Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak Kita Ternyata Punya Rahasia Cara Belajar yang Istimewa!

13 Desember 2023   13:33 Diperbarui: 28 Desember 2023   19:50 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
anak dan keistimewaannya sumber gambar gramedia

Masih ingat dengan Bu Nani guru SMK 1 Tambun Selatan yang viral lantaran status WhatsApp yang bijak tentang potensi siswa?. Pesan-pesannya yang sederhana menjadi motivasi bagi para orang tua, dan guru.

Penting bagi kita para guru dan para orang tua, menguatkan kolaborasi pemahaman kita untuk mengatasi begitu banyak persoalan anak, masing-masing pihak harus berusaha optimal memahami tentang siswa dan anak-anak mereka.

Bukan berita yang mengejutkan jika kekerasan yang terjadi di kelas atau disekolah, salah satunya dipicu oleh kesalahpahaman dalam memahami siswa. 

Hal yang harus menjadi perhatian kita para guru lebih intens Pertama adalah: bahwa kenakalan anak yang muncul disekolah, seringkali juga dipicu oleh banyak persoalan di rumah. 

Masalah ekonomi, ketidakakuran hubungan orang tua dan anak, konflik keluarga, orang tua single parent dan perbedaan pendapat tentang perkembangan tumbuh kembang anak yang seringkali membawa dampak yang buruk terhadap hubungan orang tua dan anak, dan efeknya terbawa hingga ke kelas dan ke sekolah.

Kedua; anak sebenarnya juga memiliki pola belajar yang berbeda-beda. Para guru bisa melihatnya pada reaksi siswa pada saat di beri metode belajar yang berbeda-beda. 

Ada anak yang cenderung tenang saat menggunakan metode ceramah, atau justru merasa begitu bersemangat dan antusias saat menggunakan metode diskusi atau metode pembelajaran berbasis masalah.

Mereka Adalah Kita

siswa di kelas yang penuh sumber gambar merdeka.com
siswa di kelas yang penuh sumber gambar merdeka.com
Mungkin sebagian besar kita pernah mendengar dongeng Kak Seto tentang kisah "Sekolah Hewan di Hutan"?. Coba renungkan sejenak kisahnya untuk memahami bagaimana pola belajar anak kita dan bagaimana anak kita sebenarnya.

 "Tersebutlah sebuah kisah di hutan belantara yang lebat. Di sana akan dibuat sebuah sekolah untuk para hewan yang ada di hutan. Adapun mata pelajaran pokok yang akan diajarkan adalah berlari, memanjat, terbang, dan berenang. 

Dengan demikian, maka semua murid yang berprestasi diharapkan akan mampu menguasai keempat mata pelajaran pokok tersebut. Namun apa yang terjadi kemudian?.

Si Kucing Hutan ternyata amat pandai dalam mata pelajaran berlari dan memanjat. Dengan cepat ia dapat mengejar mangsanya, bahkan sampai ke bagian atas pohon yang cukup tinggi. Namun, sayangnya, ia cukup mengalami kesulitan dalam mata pelajaran berenang karena ia memang sangat takut pada air. 

Apalagi dalam pelajaran terbang. Berkali-kali ia memanjat pohon yang cukup tinggi, kemudian mencoba melompat ke bawah bagaikan seekor burung yang hendak terbang. 

Tapi bagaimana akibatnya? Berkali-kali itu pula si Kucing Hutan jatuh terguling-guling di tanah dengan kesakitan karena kakinya terkilir. Akibatnya, ia malah tidak mampu berlari dan memanjat sama sekali, suatu bidang yang semula amat dikuasainya dengan baik.

Lain halnya dengan si Bebek, ia cukup mahir dalam mata pelajaran berenang, terbang pun untuk jarak yang tidak terlampau jauh ia mampu, namun untuk berlari dengan cepat, ia mengalami kesulitan. 

Apalagi untuk memanjat pohon. Bahkan berkali-kali ia mencoba untuk memanjat pohon, sampai akhirnya kakinya lecet-lecet dan berdarah. 

Usahanya sia-sia, malah karena luka-luka yang dialaminya, ia jadi terhambat untuk berenang dan terbang denga lancar, yang semula amat dikuasai dengan baik. Sayang sekali bukan?".

