Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Dari Sahabat Menjadi Keluarga

30 Juli 2023   12:31 Diperbarui: 26 Agustus 2023   21:15 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak jarang kita memerlakukan sebuah hubungan menjadi begitu unik. Banyak dari kita menjadi bagian dari keluarga besar yang berjauhan dan bahkan sering saling tidak mengenal. Rasa keterasingan itu bisa di lunakkan dengan membangun sebuah hubungan yang unik layaknya hubungan sahabat. Begitu juga sebaliknya yang bisa terjadi, sahabat baik kemudian berubah menjadi keluarga.

Belum lama berselang saya menonton sebuah video eksperimen sosial yang sangat menyentuh hati. Si pria pembuat konten bersama beberapa temannya menemui seorang ibu tua pedagang kaki lima di pinggiran jalan, setelah berbasa-basi, ia memborong seluruh dagangannya, agar punya alasan untuk segera meminyanya pulang.

Dan dikesempatan itu juga pria muda itu meminta izin mengantarkan si ibu tua pulang. Mereka baru bisa menyadari bagaimana kesepiannya  si ibu tua karena memang tinggal seorang diri, di rumahnya yang lumayan besar. Ketika hendak pulang si pria muda ini memberikan beberapa hadiah makanan. Tapi ditolaknya oleh si ibu tua dengan alasan, tak akan ada yang memakannya karena ia hanya seorang diri.

Dengan perasaan galau si pemuda ini akhirnya memutuskan untuk singgah lebih lama, membersihkan rumah dan memasak agar mereka bisa makan bersama. Ketika akhirnya mereka pulang, si ibu tua menangis dan bilang jika ia merasa sangat bahagia karena ada yang menemaninya makan hari ini.

Penonton bisa merasakan bagaimana kesedihan seseorang yang menghabiskan masa tuanya sendirian tanpa siapapun di rumahnya.

Cerita ini kemudian relate dengan pengalaman saya dengan anggota keluarga besar yang berjauhan, tapi kemudian terhubung secara virtual menjadi seorang "teman tapi juga saudara". Mengapa begitu?.

ngobrol dengan saudara jauh (pngtree)
ngobrol dengan saudara jauh (pngtree)

Menurutku ini adalah sebuah bentuk hubungan-relationship yang unik. Mungkin sebagian dari kita punya silsilah keluarga besar. Sebagiannya terhubung secara langsung dan sebagiannya bukan hanya tak terhubung, tapi ternyata juga menjadi "orang asing" bagi kita.

Saya menyadarinya ketika salah seorang anggota keluarga ternyata memiliki daftar silsilah keluarga, dari sebelumnya hanya berupa daftar seperti diagram, dengan kecanggihan teknologi komunikasi, akhirnya bisa ditelusuri satu persatu, dan dikonfirmasi hingga bentuknya menjadi "saudara virtual".

Dari ratusan, hingga hampir seribuan anggota keluarga yang ada, sebagian besarnya tentu saja asing. Bahwa ternyata ada anggota keluarga kita yang berada di banyak negara lain, menjadi orang penting hingga atase kedutaan, menteri, pengusaha besar. Dan tak sedikit yang bermukim di luar negeri sebagai warganegara asing, dan berwajah "bule".

Ketika kemudian kami menjalin silaturahmi, kami merasakan kesannya justru bukan sebagai saudara-begitulah persisnya yang saya rasakan karena sama sekali asing. Jadi rasanya seperti "teman".

Memang secara psikologis tipe persahabatan atau hubungan sosial menjadi sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bisa saja bentuknya seperti persahabatan Asosiatif, umumnya terbentuk karena kebersamaan dalam aktivitas atau lingkungan tertentu. Seperti  teman sekelas yang umum dialami hampir sebagian besar orang.

Sehingga bisa terkoneksi ketika saling bertemu, seperti ketika Barack Obama kecil bersekolah di Menteng, kemudian teman sekelasnya bisa berkomunikasi dengan Obama, meski kemudian menjadi Presiden negara adidaya Amerika Serikat.

Tapi bisa berwujud persahabatan resiprokal yang didasari hubungan yang lebih mendalam. Hubungan ini didasarkan pada saling pengertian, dukungan, dan rasa saling percaya. Persahabatan resiprokal melibatkan pertukaran emosi dan perasaan secara mendalam, sehingga hubungannya lebih intim dan erat.

Apakah hubungan persaudaraan yang diwujudkan secara virtual atau relasi persahabatan virtual yang saling merasa asing tapi dalam kerangka hubungan keluarga bisa memiliki kualitas yang mendalam ketika ada saling pengertian dan dukungan. Apalagi jika wujudnya adalah menyatukan hubungan keluarga besar yang terpisah-pisah namun harus terus terbangun komunikasi seperti dalam persahabatan resiprokal?. Bisa saja begitu, bahkan bisa berlanjut lebih jauh karena toh kita "keluarga" dalam arti ada darah yang mengalir dari keturunan berdasarkan silsilah yang sama.

Silaturahmi Dibantu Teknologi

Dalam era digital yang semakin maju, teknologi telah mengubah cara manusia berinteraksi dan berkomunikasi. Persahabatan virtual menjadi semakin umum terjadi, terutama melalui media sosial, forum online, atau platform komunikasi lainnya.

Meskipun persahabatan ini bersifat virtual, kualitasnya bisa sangat mendalam jika didasarkan pada saling pengertian dan dukungan. Apalagi, jika tujuan utamanya adalah menyatukan hubungan keluarga besar yang terpisah-pisah, maka membangun relasi persahabatan virtual menjadi semakin penting.

Hubungan keluarga adalah fondasi penting dalam kehidupan seseorang. Namun, dalam kenyataannya, banyak keluarga besar terpisah secara geografis karena alasan pekerjaan, studi, atau migrasi.

Terlebih lagi, pandemi global yang baru-baru ini terjadi menyebabkan lebih banyak orang terisolasi dari keluarga mereka. Dalam situasi ini, persahabatan virtual menjadi sarana yang efektif untuk mempertahankan dan memperkuat ikatan keluarga, meskipun jarak jauh terpisahkan.

Salah satu manfaat utama dari persahabatan virtual dalam kerangka hubungan keluarga adalah kemudahan dalam berkomunikasi. Melalui platform digital, keluarga yang berjauhan dapat dengan mudah bertukar pesan, gambar, atau video panggilan untuk tetap terhubung secara real-time.

Komunikasi ini dapat mengurangi rasa rindu dan kesepian, karena mereka dapat saling berbagi cerita, pengalaman, atau bahkan masalah sehari-hari.

Selain itu, persahabatan virtual juga memberikan kesempatan untuk mengenal keluarga yang mungkin tidak pernah ditemui secara fisik sebelumnya. Dengan berkomunikasi secara rutin melalui media sosial atau grup keluarga online, anggota keluarga dapat belajar lebih banyak tentang kehidupan satu sama lain, minat, dan nilai-nilai yang mereka miliki. 

Hal ini bisa menciptakan ikatan yang lebih kuat dan pemahaman yang lebih mendalam antara anggota keluarga.

Kualitas mendalam dari persahabatan virtual dalam hubungan keluarga juga dapat tercipta melalui dukungan emosional. Dalam situasi sulit atau ketika anggota keluarga membutuhkan bantuan, dukungan dapat diberikan melalui pesan teks, panggilan video, atau bahkan pertemuan virtual. Persahabatan virtual ini bisa menjadi tempat curhat atau tempat mencari nasihat dari anggota keluarga yang lebih tua atau berpengalaman.

Namun, seperti halnya dalam persahabatan konvensional, membangun dan mempertahankan persahabatan virtual dalam kerangka hubungan keluarga juga memiliki tantangan. Salah satu tantangannya adalah menjaga kualitas komunikasi dan interaksi yang intim.

Terkadang, terlalu banyak informasi yang bersifat dangkal dan kurangnya interaksi langsung bisa membuat hubungan terasa renggang. Oleh karena itu, penting untuk mengalokasikan waktu dan usaha untuk berkomunikasi secara lebih mendalam dan menciptakan momen yang berarti, seperti mengadakan pertemuan virtual keluarga secara berkala.

Tantangan lainnya adalah mengenali dan mengatasi misinterpretasi atau konflik yang mungkin muncul dalam komunikasi virtual. Dalam konteks digital, pesan dan emosi dapat dengan mudah disalahartikan tanpa ekspresi wajah dan bahasa tubuh. Oleh karena itu, penting untuk selalu mengutip dengan benar dan memberikan klarifikasi jika ada ketidakjelasan.

Menepis Fenomena Kodokushi Dalam Keluarga Besar

tinggal sendiri sebuah pilihan atau rusaknya hubungan (rukita)
tinggal sendiri sebuah pilihan atau rusaknya hubungan (rukita)

Kodokushi secara khusus mewakili situasi di mana seseorang meninggal tanpa dapat meminta bantuan. Istilah terkait termasuk kematian soliter yang digunakan publik, dan kematian soliter yang hanya mengacu pada situasi di mana orang yang menyendiri sekarat di rumahnya "Lonely death" diciptakan oleh media pada tahun 1970-an ketika penuaan menjadi masalah di Jepang.

Didunia ini banyak orang yang hidupnya berakhir menyendiri karena memang tak lagi memiliki keluarga terdekat atau tak ada lagi komunikasi dengan keluarga jauh lainnya.

Dan jika ini terjadi pada keluarga besar kita, sebenarnya juga patut disayangkan. Karena tak semua anggota keluarga besarnya tak peduli padanya, mungkin ada yang senasib, atau berada dalam situasi yang kurang lebih bisa saling melengkapi. Intinya masih tetap ada kepedulian.

Salah satu yang paling menarik dari pengalaman persahabatan virtual dalam kerangka keluarga adalah bahwa melalui platform digital, keluarga yang berjauhan dapat tetap terhubung secara real-time. Terutama komunikasi yang bisa menjembatani anggota keluarga yang kini tinggal terpisah sendirian tanpa anggota keluarga karena faktor kematian atau berpisah, dan hidup menyendiri seperti fenomena Kodokushi.

Hubungan yang terjalin meskipun awalnya melalui persahabatan virtual, bisa mengurangi rasa rindu dan kesepian diantara para keluarga yang membutuhkan, karena mereka dapat saling berbagi cerita, pengalaman, atau bahkan masalah sehari-hari.

Ini adalah salah satu bentuk hubungan sosial yang menarik untuk kita kaji ulang. Membangun silaturrahmi diantara anggota keluarga besar meskipun hanya secara virtual, dan dimulai dari bentuk persahabatan virtual, karena sama-sama asing bisa menjadi perekat  terjalinnya kekeluargaan.

Dan banyak hal bisa diperoleh manfaatnya, bisa saling membantu, mengisi kekosongan, terhubung saat di negara asing, saat studi, bekerja. Atau seperti yang terakhir, minimal kita bisa menjadi teman bagi saudara kita yang tinggal sendirian, sehingga ia akan tetap bisa merasakan kehangatan sebuah keluarga.

referensi: 1,2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun