaan obat-obatan maupun suplemen vitamin. Hal ini untuk mengatasi kendala teknis dan mempercepat bantuan darurat kesehatan yang dapat dilakukan.
Keempat; Menyelenggarakan pelatihan khusus untuk membantu petugas KPPS menghadapi tantangan mental yang mungkin mereka alami selama dan setelah bertugas. Ini melibatkan strategi koping, manajemen stres, dan pemahaman tentang pentingnya peran mereka dalam demokrasi.
Kelima; KPU juga bisa melibatkan masyarakat secara langsung melalui sosialisasi yang inklusif dan interaktif. Membuat forum diskusi atau pertemuan terbuka untuk memberikan kesempatan kepada warga untuk mengekspresikan kekhawatiran mereka dan mendapatkan jawaban langsung dari penyelenggara pemilu.
Keenam; Menjamin keselamatan lokasi pemungutan suara dan menyediakan sistem keamanan yang memadai dapat meredakan kekhawatiran akan insiden keamanan. Serta jaminan hukum jika timbul masalah saat muncul gugatan hukum hasil Pilpres nantinya.
Ketujuh; Dan tentu saja dukungan kesejahteraan yang lebih baik, meskipun harus diakui jika persoalan besaran "bayaran"memang belum sepenuhnya memuaskan dengan ritme kerja yang cepat disertai target yang ketat yang tidak bisa ditunda laporan akhirnya.
Catatan Bagi Calon Patugas KPPS
Pertama; Tentu saja penting untuk memahami tugas dan tanggungjawab tugas, merujuk pada petunjuk teknis (juknis) selama proses tahapan pekerjaan sesuai tanggungjawabnya. Hal ini untuk mengurangi tumpang tindih pekerjaan sesuai tupoksi.
Pemahaman dan sosialisasi peran dan tanggung jawab mereka yang komprehensif dapat membantu calon petugas memahami pentingnya peran mereka dalam demokrasi. Bahwa menjadi petugas KPPS adalah kontribusi aktif untuk demokrasi, sehingga dapat meningkatkan motivasi masyarakat untuk mendaftar.Â
Kedua; Bimbingan dan dukungan psikologis bagi calon petugas KPPS. Rapat secara berkala dapat membantu para petugas mengatasi ketakutan dan kekhawatiran mereka terkait insiden-insiden masa lalu.
Tapi pada intinya panitia penyelenggara Pemilu harus belajar banyak dari kasus dan insiden selama Pemilu 2019, bahwa menjadi petugas KPPS bukan sebuah pekerjaan yang sederhana. Meskipun masing-masing petugas telah memiliki tanggungjawab dan juknisnya.
Namun yang terpenting adalah dengan adanya perubahan prasyarat kesehatan, harus dapat mengakomodir harapan calon petugas tanpa membebani dan menjadi syarat yang sulit dipenuhi. Dan tentu saja dukungan imbalan "kesejahteraan yang memadai" menjadi pertimbangan yang tidak boleh dianggap sepele oleh KPU.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H