Sebagai seorang guru, kita sangat menyadari bahwa anak-anak kita berbeda-beda kemampuan pola belajarnya. Dan juga bagaimana mereka menghadapi banyak tekanan dan masalah di sekolah, belum lagi dengan himpitan masalah di rumah mereka. 

Tapi begitulah kenyataaannya. Sebagian dari mereka bertahan, sebagiannya lagi menjadi pemberontak, di sekolah mendapat cap, anak bandel, susah diatur, suka melawan, malas, mengganggu teman, tidak sopan.

Pendidikan anak kita di sekolah semestinya membantu anak menemukan kreatifitas mereka yang tersembunyi, menghargai, dan memberi kesempatan kepada mereka membuktikan keberanian dan kemampuannya untuk berkreasi, berimajinasi, belajar seperti keinginannya. Tapi jelas ini tidak sesederhana yang kita bayangkan kan?.

Sekolah kita sampai saat ini masih membebani anak-anak kita dengan muatan pelajaran yang padat, menyamaratakan siswa seolah mereka mempunyai kemampuan dan minat yang sama.

Susanne Gaschke dalam bukunya Ende der Kindheit, menyebutkan bahwa tiga puluh persen murid sekolah mengeluhkan gangguan sakit yang mereka derita, layaknya yang dialami orang dewasa, yaitu sulit tidur, lemah konsentrasi, sakit kepala, dan sakit perut, semua karena tekanan yang diterimanya. 

Bu Nani atau Nani Roswati mencoba mengajak kita merenungkan kembali  dan menggugah para orang tua untuk lebih memahami anaknya tentang banyak hal yang menjadi tekanannya.

Termasuk nilai raport yang bukan satu-satunya ukuran yang bisa menjelaskan kelebihan dan kekurangan anak-anak kita.  Sudut pandang para  orang tua dalam melihat potensi anak ketika hasil rapor keluar sering salah paham. 

Mungkin kita bisa menyimak kembali apa pesan yang sangat inspiratif dari whatApps Bu guru Nani dan mungkin bisa membantu kita meluruskan kesalahpahaman kita tentang anak-anak kita.

anak dan keistimewaaannya sumber gambar halodoc
anak dan keistimewaaannya sumber gambar halodoc

(1) Ujian anak Anda telah selesai

(2) Saya tahu Anda cemas dan berharap anak Anda berhasil dalam ujiannya.

(3) Tapi, mohon diingat,

(4) di tengah-tengah para pelajar yang menjalani ujian itu,

(5) ada calon seniman yang tidak perlu mengerti matematika,

(6) ada calon pengusaha yang tidak butuh pelajaran sejarah atau sastra,

(7) ada calon musisi yang nilai kimia-nya tak akan berarti,

(8) ada calon olahragawan yang lebih mementingkan fisik daripada fisika,

(9) ada calon fotografer yang lebih berkarakter dengan sudut pandang art berbeda yang tentunya ilmunya bukan dari sekolah ini.

(10) Sekiranya anak Anda lulus menjadi yang teratas, hebat!

(11) Tapi bila tidak, mohon jangan rampas rasa percaya diri dan harga diri mereka.

(12) Katakan saja, "Tidak apa-apa. Itu hanya sekadar ujian."

(13) Anak-anak itu diciptakan untuk sesuatu yang lebih besar lagi dalam hidup ini.

(14) Katakan pada mereka, tidak penting berapapun nilai ujian mereka,

(15) Anda mencintai mereka dan tak akan menghakimi mereka.

(16) Sebuah ujian atau nilai rendah takkan bisa mencabut impian dan bakat mereka.

(17) Berhentilah berpikir bahwa hanya dokter dan insinyur yang bahagia di dunia ini.

(18) Hormat saya, Wali kelas

Memahami Keistimewan Setiap Anak

Kolaborasi antara orang tua dan guru akan semakin baik, jika kedua pihak memiliki irama yang sama dalam memahami psikologis anak, dan memahami bagaiaman pola belajar mereka.

Dan menyadari bahwa nilai raport meskipun penting, bukan satu-satunya ukuran tentang kelebihan dan kekurangan anak-anak mereka.

Pesan dari wali kelas itu menunjukkan bentuk dukungan, karakter supportif dari seorang guru yang sangat dibutukan para siswanya agar tidak mengalami tekanan karena ujian mereka.

