Pilih mana galon air mineral sekali pakai atau galon air mineral ulang pakai?. Mengapa produsen menawarkan gagasan galon sekali pakai, benarkah mereka bersungguh-sungguh menawarkan produk berkelanjutan?.
Banyak orang masih berpandangan dan berasumsi produk keberlanjutan itu spesial dan mahal , karena banyak faktor penyebabnya. Di balik produk berkelanjutan atau produk hijau yang ramah lingkungan memang masih banyak kendalanya.
Terutama soal bahan baku dan prosesnya, sehingga harganya cenderung lebih mahal. Namun selain persoalan kesadaran yang masih kurang, soal pilihan produk ekonomis sesuai dompet masyarakat adalah masalah yang mendasar.
Tak bisa dipungkiri, umumnya produk berkelanjutan adalah produk artisanal. Artisanal adalah kegiatan yang didasarkan pada keahlian perorangan dan kemampuan manual, umumnya pekerjaan berteknologi rendah dan sering kali berorientasi pada sumberdaya sekitarnya.
Misalnya, saat kita diberi pilihan antara kopi organik dengan kopi pabrikan, kita akan memilih produk kopi organik karena diolah lebih sehat. Tapi ketika ditanya soal harga kita akan memilih kopi pabrikan, karena alasan harga lebih murah.
Sehingga timbul dilema, pilih mana, produk alami yang sehat atau produk murah tapi jaminan kesehatan dan keamanan pangannya lebih rendah?. Kesadaran kita mungkin bisa membantu kita untuk "merelakan" memilih sehat daripada sekadar "harga".
Namun tidak sedikit produsen pabrikan menjalankan misi menjual produk berkelanjutan. Itu artinya bahwa produk berkelanjutan atau produk ramah lingkungan juga tak selalu mahal.
Preferensi Kesehatan yang Berubah
Preferensi orang terhadap kesehatan semakin meningkat, makanya produk keberlanjutan semakin dilirik dan diminati sebagai alternatif meskipun masih terbatas pada kalangan tertentu.
Berdasarkan data hasil survei Jajak Pendapat (JakPat) berkaitan dengan pencemaran lingkungan dan produk, menunjukkan bahwa mayoritas konsumen muda kini semakin peduli pada lingkungan, khususnya di kalangan milenial dan gen Z.
Mayoritas responden mengatakan bahwa kini mereka berbelanja dengan tas belanja sendiri. Persentasenya mencapai 69,8%. Berikutnya, sebanyak 56,2% responden membeli produk ramah lingkungan. Lalu, sebanyak 46,4% responden mengumpulkan kemasan produk kosong ke tempat daur ulang.
Ada pula responden yang memilih produk berbahan alami dan organik saat berbelanja yakni sebanyak 45,2%. Diikuti oleh responden yang membeli produk dengan kemasan isi ulang (42,1%) dan memilih merek yang peduli pada lingkungan sosial (36,2%).
Sementara, ada 32,5% responden yang mendaur ulang pakaian lama dengan nilai tambah alias upcycling. Survei ini dilakukan terhadap 2.303 responden yang merupakan milenial dan gen Z. Survei dilakukan pada 3 September 2022 melalui aplikasi JakPat.
Produk ramah lingkungan berkaitan erat dengan elemen ekonomi dan ekologi sekaligus. Keuntungan dari pengembangan inovasi produk ramah lingkungan antara lain untuk menjaga sumber daya alam, mengurangi emisi, menghemat energi, mengurangi limbah, mengurangi pencemaran lingkungan, dan termasuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Waspadai Praktik Greenwashing
Saat ini kita memang dihadapkan pada dilema dalam pilihan kita saat membeli produk. Memilih produk massal atau yang artisanal.
Produk massal seringkali lebih terjangkau harganya, memungkinkan konsumen untuk memiliki pilihan yang lebih luas dengan biaya yang lebih rendah.
Namun, produksi massal seringkali melibatkan penggunaan sumber daya yang besar dan menciptakan limbah yang tidak ramah lingkungan. Bahkan tidak sedikit yang menyembunyikannya dalam label greenwashing-semacam produk keberlanjutan yang diatasnamakan peduli lingkungan.
