KDRT mencakup berbagai bentuk kekerasan, baik fisik maupun psikologis, yang terjadi di dalam lingkungan rumah tangga. Agar kita bisa menjadi lebih jeli melihat kasus KDRT, perlu memahami bahwa tanda-tanda kekerasan tidak selalu terlihat secara langsung.Â
Beberapa tanda mungkin bersifat subtan dan dapat diabaikan jika tidak diperhatikan dengan seksama.
Secara umum penanda adanya KDRT di suatu lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar kita, bisa saja meliputi perubahan perilaku mendadak, cedera fisik yang tidak dapat dijelaskan, isolasi sosial, dan perubahan emosional yang signifikan.
Selain itu, perilaku kontrol yang berlebihan, seperti larangan berkomunikasi dengan keluarga atau teman-teman, juga bisa menjadi indikator penting.
Keluarga menganggap bahwa masalah keluarga sangat privasi sehingga "berbagi" dengan orang lain menjadi sangat memalukan dan menjadi aib bagi sebuah keluarga jika sampai bocor. Sehingga sulit bagi pihak lain untuk memberikan solusi atau bantuan. Apalagi dalam kondisi model masyarakat yang nafsi-nafsi, karena dapat menjadi alasan timbunya bullying berupa gosip atau gunjingan.
Sehingga secara sosial, kita juga harus meningkatkan kejelian kita, dengan melakukan observasi yang cermat terhadap perubahan-perubahan ini.Â
Sebagai bagian dari masyarakat, kita harus peka terhadap perubahan dalam pola interaksi keluarga dan respons emosional terhadap situasi tertentu. Pendekatan ini memerlukan kecerdasan emosional untuk bisa  membaca isyarat yang mungkin tersembunyi di balik kedok kehidupan sehari-hari.
Masalah KDRT memang tidak sederhana, campur tangan yang berlebihan justru akan menimbulkan masalah baru, gesekan antar tetangga. Itulah salah satu tantangan utama dalam menanggapi KDRT, bagaimana menjembatani masalah tersebut tanpa dianggap mencampuri rumah tangga orang. Oleh karena itu, perlu diterapkan pendekatan yang bijaksana dan hati-hati.
Langkah pertama adalah berbicara dengan keluarga tersebut secara bijak dan mendukung. Kita dapat menyatakan keprihatinan kita tanpa menyalahkan siapa pun.Â