Mendengar masih adanya beberapa daerah tak bisa merealisasikan APBDnya, padahal telah memasuki masa setengah tahun anggaran di tahun 2023, kita jadi ikut berpikir serius dan kritis, mengapa dengan ketersediaan alokasi anggaran pembangunan di masing-masing daerah yang telah diplotkan dari Pusat, masih mengalami kesulitan saat realiasasi.Â
Mungkin sebagian daerah  bermasalah memang mengalami defisit, karena kebutuhannya memang besar, sementara sebagian lainnya kelebihan budget dan tak bisa menghabiskan, atau tersedia anggaran namun perencanaan pembangunannya kurang matang.
Karena kabar terbaru dari Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro menyebutkan bahwa capaian realisasi anggaran, salah satunya realisasi pendapatan tingkat kabupaten atau kota baru mencapai 43,21 persen per 21 Juli 2023.
Bisa jadi masalahnya bisa kita lihat dari dua sisi. Pertama ada hubungannya dengan pendapatan asli daerah yang fluktuatif dan sangat minim sebagai salah satu sumber anggaran pembangunan. Kedua, Penggunaan alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran. Kedua masalah tersebut saling berkaitan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah instrumen vital bagi pemerintah daerah dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Namun, realitas yang mengejutkan adalah rendahnya penyerapan APBD yang sedang terjadi di beberapa daerah dan menjadi masalah yang berulang.
Padahal seperti kita tau, banyak persoalan di daerah yang perlu dibenahi dan membutuhkan pendanaan mestinya ketika dananya tersedia, langsung bisa direalisasikan sesuai kebutuhan berdasarkan anggaran yang telah disusun oleh Pemerintah daerah (eksekutif) bersama, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)-legislatif.
Apakah kemudian ada alokasi yang tidak sesuai peruntukan atau alokasinya dananya ternyata tidak mencukupi karena didaerah terjadi perubahan rencana saat mengatasi masalah yang ada. Seperti misalnya ada prioritas yang tiba-tiba muncul dan harus segera ditangani daripada yang lainnya, sehingga harus menggunakan skala prioritas. Seperti dalam kasus Pandemi yang lalu.
Ketergantungan daerah pada dana alokasi dari Pemerintah Pusat, memang bisa menimbulkan masalah seperti kemalasan fiskal yang menghambat pertumbuhan dan kemajuan pemerintahan daerah. Solusinya bukan menghilangkannya tapi bagaimana merestrukturisasi masalahnya agar bisa selesai.Â
Selama ini pemerintah daerah tak berupaya lebih keras untuk menambah perolehan Pendapatan Daerahnya sendiri, Â seperti dari penerimaan pajak dan pendapatan lainnya, dari perdagangan, pariwisata, pertanian dan perkebunan, perikanan dan pertambangan, karena ada alokasi dari Pusat.Â
Mengapa pajak disebut sebagai salah satu instrumen dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), karena pajak berfungsi budgetair, atau fungsi anggaran sebagai sumber penerimaan kas negara. Pajak yang dikumpulkan dari masyarakat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Semakin banyak masyarakat yang membayar pajak, maka semakin besar pula pendapatannya.
Begitu juga dengan Fungsi alokasi, karena pajak digunakan untuk mendanai atau menyediakan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat. Misalnya untuk pembangunan sarana dan prasarana atau bahkan membangun sebuah infrastruktur. Dan fungsi distribusi atau pemerataan. Artinya, dengan pendistribusian pajak secara merata diharapkan dapat memperbaiki taraf hidup masyarakat.Â