Misalnya, seperti kasus produk galon air mineral sekali pakai.
Bahwa sebenarnya sejumlah produk dengan label “eco-friendly”,“nature-friendly”,“biodegradable”,“natural”, “organic” atau “save the earth” bisa saja memang produk-produk asli ramah lingkungan. Atau sebaliknya produk-produk yang hanya diklaim ramah lingkungan, tapi prosesnya ternyata tidak ramah lingkungan.
Produsen nakal seperti inilah yang membuat kita kehilangan kepercayaan kepada produk hijau, dan produk yang diproduksi para artisan-dengan hasil produk yang alami .
Karena adanya praktik tersebut, saya semakin berusaha cermat saat membeli produk. Selain dari bantuan referensi, saya berusaha mengecek roduk secara cermat.
Harus diakui dan mungkin menjadi hal yang paling aneh harus kita ketahui adalah, bahwa semakin bertambahnya kesadaran orang tentang lingkungan, justru menjadi dorongan sejumlah produsen untuk meluncurkan produk-produk yang diberi label ramah lingkungan.
Celakanya, beberapa produsen sebenarnya cuma melakukan apa yang diistilahkan sebagai greenwashing, yaitu bentuk promosi dan pemasaran untuk membangun persepsi bahwa produk-produk yang mereka jual maupun proses produksi yang mereka lakukan sebagai ramah lingkungan.
Dalam menangani sebuah produk, pelabelan produk merupakan salah satu cara untuk melakukan greenwashing atau greensheen. salah satu cara perusahaan untuk memanfaatkan permintaan (demand) yang terus meningkat terhadap produk-produk yang ramah lingkungan.
Istilah "pencucian hijau" (greenwashing) diciptakan oleh Jay Westervelt pada 1986 untuk mendeskripsikan praktik industri hotel yang menempatkan plakat di setiap kamar yang mempromosikan penggunaan ulang handuk, yang artinya setiap pelanggan yang menginap tidak mendapat handuk yang benar-benar baru, dengan alasan "menyelamatkan lingkungan". Padahal praktik yang terlihat berwawasan lingkungan ternyata bertujuan meningkatkan laba.
Sebagai konsumen kita harus waspada agar tak begitu saja terperdaya praktik-praktik greenwashing. Kita harus bersikap kritis agar terhindar dari jebakan greenwashing.
Untuk itu, kita harus selalu membaca label produk dengan teliti. Jika diperlukan kita harus melakukan riset, yang saat ini semakin dimungkinkan lewat penelusuran secara online.
Keberadaan Indeks Ekolabel, direktori yang memuat hampir 456 produk bersertifikat ramah lingkungan di 199 negara dan 25 sektor industri, dapat dimanfaatkan untuk lebih memastikan apakah produk-produk yang ditawarkan termasuk benar-benar ramah lingkungan atau tidak.
Dalam kaitannya dengan urusan domestik, agar makin mudah konsumen memastikan sebuah produk itu ramah lingkungan perlu pula segera dibuat standarisasi nasional yang lebih luas terkait produk-produk yang berkategori ramah lingkungan.
Sejauh ini, Badan Standardisasi Nasional baru melakukan standarisasi produk ramah lingkungan untuk kategori pangan organik, mainan anak, kantong plastik mudah terurai, baterai mobil listrik, dan produk kayu olahan.
Sebagai konsumen kita harus semakin cermat dan cerdas menyikapi pentingnya menggunakan produk berkelanjutan. Pilihan kita ini erat kaitannya dengan upaya kita menjaga lingkungan agar tetap lestari.
Pemilihan kita terhadap produk keberlanjutan bukan hanya persoalan harga saja--seberapa mahal ongkos yang harus dibayarkan, namun ini lebih pada tujuan hidup yang lebih sehat, dengan cara lebih bijak memilih produk berkelanjutan menjadi bentuk kontribusi nyata kita menjaga lingkungan yang lebih lestari.
referensi: 1,2,3,4,5,6,7,8,9,9
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H