projek penguatan profil pelajar Pancasila (P5) sebagai kegiatan baru dalam Kurikulum Merdeka. Penekanan khususnya juga tetap pada penguatan karakter sesuai dengan doktrin Profil Pelajar Pancasila di sekolah seperti sebelumnya.
Sebenarnya tidak ada yang aneh denganApa yang membedakannya dari program sebelumnya adalah penempatan Program P5 secara khusus di dalam Kurikulum Merdeka sebagai penguatan pendidikan karakter dalam porsi jam tersendiri melalui kegiatan tanpa mengatasnamakan bidang studi tertentu. Tidak harus mengaitkannya dengan materi pelajaran tertentu.
Sedangkan sebelumnya pendidikan karakter dimasukkan dalam kegiatan pembelajaran tatap muka atau intrakurikuler.
Rincian untuk memahaminya, jika dulu saat kita menggunakan kurikulum K13, sebuah mata pelajaran seperti ekonomi akuntansi berlangsung 6 jam per minggu.
Maka dalam Kurikulum Merdeka, jam pelajaran Ekonomi Akuntansi tetap 6 jam, disusun 5 jam untuk mengajar dan 1 jam terpisah untuk kegiatan P5.
Dan jam intrakurikuler tidak dapat digabung dengan jam P5 atau kokurikuler. Sehingga kumpulan “potongan” jam dari setiap mata pelajaran digabung yang berjumlah 1 jam tadi, diletakkan dalam satu blok.
Penempatannya bisa pada blok setiap minggu, misalnya 2 jam per hari atau hari tertentu di setiap minggu sejumlah sekian jam, atau minggu khusus untuk P5 setelah pelaksanaan intrakurikuler dalam periode tertentu.
Sementara pada Kurikulum Merdeka, P5 hanya diampu oleh guru yang mengajar mata pelajaran wajib saja.
Salah Memahami "Projek"
Tidak ada target pembelajaran untuk kegiatan P5, sebagaimana yang diatur oleh Kemendikbuddistek, sehingga meskipun kegiatan P5 berasal dari jam tatap muka yang dikumpulkan dari potongan 1 jam pelajaran ((kecuali mata pelajaran Pancasila, Bahasa Inggris dan Seni Budaya), namun tidak dapat disatukan menjadi rangkaian pelajaran tertentu.
Maka kemudian diaplikasikan dalam bentuk projek. Dan inilah yang kemudian disalahpahami dalam prakteknya di sekolah, sehingga menimbulkan kesalahpahaman.
Umumnya yang disebut "projek" atau disering disalahpahami sebagai "Proyek", selalu berkaitan dengan pendanaan. Sehingga orientasi para guru yang diberi tanggungjawab menjalankan projek merasa terbebani karena kebingungan mencari bentuk kegiatan dalam ketiadaan dananya.
Apa pilihan kegiatan atau produk yang harus diajukan, bahkan sebagian guru berasumsi harus mengajukan proposal rancangan biaya kepada kepala sekolah agar membiayai setiap kegiatan siswa sehingga menghasilkan produk.
Jika hal itu yang terjadi, tentu saja P5 justru akan menjadi masalah baru dalam pendidikan kita yang sudah banyak terbebani, kini justru ditambah beban baru.