Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Dari Outfit Turun Ke Hati, Cara Capres-Cawapres Merebut Hati Pemilih

27 Desember 2023   16:31 Diperbarui: 11 Januari 2024   11:52 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
paslon prabowo dan gibran sumber gambar tribunews.com

Ibarat "udang di balik batu", outfit para capres dan cawapres pun juga menyembunyikan makna tertentu. Ini menjadi sebuah pertanyaan yang bersifat retorikal, mengajak kita untuk membuka diskusi terhadap peran outfit dalam konteks politik.

Sejak Presiden Joko Widodo-Jokowi "memperkenalkan" outfit atau pakaian, kemeja putih yang dilinting hingga ke siku, sebagai simbol "kerja", "kerja" dan "kerja", era pengunaan outfit untuk  kampanye menjadi semakin menarik dicermati.

Selain menjadi simbol atau penanda, juga untuk memudahkan mereka agar lebih mudah dikenali, termasuk dengan visi-misinya.

Bisa jadi karena fenomena Jokowi ketika naik ke pentas RI-1, memang melawan arus mainstream. Biasaya sosok seorang pemimpin setingkat Gubernur dan Presiden selalu identik dengan pejabat, penguasa elit yang sulit bisa berbaur langsung dengan rakyat.

Dan sebaliknya kehadiran Jokowi justru menjadi antitesis dari kebuntuan pencarian tokoh yang "beda" versi menurut rakyat.

Maka kehadiran Jokowi yang bersahaja dan sederhana  dalam berpolitik (dahulu), dalam ukuran kacamata rakyat menjadi terlihat istimewa. Apalagi media menjadikan Jokowi sebagai media darling-tokoh kesayangan.

Tanpa perlu berkampanye sendiri, dengan sukacita media bersedia menjadi corongnya. Sebuah kesempatan yang langka saat itu. 

Fenomena itu menjadi sebuah kekuatan yang lahirnya dari rakyat, sehingga lawan-lawan politiknya merasa sedikit berkecil hati melihat kekuatan itu.

Dan outfit, seragam atau pakaian yang dikenakan Jokowi pun menjadi simbol perlawanan dan perubahan, ketika itu.

outfit para capres-cawapres sumber gambar antarafoto
outfit para capres-cawapres sumber gambar antarafoto

paslon Anies dan Muhaimin sumber gambar pojokbaca
paslon Anies dan Muhaimin sumber gambar pojokbaca

Outfit Ala t Komunikasi Politik?

Pemilihan Umum adalah momen krusial dalam demokrasi di mana rakyat berhak memilih pemimpin yang akan memimpin negara. Di tengah dinamika politik yang semakin kompleks, penampilan dan citra para calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) menjadi aspek yang tak terpisahkan dari komunikasi politik.

Salah satu elemen penting dalam penampilan mereka adalah pilihan outfit atau busana yang mereka kenakan. Outfit bukan hanya sekadar pakaian, namun dapat menjadi simbol dan identitas yang mencerminkan visi, misi, dan eksistensi dari setiap capres-cawapres.

Outfit yang dipilih oleh para capres-cawapres dapat mencerminkan nilai-nilai dan pesan-pesan yang ingin mereka sampaikan kepada masyarakat. 

Pemilihan warna, gaya, dan desain busana tidak hanya sekadar soal mode, tetapi juga merupakan strategi komunikasi yang dapat menguatkan citra dan identitas pemimpin yang bersangkutan. 

Misalnya, pilihan warna yang cerah dan segar dapat mencitrakan kesan optimisme dan semangat positif, sementara warna yang lebih netral dan klasik mungkin memberikan kesan kedewasaan dan kredibilitas.

Outfit para capres-cawapres juga dapat menjadi cermin dari nilai-nilai yang mereka usung dan visi-misi yang ingin mereka implementasikan dalam kepemimpinan. 

Jika seorang capres menonjolkan pakaian yang mencerminkan keberagaman dan inklusivitas, hal ini dapat menjadi simbol dari komitmen untuk membangun masyarakat yang adil dan merangkul keberagaman. 

Sebaliknya, jika seorang capres memilih outfit yang mengedepankan nilai tradisional dan konservatif, hal tersebut bisa mencerminkan komitmen terhadap nilai-nilai konservatif dalam tatanan sosial.

Selain itu, penampilan para capres-cawapres dapat menciptakan kesan personal dan dekat dengan rakyat atau sebaliknya menciptakan kesan profesional dan serius. 

Pilihan outfit yang lebih santai dan ramah bisa menunjukkan kedekatan dan kemudahan dalam berkomunikasi dengan masyarakat, sementara outfit yang lebih formal dapat memberikan kesan ketegasan dan kewibawaan.

Namun, perlu diingat bahwa penilaian terhadap capres-cawapres seharusnya tidak semata-mata berdasarkan penampilan fisik atau busana yang dikenakan. Visi dan misi yang konsisten, integritas, dan kemampuan kepemimpinan yang sesuai dengan tantangan zaman juga menjadi faktor utama dalam menentukan keberhasilan seorang pemimpin.

Dalam konteks ini, kita dapat melihat bahwa outfit para capres-cawapres tidak hanya sekadar mode atau pilihan pribadi, tetapi dapat menjadi instrumen penting dalam menyampaikan pesan dan nilai-nilai kepemimpinan.

Oleh karena itu, masyarakat seharusnya tidak hanya melihat penampilan luar, tetapi juga menggali lebih dalam untuk memahami substansi visi dan misi yang diusung oleh setiap calon pemimpin.

Kini dalam pilpres 2024, persoalan outfit juga makin menjadi perhatian tersendiri yang spesial. Masing-masing paslon berusaha memiliki identitas agar mudah dikenali.

Penampilan para capres-cawapres, saat ini bikin mata tak hanya tertuju pada argumen mereka saat berorasi atau beretorika, tapi juga pada pesona gaya yang membaur dalam serunya ajang politik. 

Mereka juga ingin menunjukkan jatidiri atau identitas, siapakah yang berhasil mencuri hati pemilih dan siapa yang bisa tampil lebih menarik.

Ketika Capres dan Cawapres muncul di hadapan publik, mereka berjalan dengan percaya diri dan berwibawa. Masing-masing Capres dan Cawapres memiliki penampilan tersendiri yang menarik perhatian. 

Gaya busana ketiga pasangan ini juga cukup bertolak belakang, di mana ada yang memakai setelan sangat formal sementara lainnya terkesan lebih santai. 

paslon prabowo dan gibran sumber gambar tribunews.com
paslon prabowo dan gibran sumber gambar tribunews.com

Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 1 yaitu Anies Baswedan dan Muhaimin, muncul pertama dengan penampilan yang sangat rapi. Pasangan tersebut memakai setelan jas hitam dan kemeja putih tanpa dasi, lengkap dengan peci berwarna senada. 

Sedangkan Capres dan Cawapres nomor urut 2 yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, karena mewakili barisan tua-muda, mengambil jalan tengah kompak memakai pakaian yang sama, bukan jas.

Keduanya memilih kemeja formal berwarna biru muda yang dipadupadankan dengan celana kain berwarna hitam. Tanpa memakai peci atau aksesoris apapun. 

Sementara pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 3 yakni Ganjar Pranowo dan Mahfud MD tampil dengan gaya yang beda. Mereka memiliki seragam sendiri, berupa kemeja putih yang bertuliskan slogan "sat-set" dan "tas-tes".

Tulisan tersebut dibuat dengan font yang bergaya sangat mencolok berukuran besar, sehingga membuat penampilan mereka terkesan lebih kekinian. Dan outfit itu tidak didukung dengan peci atau aksesoris lainnya saat hadir dalam debat pertama.

Dan yang menarik adalah dalam debat kedua bagi para cawapres, pasangan Anies-Muhaimin, dan Prabowo-Gibran, masih dengan pilihan outfit yang sama, sedangkan Ganjar dan Mahfud MD mengenakan pakaian tradisional daerah.

Ganjar Pranowo sama Mahfud MD, nomor urut 3. Mereka bikin kejutan dengan gaya berbeda. Mereka pilih tampil dalam pakaian adat daerah. Apa yang ingin ditunjukkan dari pemilihan outfit tersebut, ini menjadi sesuatu yang menarik.

Ganjar dengan pakaian adat Suku Rote, Provinsi Nusa Tenggra Timur (NTT), lengkap dengan topi Ti'ilangga. Sementara Mahfud MD menggunakan balutan Baju Sakera dari Madura dengan baju luaran berwarna hitam yang disebut Pesa'an.

paslon ganjar-mahfud sumber gambar detiknews.com
paslon ganjar-mahfud sumber gambar detiknews.com

Adu Outfit  dan Gagasan

Selain gaya, isu-isu hangat juga jadi pusat perhatian. Dari ekonomi kerakyatan hingga infrastruktur, mereka saling adu gagasan untuk menarik simpati pemilih.

Seperti yang pernah terjadi di era Jokowi saat kampanye, baju hitam putih yang dilinting hingga siku, yang menandai simbol blusukan dan kerja. Begitu juga dengan baju kotak-kotak berwarna merah saat maju dalam Pilkada DKI menjadi simbol kesederhaan.

Jauh berbeda dari outfit seorang pejabat, berjas dan berdasi yang elit. Tak mengenal istilah blusukan, apalagi sampai mendatangi rakyat langsung di tempat kumuh seperti Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau sampai memeriksa gorong-gorong dan pasar.

Namun aktifitas diikuti tambahan identitas seragam itulah yang menjadi penanda dan simbol bagi kesederhanaan seorang pemimpin yang merakyat, simbol pekerja keras dan tak menjaga jarak (keseteraan dalam batasan yang infomal antara rakyat dan pemimpin).

Penciptaan imej tersebut berhasil mempengaruhi hingga ketahapan elektabilitas ketokohan mereka, sehingga mereka dipilih dengan suara mayoritas.

Sedangkan pemimpin yang cenderung formal dianggap tak pro rakyat.

Tapi benarkan outfit bisa sejauh itu mempengaruhi para pemilih, termasuk para undecided voters yang sangat pemilih?.

Apakah gagasan pemikirannya yang lebih memberi kesan kuat atau outfitnya yang telah dibentuk sedemikian rupa melalui dukungan kekuatan media?.

Saat ini paslon berusaha muncul dengan pilihan outfit yang membawa pesan dan kesan apa yang menjadi visi-misinya. Penampilan yang serius sebenatnya juga wajar, mengingat mereka adalah calon presiden dan wakil presiden.

Begitupun jika ingin meniru gaya Jokowi dulu yang menjadi simbol dan dukungan pemenanganya juga tak masalah. Agaknya dua paslon yaitu; Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud berusaha mengikuti jejak Jokowi soal pilihan outfitnya.

Berusaha menampilkan identitas yang khas, agar mudah dikenali dengan cepat. Sekaligus hendak menunjukkan bahwa "mereka" adalah pemimpin yang berusaha mengurangi kesenjangan jarak antara pemimpin dan rayat melalui outfitnya.

Jadi outfit memang ditujukan bukan sekedar mempermanis penampilan saat mereka berdebat, atau berretorka d depan publik. Outfit memang memberi simbol tertentu. Menjadi pendukung visi-misi, dan sekaligus menjadi pelengkap kampanya mereka.

Dalam situasi dan kondisi dimana disrupsi teknologi bergerak cepat, simbol-simbol menjadi penanda yang murah meriah untuk gampang diingat, daripada sosok atau pemikiran yang mereka ingin sampaikan.

Meskipun hal itu bukan sesuatu yang baik, namun keberadaan utfit sebagai pelegkap atau pendukung kampaye para capres-cawapres memang diperlukan dan menjadi penarik perhatian tersendiri.

Outfit para capres-cawapres seharusnya dianggap sebagai bagian dari strategi komunikasi holistik yang mencakup berbagai elemen, seperti pidato, program kerja, dan interaksi langsung dengan masyarakat. 

Meskipun penampilan fisik dapat memberikan kesan pertama, keberlanjutan dan keakuratan dari visi dan misi yang diemban oleh seorang pemimpin harus diukur melalui tindakan konkret dan kebijakan yang diimplementasikan.

Penting untuk diingat bahwa keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya ditentukan oleh penampilan atau gaya berbicara, tetapi juga oleh kemampuan untuk memahami dan mengatasi tantangan riil yang dihadapi oleh masyarakat. 

Oleh karena itu, penilaian terhadap identitas eksistensi visi-misi seharusnya tidak bersifat sekadar permukaan, melainkan melibatkan pemahaman yang mendalam terhadap rencana dan program kerja yang akan dijalankan.

Outfit para capres-cawapres juga dapat mencerminkan sikap terhadap isu-isu sosial dan politik yang tengah berkembang. Pilihan outfit yang mendukung keberlanjutan, lingkungan, atau kesejahteraan sosial dapat mencerminkan komitmen terhadap nilai-nilai tersebut. 

Sebaliknya, pemilihan outfit yang terkesan mewah atau tidak peduli terhadap isu-isu sosial dapat menciptakan kesan negatif di mata masyarakat.

Dalam konteks ini, pemberitaan media juga turut memainkan peran penting dalam membentuk persepsi terhadap outfit para capres-cawapres. 

Media massa memiliki kemampuan untuk memberikan narasi tertentu terkait dengan penampilan dan menciptakan framing yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menjalankan kritis dan analitis dalam menilai informasi yang diberikan oleh media.

Pada akhirnya, identitas eksistensi visi-misi seorang pemimpin tidak boleh semata-mata diukur dari penampilan luar, tetapi melalui konsistensi, integritas, dan tindakan nyata yang mendukung visi dan misi tersebut. 

Outfit para capres-cawapres dapat menjadi simbol eksternal yang mencerminkan nilai-nilai dan pesan-pesan yang ingin mereka sampaikan, namun substansi dari kepemimpinan mereka harus diuji melalui evaluasi yang mendalam terhadap program kerja dan kebijakan yang dijalankan untuk kepentingan masyarakat. 

Dengan demikian, kita sebagai pemilih memiliki tanggung jawab untuk melihat melampaui penampilan fisik dan memilih pemimpin berdasarkan integritas dan kapabilitas mereka.

Jadi kira-kira apa yang akan dikenakan caprs  dan cawapres dalam debat berikutnya, atau dalam kampanye mereka nantinya, apakah konsisten dengan outfit sebelumya, atau menyesuaikan dengan keperluan tema kampanye mereka nantinya?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun