Setiap kali berbelanja atau sekedar keliling kota dan melewati Pasar Peunayong bersama keluarga, selalu saja terbersit kekuatiran. Memang Peunayong terus diremajakan, menjadi ruang-ruang kuliner kekinian, dan tak sesunyi seperti dulu. Tapi jangan sampai menghilangkan ciri khasnya.
Dulu sewaktu kecil saat berboncengan dengan vespa Sprint bersama orang tua, saya masih bisa menikmati banyak titik bagian kota tua Peunayong itu yang terjaga baik. Termasuk Bioskop Melati yang dulu sangat terkenal.
Seiring waktu, bangunan-bangunan itu tidak hanya berubah, tapi juga dihilangkan. Sehingga timbul perasaan kuatir jika suatu hari nanti, Pasar Peunayong, terutama ruko-rukonya yang berciri khas akhirnya hilang dimusnahkan. padahal bangunan itulah adalah penanda sejarah yang sangat penting.
Dalam beberapa kesempatan saya bahkan menyimpan rekaman videonya, kuatir jika suatu saat tak bisa lagi melihat bangunan-bangunan kota tua itu.
Kelihatannya Pemerintah sendiri kurang menjaganya dengan baik. Beberapa bangunan yang berdekatan dengan Rex pusat kuliner rusak parah sejak gempa dan kini justru diganti dengan bangunan baru yang modern, sayang sekali.
Bagaimana sebaiknya Pemerintah bertindak melalui kebijakannya, jangan sampai nanti menyesal, jika semuanya sudah rusak atau berganti bangunan baru. Izin tata ruang untuk bangunan seperti ruko di Peunayong semesatinya harus lebih berhati-hati dijalankan.
Menurut sejarah, kata Peunayong sendiri berasal dari "peu payong", yang berarti memayungi, melindungi. Dalam sebuah hikayat disebutkan bahwa, Peunayong merupakan tempat Sultan Iskandar Muda memberikan perlindungan atau menjamu tamu kerajaan yang datang dari Cina, Persia, India dan Eropa, termasuk utusan dari Portugis, dan Belanda.
Kawasan Peunayong itu sebagian besarnya pasar. Urat nadi denyut kehidupan ekonomi di Aceh. Peunayong merupakan salah satu pusat perdagangan di Kota Banda Aceh,Peunayong disebut juga dengan China Town-nya Aceh. Meskipun saat tsunami porakporanda dan menjadi kota mati, tapi konstruksi bangunan kota tua Cina peninggalan sejak era Kolonial itu memang kokoh.Â
Hanya dalam waktu rehab rekon yang singkat, Peunayong berdenyut kembali. Jika kita lihat wujudnya, secara umum mungkin hampir seragam dengan bangunan pertokoan yang bisa kita lihat di beberapa negara lain dari era yang sama, seperti yang ada di Stasiun Central di Malaysia.
Memang khusus pasar di Peunayong, di sepanjang jalan tampak kekhasan bentuk fisik bangunan yang berupa deretan rumah toko atau ruko. Ruko merupakan bangunan hunian dua lantai. Lantai bawah digunakan untuk berdagang, sedangkan lantai atas digunakan sebagai tempat tinggal. Bentuk arsitektur ruko lazim ditemukan pada kawasan Pecinan di Asia Tenggara, terutama Singapura dan Malaysia (Kohl, 1984 dalam Mahmud, 2006).
Pada kawasan pecinan di Indonesia, ruko berarsitektur Cina ciri khasnya dikenali dari bentuk bangunan berlantai dua atau lebih dengan atap melengkung bertipe pelana (gable roof). Alas lantainya  terbuat dari tegel beragam ukuran dan dindingnya  tersusun dari bata warna merah yang diplester dengan adukan semen, kapur dan pasir.
Tampak depan ruko berisi dekorasi dari pecahan keramik, antara lain bermotif awan menggulung dan naga. Beberapa diantaranya sudah menggunakan pintu yang berbentuk lengkung semu-circulair yang bagian atasnya terbuat dari bata yang disusun secara vertikal mengikuti bentuk lengkungan.
Bentuk lengkungan tersebut diakhiri bentuk pelipit. Pintu dan jendela biasanya terbuat dari susunan bilah papan yang dihubungkan dengan dua engsel (folding shutter). Unit bangunan lain yang menjadi ciri khas kawasan pecinan adalah wihara. Ruko biasanya dirancang dalam satu blok bangunan, sedangkan wihara ditempatkan tersendiri, di ujung maupun di bagian tengah ruko secara terpisah.
Daerah Pecinan merupakan daerah urban didaerah perkotaan. Asas-asas geometris tampak diterapkan dalam lingkungan Pecinan. Menurut kajian Lombard (1996) kawasan pecinan pola penataan ruangnya pada umunya berarsitektur Cina yang cenderung simetris dengan ruang terbuka (courtyard) yang berulang dan bertahap.Â
Pola penataan ruang seimbang simetris merupakan dasar tata letak ruang yang dipengaruhi oleh faktor iklim serta dasar pemikiran ajaran filsuf Confusius yang telah biasa digunakan oleh masyarakat sejak ratusan tahun yang lalu.
Peunayong di zaman Hindia Belanda.
Peunayong adalah wilayah kota tertua di Banda Aceh. Didesain Belanda sebagai Chinezen Kamp (tenda) atau Pecinan. Peunayong dihuni warga Cina dari Suku Khe, Tio Chiu, Kong Hu, Hokkian dan sub-etnis lainnya. Kegiatan perdagangan di kawasan tersebut, cukup menonjol. Karena berdagang merupakan mata pencaharian utama suku Cina, yang umumnya tumbuh di lingkungan pusat bisnis.
Sejak Kuta Raja berhasil direbut Belanda pada tahun 1874, Pemerintah Kolonial Belanda berusaha memfungsikan kota Banda Aceh yang kondisi rusak akibat perang membangun struktur fisik atau tata ruang kota dan pembangunan pelabuhan Ulelheu sebagai pintu gerbang kota. (Ismuha,1998:33).
Untuk kepentingan pemerintahannya juga di bangun fasilitas-fasilitas militer seperti benteng, rumah sakit, bank, gereja dan pertahanan militer lainnya yang ditempatkan secara strategis. Termasuk jalur transportasi. Selajutnya pusat aktivitas umum  seperti pasar dan mesjid. Saat itu dibangun dua pasar utama, yaitu di pusat kota tak jauh dari mesjid raya dan di ujung utara kota yaitu di Peunayong.
Periode Pemerintahan Kolonial Belanda merupakan awal penerapan perencanaan kota modern yang ditandai oleh pengelompokan berdasarkan kultur sosial, ekonomi dan politik bagi kepentingan Belanda.
Kota mulai berubah sebagai titik simpul jaringan transportasi dan komunikasi yang sangat efektif untuk kepentingan militer dan ekonomi. Di sini ciri yang menonjol adalah segregasi wilayah kota menurut ras Eropa, Asia (Arab, Cina, India) dan pribumi.Â
Kawasan Peunayong merupakan salah satu contohnya. Ditempatkan di bagian ujung kota (utara) yang merupakan pelabuhan (entreport) untuk tempat kegiatan ekspor-impor komoditi.
Sedangkan pusat pemerintahan kolonial berada di pusat kota. Segregasi ini dibuat agar tidak terlalu mencolok antara pribumi dan non pribumi dengan memasukkan etnis Cina, Arab, dan India ke dalam sistem tata ruang permukiman kota (Ismuha,1998:37).
Pemisahan wilayah warga Eropa, Timur Asing dan Pribumi, Pemerintah Kolonial Belanda menetapkan adanya pemisahan sistem adiministrasi pemerintahan antara warga Eropa dengan Timur Asing (Cina, India), hal ini juga berlaku dalam menentukan lokasi wilayah permukiman dimana penetapannya ditentukan berdasarkan kelompok etnis.
Aturan Building Code?
budaya dengan bangunan-bangunan yang didominasi oleh gaya arsitektur, Peunayong mestinya harus terus dijaga kelestariannya.Â
Sebagai salah satu kawasan cagarTerutama karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Namun yang terjadi saat ini, bangunan di kawasan Peunayong belum terjaga dengan baik, terlebih pada bagian fasad atau tampak bangunan. Padahal, fasad atau tampak bangunan merupakan elemen yang penting dan mengandung identitas dari sebuah karya arsitektur. Â Diperlukan studi mengenai penataanbangunan dan lingkungan di Kawasan Peunayong sebagai kawasan pusat kota lama.
Beberapa fasad bangunan di kawasan Peunayong telah mengalami perubahan menjadi bangunan dengan gaya modern seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan kotanya. Di kawasan Peunayong juga belum ada aturan mengenai building code yang menjadi acuan dalam pengaturan fasad bangunan.Â
Building code merupakan sebuah aturan mengenai desain, konstruksi, dan cara pemeliharaan bangunan yang sesuai dengan karakteristik kawasannya. Di kawasan Peunayong perlu diterapkan desain building code agar bangunan-bangunan di kawasan tersebut terjaga kelestarian dan tetap memiliki identitasnya. Rencana penerapan aturan building code di kawasan Peunayong diperlukan untuk mengatur desain bangunan di kawasan tersebut.
Apalagi Pemerintah daerah sendiri melalui Walikotanya yang justru merencanakan akan menjadikan wilayah tersebut sebagai Peunayong Square. Mengacu pada bentuk-bentuk area publik yang ada di Eropa yang kini menjadi trend.Â
Square adalah ruang terbuka dengan bentuk memusat (square) adalah ruang terbuka, yang banyak dimanfaatkan sebagai taman, plaza, atau lapangan olah raga. Keberadaan ruang terbuka pada kawasan perkotaan maupun lingkungan permukiman masa kini, mempunyai nilai yang sangat penting, jika ditinjau dari peran dan fungsinya.
Terutama terkait  Pelestarian bangunan kuno, Penilaian dilakukan dengan menggunakan kriteria makna kultural yang terdiri dari estetika, kejamakan, kelangkaan, peranan sejarah, keluarbiasaan dan memperkuat karakter kawasan.Â
Lokasi yang berpotensi untuk dilestarikan, yakni keberadaan REX Peunayong sebagai aktivitaspendukung di Kawasan Peunayong dan menjadi daya tarik bagi pengunjung di KawasanPeunayong terutama pada malam hari, sehingga kawasan yang dahulunya sepi bisa lebih produktif.
Tindakan pelestarian bangunan kuno di Kawasan Peunayong terbagi menjadi 3 jenis, yaitu tindakan preservasi sebanyak 8 unit bangunan, tindakan konservasi sebanyak 69 unit bangunan dan tindakan rehabilitasi atau rekonstruksi sebanyak 6 unit bangunan. Pelestarian lingkungan di Kawasan Peunayong dilakukan pada elemen-elemen fisik lingkungan yang mengalami peningkatan atau penurunan kualitas.Â
Semakin tepat kebijakan, akan semakin mendukung terjaganya warisan heritage Peunayong yang mewakili sejarah panjang sejak Kerajaan Aceh, era Kolonial Belanda dan perkembangan terbaru saat ini. Dengan mengatur keselarasan desain bangunan yang ada pada Kawasan Peunayong sekaligus sebagai upaya pengendalian pembangunan dan menerapakan strategi pelestarian.
Semoga pilihan kebijakan bisa bersahabat dengan harapan kita melestarikan warisan heritage yang penting tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H