Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Status Kompasianerku Membiru, Semangat Menulisku Membara

16 Februari 2024   21:49 Diperbarui: 6 Maret 2024   09:10 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perempuan di bawah deretan rimbun cemara sumber gambar ratih sukmaresi garasi jogja

Saya terkejut ketika tak sengaja mengintip kompasiana diantara kesibukan ber-webinar, karena tuntutan Platform Merdeka Mengajar yang belakangan sedikit menyita perhatian dan waktu saya dan ribuan guru lain. Sebuah centang biru "hinggap" disisi foto profilku. Wow, akhirnya harapan itu terwujud meski tak terduga dalam "kerinduan" menulis yang tertunda waktu belakangan ini. Mungkin ini juga  bentuk "teguran" yang mengingatkan karena saya lama tak menulis belakangan ini. Maka aku coba "paksakan" menulis ini untuk mengobati rindu menulisku!.

Suara desiran angin dari pohon cemara tepat di depan laboratorium komputer yang menjadi "markas" saya selama ini adalah hiburan yang paling menentramkan. Selama rehat siang Jum'at, saya manfaatkan untuk duduk di bawahnya, menikmati bekal siang sambil menunggu siswa, karena hari ini kami janji untuk sebuah "projek" penting.

Karena jeda waktu cukup lama, saya sempatkan menulis untuk kompasiana.

Menulis itu mengasyikkan. Bagi sebagian orang apalagi guru dengan kesibukan ber-kurikulum merdeka, waktu menjadi sangat berharga. Interaksi dengan siswa tak lagi biasa, butuh kreatifitas, kepekaan dan aktifitas yang ekstra. Apalagi dengan tambahan Program P5. Tapi semua menjadi menarik jika dijalani tanpa beban dan terus mengalir.

Ilustrasi perempuan di bawah deretan rimbun cemara sumber gambar ratih sukmaresi garasi jogja
Ilustrasi perempuan di bawah deretan rimbun cemara sumber gambar ratih sukmaresi garasi jogja

Menulis menjadi salah satu bentuk "pengalih penat" yang lain, menjadi semacam healing. Jadi saya gunakan "tablet" sebagai penghilang penat dan mulai menulis.

Satu dua siswa mulai berdatangan. "Sedang apa "bun"?, seorang siswi menegur saya. Sebagian anak-anak memanggil saya dengan "bunda", jika kegiatan sekolahnya tak formal seperti P5. "Menulis, nak", jawab saya singkat tanpa  menoleh, karena ide sedang berkelindan di kepala dan bergerak lebih cepat dari jari di permukaan layar tablet.

Mereka terdiam, mungkin menyadari jika saya sedang berkonsentrasi. Dan begitu selesai paragrafnya saya bubuhi titik, saya pikir waktunya menulis sementara saya sudahi.

"Ibu sedang menulis untuk kompasiana", jawab saya sambil menunjukkan draft dalam posisi preview di layar, judul dan ilustrasi gambar utama sudah muncul beserta lima paragraf yang sudah selesai.

"Ibu menulis di kompasiana untuk menabung, sampai tulisan nanti terkumpul cukup banyak, bisa dibukukan", ujar saya menjelaskan tanpa diminta. (saya tak menjelaskan apakah buku saya nanti harus ber-ISBN, karena negeri kita sedang krisis ISBN sekarang ini. Bisa jadi buku dengan tulisan kurang bermutu milik saya hanya akan memboroskan jatah ISBN, kecuali jika bisa terkumpul hingga 300-an halaman sekalian).

"Apa bunda di bayar?", tanyanya lagi karena saya terlihat begitu serius menulis dan menurut mereka tulisannya bukan cuma sudah lumayan banyak terkumpul tapi juga keren-dengan ilustrasi di setiap artikelnya (mereka memuji, mungkin karena saya gurunya-wali kelasnya lagi). "Nggak, tapi kalau memenuhi syarat dan view-nya banyak, akan ada rewards berupa uang, tapi itu bentuk lain dari "pemberian" motivasi", jawab saya sambil membiarkan siswa lain membaca artikel di halaman akun kompasiana saya.

"Kalian juga bisa menulis dan bisa punya akun dikompasiana, jadi kalian bisa menulis dan tulisan tidak tercecer kemana-kemana. Nggak perlu takut tulisannya jelek dan akan ditolak, selama tidak plagiasi. Tulisan ibu juga biasa saja" saya berusaha mempengaruhi minat mereka yang suka menulis.

"Keren juga bun, boleh dong kami diajarin", kali ini Teuku ketua kelas yang ikutan bicara. "Tentu boleh nak", jawab saya singkat karena dering bel tiba-tiba berbunyi tanda kami harus berkumpul memulai diskusi pembahasan P5 .

Ilustrasi perempuan menulis sumber gambar IDN times
Ilustrasi perempuan menulis sumber gambar IDN times

Kompasiana Sebagai Ruang Healing dan Inspirasi

Menulis memang seru, saya melihat banyak kompasianer yang juga berprofesi sebagai guru, seperti Akbar Pitopang yang kemarin saya sempat ikut kolaborasi menulis tentang pentingya kolaborasi orang tua dan guru mengatasi problem di sekolah. Beberapa yang lainnya kompasianer guru senior seperti Pak Widjaya Kusuma, memberikan banyak inspirasi tentang menulis.

Menulis tentang apa saja yang kita alami selama di kelas, interaksi bersama siswa, saya bahkan punya sebuah draft buku (judulnya rahasia) tentang semua hal berkaitan dengan interaksi saya dengan siswa selama proses belajar mengajar. 

Salah satu tulisannya sudah saya terbitkan di kompasiana di awal saya masuk dua tahun lalu; "Rayana, Ibu selalu Menunggumu". Begitu banyak kisah yang memberikan banyak pembelajaran saya sebagai guru dari pengalaman para siswa, dari kondisi mereka, dari masalah yang mereka hadapi.

Kita sebagai guru berusaha untuk menjadi sahabat bagi mereka, orang tua, teman ngobrol, bercanda (dalam batas wajar), dan juga menjadi seorang "murid" yang menerima pembelajaran pengalaman hidup mereka sebagai ilmu baru bagi kita. Belajar tentang kesabaran, perhatian, kepedulian.

Kisah-kisah mereka atau selama bersama mereka adalah pembelajaran "luar kelas" yang ilmunya sangat bermanfaat dan luar biasa. Hal-hal inspiratif seperti itu saya juga rasakan saya dapat selama saya menulis di kompasiana.

Bahwa para kompasianer-guru, mereka menuliskan tentang banyak hal, tak melulu selalu serius (kecuali jika mendapat tantangan menulis-topik pilihan), itupun beberapa berhasil menuliskannya berdasarkan pengalaman keseharian. Banyak bahan untuk kita menulis, meskipun hambatan soal waktu bisa jadi penghalangnya.

Selama sebulan ini saya berusaha "menabung" tulisan sebisanya setiap hari, saat senggang setelah ujian selesai, diantara kesibukan mempersiapkan rapor, mengurus laboratorium, Program P5, laporan wali kelas, laporan kegiatan hari guru dan laporan akhir tahun, dan kini PMM ;),

Bahkan saya mencoba tantangan topik pilihan (kecuali politik-yang hanya sesekali saya coba terima tantangannya-dan sejauh ini masih gagal masuk ke dalam Artikel Utama, karena kapasitas mungkin areanya bukan disitu). 

By the way, tantangan menulis dengan tema apa saja (dari topil) bisa menjadi sesuatu yang menarik, seperti inspirasi tulisan sahabat kompasianer lain.

Mencapai Centang Biru

Meskipun bukan sepenuhnya sebuah ambisi, pencapaian menjadi kompasianer ber-centang biru ternyata juga bisa membuat saya terharu biru. 

Saya teringat bahwa pencapaian itu menurut seorang kompasianer senior, perlu "dibagikan" sebagai cara "menyemangati" (memotivasi-mungkin pilihan kata yang terlalu tinggi, karena saya masih sangat membutuhkannya dari semua sahabat kompasianer). Saya berusaha "menyemangati" diri sendiri dan mudah-mudahan bisa menular kepada sahabat kompasianer lain. (tanpa bermaksud merasa tinggi hati).

Kehadiran centang biru di samping nama saya, bukan sekedar sebuah "kebanggaan", tapi juga "kepercayaan" dari admin yang menganggap bahwa tulisan atau artikel saya sudah "layak" untuk disematkan sebagai  "Artikel Utama". Semakin banyak AU, semakin membiru statusnya, maka semakin membara keinginan menulisnya.

Meskipun sekali lagi harus "lincah bermain jari di atas tablet" diantara waktu-waktu kerja yang menyita energi dan pikiran. Dimanapun dan kapanpun kesempatan untuk bisa menulis itu datang. 

Dan centang biru itu artinya saya mendapat pelajaran penting, tentang apa dan bagaimana menulis dengan baik. Terima kasih atas dukungan semua sahabat kompasianer dan kepercayaan admin untuk saya.

Wow, Akhirnya, Status Kompasianerku Membiru, Semangat Menulisku Membara Lagi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun