Eco-Friendly Architecture, Bangunan Era Kolonial Â
Sebelumnya bangunan Belanda didominasi dengan rumah-rumah yang besar dan mewah yang lazim disebut landhuizen, model-model rumah orang kaya di Batavia.Â
Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Timur 1808—1811, berjasa dalam menghadirkan langgam empire style. Handinoto menyebut Deandels mengubah rumah landhuizen yang ada di Hindia Belanda dengan suatu gaya empire style yang berbau Prancis.
Tidak ada dalam kamus Daendels untuk memelihara atau menghormati bangunan bersejarah di Hindia Belanda waktu itu. Baginya, bangunan lama yang sudah rusak parah yang bersejarah adalah sampah yang harus dibongkar.Â
Saat pusat kota baru Batavia dibangun, orang Eropa menyebut pusat kota baru sebagai Weltevreden (Menteng) atau wilayah yang memuaskan hati. Penggunaan arsitektur Indische Empire Style dimulai.
Ciri-ciri bangunannya berbentuk simetris, bentuk ini memungkinkan di tengah bangunan terdapat ruang utama yang terdiri dari kamar tidur utama dan kamar tidur lainnya yang berhubungan langsung dengan teras depan dan teras belakang.
Terasnya yang sangat luas dan diujungnya terdapat barisan kolom yang bergaya Yunani (Doric, Ionic dan Corinthian). Dan dapurnya, toilet dan gudang yang merupakan bagian terpisah dari bangunan utama, letaknya ada di bagian belakang.
Arsitektur bangunan ini juga mengakomodasi air dan angin sehingga seisi ruangan tetap terasa dingin. Rumah ini pun dinilai cocok dengan iklim tropis di Indonesia.
Kita bisa dengan mudah menemukan contoh gagasan hunian yang eco-friendly atchitecture atau arsitektur hijau salah satunya dari rumah peninggalan era kolonial atau arsitektur Indische Empire Style tersebut.Â
Rumah kolonial memang perpaduan antara gaya arsitektur barat dan juga timur. Coba perhatikan baik-baik bangunan era kolonial yang ada disekitar kita.
Jika bentuknya bangunan perkantoran pasti terlihat tinggi menjulang. Tapi jika bentuk arsitekturnya rumah tinggal, juga terlihat tinggi pada bagian atapnya.