teknologi hadir membawa dua pilihan; kebaikan yang memudahkan kerja-kerja kita sebagai manusia dan tentu saja sisi negatif yang bisa membuat manusia malas, dan ketergantungan layaknya candu. Â Dan baik buruk teknologi itu, seperti sebuah mata pisau, tergantung bagaimana memanfaatkannya, termasuk kehadiran ChatGPT (Generative Pre-trained Transformer) .
Sejak lamaSebenarnya diajarkan atau tidak, remaja atau para siswa dengan sifat ingin tahunya yang besar (curiosity), telah lebih dulu mengetahui hadirnya ChatGPT daripada kebanyakan gurunya. Apalagi guru "senior" yang sebagiannya merasa gaptek-gagap dengan teknologi.Â
Jadi apakah keputusan untuk mengajarkan chatGPT Â bisa dianggap mencerdaskan atau justru menjerumuskan para siswa, telah menjadi debat lama. Saat ini sebenarnya kita justru masih galau dengan masalah Clip thingking, karena pesatnya perkembangan informasi.
Begitu cepatnya informasi berdatangan membuat anak-anak kita tak mampu menyerap dengan benar setiap informasi yang datang, sehingga hanya paham sekilas atau bergantung pada alat untuk mengetahuinya. Bayangkan saja, saat ini kita butuh informasi apa saja bisa meminta bantuan mesin pencari Google. Kini ditambah lagi dengan ChatGPT yang membantu kita dari sisi lainnya.
Tapi bagaimanapun kita tak bisa lepas dari teknologi, selain kekuatan jaringan (network), pemahaman tentang objek disiplin ilmu utama kita, penguasaan teknologi menjadi sebuah keharusan agar tak tertinggal informasi.
Sebagai guru yang juga diberi tanggung jawab mengelola laboratorium komputer, saya berusaha mengoptimalkan manfaatnya agar dapat bermanfaat untuk sebesar-besarnya bagi peningkatan kecerdasan para guru dan siswa.Â
Terutama bagi para guru, mengingat banyak sekali tugas yang harus dikerjakan, apalagi ketika diberlakukannya Kurikulum Merdeka yang mengharuskan para guru berkreatifitas dengan materi pembelajaran yang harus disesuaikan dengan perkembangan kekinian zaman.
Belajar ChatGPT di Kelas IT
Penggunaan ChatGPT (Generative Pre-trained Transformer) atau kecerdasan buatan memang masih menjadi topik perdebatan di dunia pendidikan. Terutama ketika melibatkan siswa, ada dilema antara menggunakan ChatGPT sebagai alat pembelajaran yang inovatif yang dapat mencerdaskan atau apakah penggunaan ChatGPT justru akan menjerumuskan siswa ke dalam kemalasan kreativitas.Â
Namun harus juga dilihat secara luas manfaat dan tantangan yang mungkin muncul ketika mengajarkan ChatGPT kepada siswa, dan mengeksplorasi cara memanfaatkannya secara bijak untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal.
Penggunaan ChatGPT dalam pendidikan menawarkan potensi yang menarik untuk mencerdaskan siswa. ChatGPT dapat digunakan sebagai alat pembelajaran yang interaktif dan dapat memfasilitasi pemahaman konsep, meningkatkan keterlibatan siswa, dan memberikan respons instan dalam proses belajar.Â
Dengan kemampuan siswa untuk menyediakan informasi dan menjawab pertanyaan, ChatGPT dapat membantu siswa memperdalam pemahaman mereka tentang berbagai subjek dan memperluas wawasan mereka. Penggunaan ChatGPT juga dapat menginspirasi kreativitas dengan memicu pertanyaan yang menantang, membangkitkan ide baru, dan mendorong eksplorasi lebih lanjut.
Tantangan yang perlu diperhatikan adalah pola ketika mengajarkan ChatGPT kepada siswa, terutama dengan kekuatiran adanya potensi kemalasan kreativitas.Â
Terlalu bergantung pada ChatGPT dapat menghambat siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreativitas mereka sendiri. Jika siswa hanya mengandalkan ChatGPT untuk mendapatkan jawaban tanpa melakukan refleksi mandiri atau proses pemecahan masalah, maka mereka mungkin kehilangan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berpikir yang esensial.Â
Selain itu, kemungkinan adanya kesalahan atau kekurangan dalam respons yang diberikan oleh ChatGPT juga perlu diperhatikan, karena siswa mungkin mengadopsi informasi yang tidak akurat atau kurang mendalam. Bagaimanapun ChatGPT juga mesin atau robot yang masih dalam pengembangan dan bisa melakukan kesalahan dalam penyampaian informasi, sehingga tetap harus di cek and ricek.
Bijak ber-ChatGPT dalam Pembelajaran
Untuk mengatasi dilema ini, penggunaan ChatGPT dalam pembelajaran harus dilakukan dengan bijaksana. Mungkin kita perlu menerapkan beberapa pendekatan untuk mengatasinya:
Dukungan Pembelajaran Kolaboratif, dimana ChatGPT dapat digunakan sebagai alat bagi para siswa berinteraksi dan berdiskusi dengan ChatGPT bersama siswa lainnya. ChatGPT bisa menjadi sumber inspirasi dan pembimbing, tetapi siswa tetap diharapkan untuk berpartisipasi aktif, berbagi ide, dan mempertanyakan jawaban yang diberikan.
Ketrampilan  Berpikir Kritis, ketika menggunakan Chat GPT perlu penekanan pada keterampilan berpikir kritis. Guru perlu memberikan arahan yang jelas dan memastikan siswa melibatkan pemikiran kritis dan analisis terhadap respons yang diberikan oleh ChatGPT. Diskusi kelas dan tantangan pemecahan masalah juga dapat digunakan untuk membangun keterampilan berpikir yang lebih mendalam.
ChatGPT Sumber Informasi, Bukan Pengganti Guru: Guru tetap memegang peran penting dalam pembelajaran. Guru harus mengarahkan siswa untuk menggunakan ChatGPT sebagai sumber informasi tambahan, mengonfirmasi kebenaran jawaban dengan penelitian lebih lanjut, dan memastikan bahwa siswa tetap aktif dalam proses belajar.
Apalagi ketika mengintegrasikannya dengan tugas agar menghasilkan karya orisinal, dan menunjukkan pemahaman yang lebih dalam. Ini akan mendorong siswa mendapatkan informasi yang lebih banyak daripada respons yang diberikan oleh ChatGPT, sehingga kreativitasnya makin berkembang.
Kelas Menulis Kreatif Dengan ChatGPT
Apakah bisa disebut kreatif?. Kami pernah berdiskusi dengan siswa dan guru diawal rencana pembelajaran menggunakan aplikasi Chat GPT. Menurut kami, aplikasi itu bisa menjadi perantara agar siswa belajar bagaimana berpikir secara runut dan sistematis.
Meski dengan banyak keterbatasan, ChatGPT menyediakan informasi dasar bagi para siswa ketika memulai pembelajaran menulis. Secara bertahap mereka akan memahami bagaimana proses tulisan di buat.
Siswa juga belajar menemukan data tambahan untuk dimasukkan dalam tulisan yang masih mentah tersebut agar menjadi lebih menarik. Karena jika berharap sepenuhnya pada hasil tulisan rekaan dari ChatGPT ternyata beberapa siswa kemudian merasa bosan. Apalagi siswa yang memiliki talenta menulis dengan gaya yang khas.
Sebagian malah merasa terganggu dan lebih memilih menulis "normal". Hanya saja pengetahuan tentang Chat GPT tetap diperlukan untuk kebutuhan penulisan yang lebih serius, atau ketika para siswa buntu dan tidak memahami konteks sebuah masalah yang harus mereka jadikan bahan tulisan.
Bagaimanapun tetap perlu diwaspadai dampak samping, kemalasan kreativitas. Dalam menghadapi situasi dilematis ini, penting bagi guru memastikan siswa tetap aktif secara kognitif dan berpikir kritis. Dengan memperkuat keterampilan berpikir kritis, mempromosikan kerja kolaboratif, dan mengarahkan siswa untuk mengembangkan ide-ide mereka sendiri.
Teknologi akan terus berkembang dengan dinamis seiring meningkatnya kemampuan manusia, jadi siapa tak up date teknologi nanti akan tertinggal di belakang dan tak memiliki daya saing.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H