Apalagi jika sampai melibatkan siswa dan wali murid untuk mengeluarkan biaya untuk melakukan kegiatan P5. Inilah kesalahpahaman yang terjadi di sekolah-sekolah kita saat ini yang sudah menerapkan Kurmer.Â
Padahal yang menjadi kesalahan dasarnya adalah, bahwa P5 berlandaskan projek, bukan proyek.Â
Orang dengan segera akan mengansumsikan proyek berkaitan dengan kegiatan yang menggunakan pendanaan tertentu.Â
Sedangkan Projek mengacu pada tugas-tugas belajar yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan, baik secara tertulis maupun lisan, dalam waktu tertentu.Â
Dan rancangan P5 memang telah didesain sedemikian rupa untuk menguatkan karakter siswa meliputi orientasi, kontekstualisasi, aksi dan refleksi dalam bentuk kegiatan yang lebih kreatif dan aktif.Â
Pengalaman di sekolah kami di SMAN 5 Banda Aceh, pada awalnya juga mengarah kepada asumsi tersebut, namun melalui diskusi yang intens diantara para guru yang bertanggungjawab dalam P5.
Kegiatan kemudian diarahkan pada kegiatan sesuai tematik yang salah satunya berorientasi pada pemanfaatan barang daur ulang.
Sementara di sisi lain masih banyak satuan pendidikan memulai kegiatan P5 dengan mengajukan proposal anggaran atau kegiatan yang mengeluarkan biaya, sehingga ketika pameran hasil karya siswa, produknya dikomersialisasi dan merubah orientasi refleksi P5 menjadi produk komersil.
Substansi P5 Berbasis proses