Sepanjang akhir tahun ini gairah belanja online menemukan titik puncaknya, dan menjadi fenomana yang tak asing bagi kita.
Diawali sejak kehadiran era Web 1.0, ketika jutaan orang merasakan sensasi belanja barang secara online menjadi sebuah kesenangan baru. Dan terus bergerak cepat menggelembung menjadi fenomena ekonomi yang semakin memudahkan kita bertransaksi.
Dougals Neal dan John Taylor di Forum Terdepan CSC di tahun 2001, menyebutnya “teknologi yang telah merambah ke dalam rumah”.
Sehingga perbedaan antara “di rumah” dan “pasar”, menjadi kabur. Saat ini seseorang bisa berbelanja di mana saja tanpa harus beranjak dari kursinya.
Ponsel pintar dan tablet menggantikan komputer dekstop dan laptop sebagai cara utama yang dipakai orang terhubung dengan internet dan melakukan transaksi.
Koran Economist edisi Februari 2000 pernah menulis; internet kelihatannya menciptakan kemungkinan adanya bazaar skala dunia permanen, dimana tidak ada harga yang bertahan untuk waktu yang lama, semua informasi dengan cepat tersedia, serta pembeli dan penjual menghabiskan waktu bersama mereka untuk tawar -menawar demi mendapatkan penawaran terbaik.
Bahkan pada awal kemunculan era E-commerce, fenomena dagang melalui internet atau dagang online, disebut sebagai “bisnis yang tak pernah tidur”. Transaksi dagang bisa terus terjadi, kapanpun tanpa batasan waktu.
Manis Pahit Belanja Online Tahun Ini
Belanja online kini telah menjadi sebuah gaya hidup yang melengkapi kebiasaan belanja kita sebelumnya yang harus mengunjungi toko atau pasar, melakukan transaksi, tawar menawar.
Keberadaan perdagangan online, e-commerce, semakin memudahkan, dan saya juga memanfaatkannya sesuai kebutuhan. Apalagi saat pandemi dua tahun lalu.
Belanja online menjadi sebuah alternatif yang bisa menjembatani kesulitan kita saat pemerintah memberlakukan kebijakan pembatasan, social distancing, sehingga akses kita terhadap pasar berkurang.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!