Putri Maya Sophia S Psi, M Psi, seorang Psikolog Pendidikan menyatakan dukungannya bahwa,  "Bagi siswa yang memiliki trauma atau motivasi belajar yang kurang, ujian akan terlihat menakutkan. Statement ini bisa membantu meningkatkan motivasi dan psikologis siswa menjadi lebih tenang untuk menghadapi ujian."

Meskipun begitu nilai ujian masih menjadi tolak ukur penting bagi siswa dalam belajar, sehingga dibutuhkan peran orangtua untuk tetap memotivasi anak-anaknya saat menempuh pendidikan.

Sampai dengan saat ini di Indonesia, nilai ujian terkadang menjadi patokan dalam menilai prestasi siswa. Padahal di samping itu, ada mental anak yang perlu dijaga agar tidak menimbulkan trauma. 

Ketika rasa percaya diri anak tetap terjaga, ia akan lebih termotivasi untuk melakukan yang lebih baik di kemudian hari.

Sehingga tidak asing setiap kali para orang tua dan guru bertemu saat pengambilan rapor anak-anak yang menjadi pertanyaan dan curhatan adalah; "bagaimana dengan nilai rapor anak saya, saya kuatir nilanya jelek karena di rumah malas belajar, lebih sering main hape dari belajar", kurang lebih begitu bentuk keluhan yang paling umum saya dengar.

Dan ini menjadi kesempatan saya untuk berdiskusi dalam waktu yang singkat tapi penting agar ada pemahaman orang tua dan paling tidak menghilangkan sedikit kekuatiran mereka tentang prestasi anak-anaknya.

Apalagi berdasarkan pengalaman saya dikelas, anak-anak yang dikeluhkan orang tuanya tak belajar di rumah, di kelas sangat aktif dan rajin, hanya saja persaingan antar teman membuat nilainya berbeda tipis diantara mereka yang terbaik.

Kita berusaha memahami anak-anak kita dengan; mengenali kekuatan anak, gaya belajarnya, sebagian anak lebih bisa memahmi sesuatu daripada menghafalnya. 

Memainkan kekuatannya; mencoba mencari tahu fokusnya dan menguatkannya pada fokus yang diminati anak-anak. Membantunya membangun skil akademik, sehingga anak akan lebih percaya diri.

Dan bagi guru denga melihat gaya belajar siswa di sekolah jenis apakah mereka; kinestetik, visual atau auditori (butuh ketenangan, butuh dukungan gambar dan interaksi langsung dengan gurunya).

Dalam website-ibupedia.com, saya menemukan jawaban bahwa anak-anak memili pola belajar yang berbeda-beda. Anak-anak yang pola belajarnya Auditori, Visual, dan Kinestetik. Mereka memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri, untuk bisa memahami dunia menurut caranya sendiri. 

Anak Kinestetik cenderung menyukai belajar tanpa gangguan, suasana tenang adalah kesukaannya, itulah mengapa mereka senang belajar di pagi hari, atau saat malam larut. Sedangkan anak visual menggunakan bantuan media pembelajaran dengan gambar, ilustrasi, musik membuat mereka lebih cepat memahmi materi.

Penggunaan seperti diagram, video , infografik menjadi pilihan yang paling menyenangkan. Anak-anak seperti ini jika mengikuti model kursus online akan lebih bisa fokus dibandingkan anak-anak jenis lainnya.

Sedangkan anak-anak auditori menjadikan ruang kelas menjadi tempat belajarnya, sehingga dalam pembelajaran tatap muka mereka cenderung lebih fokus menyimak materi dbandingkan anak-anak lainnya, sekalipun mereka duduk dibangku belakang.

Dengan memahami bagaimana pola  tersebut kita bisa memberikan solusi terbaik, dan anak-anak denagan bentuk kepintarannya, menuruti caranya, menjadikan dirinya cerdas dengan cara yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya. 

Kita seringkali tak menyadari itu, karena kita orang dewasa yang biasa berpikir dengan cara kita sebagai orang dewasa, atau bertindak berdasar pengalaman kita bersama orang tua dahulu. Kita lupa, waktu berjalan, ada pembelajaran yang berubah dan bahwa Tuhan telah  menganugerahkan keistimewaan pada , masing-masing anak kita.

referensi; 1,2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun