Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jangan Biarkan Emosi Anak "Sakit" Berkepanjangan!

5 Juli 2023   21:41 Diperbarui: 11 Juli 2023   09:50 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
reaksi orang tua ketika anak bermasalah emosionalnya-sumber gambar-republika

Ketika mengikuti tumbuh kembang anak, orang tua sebenarnya juga menghadapi dilema. Di satu sisi sebagai orang tua kita tahu, bahwa tidak selamanya anak akan selalu berada di bawah lindungan kita. Anak harus belajar mandiri. Tapi dengan keterbatasan kemampuan dan emosi serta mentalnya,  orang tua juga tak bisa begitu saja melepas anak-anak menjadi lebih bebas dan mandiri.

Apalagi dilingkungan perkotaan yang memiliki bahaya yang risiko lebih riskan daripada kehidupan anak-anak di pedesaan. Artinya masing-masing punya risiko, namun punya perbedaan besar dan kecil risikonya.

Namun dalam banyak kasus, ketika tekanan ekonomi begitu ekstrim, dan sulit mencari pilihan lain, banyak anak-anak kehilangan hak-hak mereka karena orang tua bertindak di luar "aturan" dan melawan kodrat anak.

fungsi afeksi keluarga membantuk kesehatan emosional positif-sumber gambar-dictio.id
fungsi afeksi keluarga membantuk kesehatan emosional positif-sumber gambar-dictio.id

interaksi anak dan orang tua ketika emosi-sumber gambar-klik dokter 2
interaksi anak dan orang tua ketika emosi-sumber gambar-klik dokter 2

Keberadaan keluarga dengan fungsi afektif menjadi sangat penting. Fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga. Didalamnya berkaitan dengan sikap saling mengasihi, saling mendukung dan saling menghargai antar anggota keluarga.

Menurut Friedman (1986), definisi fungsi afektif keluarga adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikosial, saling mengasah dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung. Fungsi afektif ini merupakan sumber kebahagiaan dalam keluarga. Keluarga memberikan kasih sayang dan rasa aman. Perhatian diantara anggota keluarga, membina kedewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.

Otonomi dan Risiko

otonomi anak dan orang tua yang memberi kebebasan-sumber gambar-guru.or.id
otonomi anak dan orang tua yang memberi kebebasan-sumber gambar-guru.or.id
Sebenarnya seberapa besar kebebasan yang bisa diperoleh anak kita untuk bisa beradaptasi dengan lingkungannya?. Apakah kita mengizinkan anak menemukan pengalaman  'berbahaya', dengan harapan mereka bisa belajar dari pengalaman itu?.  Atau lebih baik kita bersifat protektif saja demi keselamatan anak sekalipun dianggap mengekang?.

Bagi sebagian orang tua masalah itu menjadi dilematis. Antara keinginan memberi ruang kebebasan alias otonomi, dan rasa kuatir jika mendapat masalah. Karena sebenarnya memberi anak kebebasan untuk berkembang dan bisa beradaptasi dengan lingkungan yang berubah, adalah hak anak. Bagi anak- anak kesempatan itu dibutuhkan dan harus dihargai, meski dengan pengawasan.

Hingga saat ini anak Indonesia masih banyak yang terancam masalah dari kekerasan seksual, eksploitasi, akses kesehatan dan pendidikan layak hingga urusan narkoba. Dan orang tua harus turut bertanggungjawab mengatasinya.

Kita kuatir lingkungan selain keluarga akan memberi dampak negatif. Mungkin anak- anak cenderung berpikir bahwa, lingkungan di luar rumahnya juga akan bersikap sama kepadanya, meski faktanya banyak kekerasan menimpa anak- anak di luar sana.

Dalam situasi demikian, menjadi sangat dilematis bagi orang tua, apakah membiarkan anak selalu dalam pengawasan atau memberi sedikit ruang untuk merasakan pengalaman yang berbeda agar belajar dari kelemahan dan kesalahannya.

Otonomi dalam batasan tertentu bagaimanapun dibutuhkan anak sebagai bagian dari hak individualnya. Untuk memberikan ruang belajar dan pembelajaran tentang hidup dan kehidupan. Dengan memahami realitas kehidupan yang sebenarnya, dengan bimbingan keluarga, lingkungan, sekolah, dan alam bisa membantu tumbuh kembang emosinya.

Mengelola Emosi Anak

cara orang tua bereaksi atas kemarahan anak-sumber gambar-klik dokter
cara orang tua bereaksi atas kemarahan anak-sumber gambar-klik dokter
Mengelola emosi anak memang aspek penting yang harus dipahami oran tua dalam mendukung perkembangan mereka secara holistik. Emosi yang sehat dan terkelola dengan baik akan membantu anak dalam menghadapi tantangan, termasuk masalah di sekolah dan di luar rumah.

Bagaimana peran krusial orang tua dalam mengelola emosi anak, terutama saat menghadapi masalah di sekolah dan di luar rumah, tentu saja dengan memahami dan menerapkan strategi yang tepat. Agar  orang tua bisa berperan menjadi pendukung yang kuat dalam membantu anak menghadapi dan mengatasi berbagai situasi yang menantang secara emosional.

Barangkali tak sedikit pengalaman kita sebagai orang tua berinteraksi dengan anak mengatakan, "Anak laki-laki nggak boleh nangis!". Atau "Kok nangis terus? Cengeng!" atau " dasar anak penakut!. Begitu juga reaksi keras kita sebagai orang tua ketika anak marah, atau bahkan tantrum.

Sebagai orang tua dengan pengalaman mengatasi masalah emosi anak-anak kita, sebenarnya kita termasuk jenis yang mana?.

Dismissing Parents; Orang tua yang cenderung mengabaikan atau meremehkan anak ketika mereka berperilaku atau menunjukkan emosi negatif. Misalnya jika anak tantrum, mereka cenderung memilih mendiamkan saja karena toh nanti berhenti sendiri marahnya atau menangisnya.


Disapproving Parents;  jika kita jenis orang tua yang langsung bereaksi mengkritik dan menghukum anak ketika menampilkan emosi. Sebagai orang tua bahkan tak segan memukul dan  menghukum anak ketika marah atau tantrum.


Laissez-Faire Parents; Ketika  emosi anak meledak, sebagai orang tua justru tidak bertindak atau memberikan arahan bagaimana anak harus mengelolanya dan tidak memberikan batasan perilaku yang dibolehkan bagi anak. Dengan acara ini pola pengasuhannya menjadi tidak efektif. Seringkali anak justru memicu masalah perilaku anak, masalah pertemanan, masalah emosi, bahkan self esteem yang buruk karena mendapat pola asuh orang tua seperti ini.

Emotion Coach Parents; Barangkali ini tipe orang tua yang paling ideal. Ini karena orang tua berusaha menerima apapun keluhan emosi anak, lalu membimbing  untuk menyelesaikan masalah secara tepat.

Ternyata banyak hal yang harus kita jadikan pertimbangan;

Memahami Emosi Anak

reaksi orang tua ketika anak bermasalah emosionalnya-sumber gambar-republika
reaksi orang tua ketika anak bermasalah emosionalnya-sumber gambar-republika

Langkah ini penting dijadikan standar para orang tua ketika harus memahami anak-anaknya dengan memahami emosi anaknya. Setiap anak memiliki cara unik dalam merespon dan mengungkapkan emosi mereka.

Sebagai orang tua kita perlu belajar  menjadi pendengar yang baik dan dengan empati. Termasuk meihat bagaimana ekspresi non-verbal ketika berkomunikasi dengan anak untuk memahami apa yang mereka rasakan.

Sebab selain berbicara, anak-anak juga mengekspresikan emosi melalui bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan tindakan mereka. Orang tua harus belajar membaca tanda-tanda ini agar lebih mudah memahami apa yang anak rasakan dan memberikan respon yang sesuai.

Secara tidak langsung tindakan tersebut bisa membantu orang tua mengidentifikasi dan mengartikan perasaan anak-anak mereka dengan lebih baik.

Anak yang cenderung  diabaikan, merasa bahwa oran tuanya tak bisa dijadikan tempat untuk mengadu setiap kali mendapat masalah diluar.

Membangun Komunikasi Terbuka dan empati

Sebagai bentuk komunikasi yang interaktif antara orang tua dan anak, orang tua harus menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung di mana anak merasa nyaman berbagi pikiran, perasaan, dan masalah yang mereka hadapi.

Apalagi dengan begitu kompleksnya masalah yang dihadapi anak di sekolah atau di luar rumah, sehingga jalinan komunikasi yang baik dengan anak untuk mendengarkan keluhannya, memberikan dukungan, dapat membantu mereka menemukan solusi yang tepat.

Dulu kita bisa merasakan manfaatnya ketika kita bisa makan bersama di satu meja makan yang sama. Ketika anak-anak bercerita tentang kejadian yang mereka alami dan kita menjadi pendengarnya. Dengan cara itu anak-anak merasa orang tuanya selalu "ada" untuk mereka.

Mengajarkan Keterampilan atau kemandirian Mengatasi Masalah

Meskipun kita sebagai orang tua akan selalu ada mendukung anak, membelanya apapun yang terjadi, namun orang tua juga bisa membantu anak mengembangkan keterampilan mengatasi masalah yang efektif.

Paling tidak ketika menghadapi masalah disekolah, kita tak selalu memposisikan sebagai orang yang selalu bisa menyelesaikan masalah. Seperti umumnya, jika anak berkelahi, lantas orang tuanya akan membela membabi buta,sehingga anak merasa manja.

Dalam menghadapi masalah di sekolah atau di luar rumah, anak perlu belajar bagaimana mengidentifikasi masalah, mengevaluasi pilihan yang ada, dan memilih solusi yang tepat.

Orang tua bisa memberikan contoh atau cara yang sehat dan tepat untuk mengekspresikan emosi, ketika mengatasi masalah sehari-hari, agar anak belajar berpikir kritis, dan bisa belajar mengambil tanggung jawab atas keputusan mereka sendiri, tanpa melampiaskannya dengan cara yang negatif. Dengan keterampilan ini, anak akan merasa lebih percaya diri dalam menghadapi tantangan dan mengelola emosi mereka dengan lebih baik.

Mengatur Lingkungan yang Mendukung

Bentuk dukungan agar anak belajar bertanggungjawab atas masalah yang mereka hadapi adalah dengan membuat lingkungan di rumah dan di sekolah ikut mendukung mereka dalam mengelola emosi anak.

Jika dirumah anak merasa mendapat  mendukung dan positif dari orang tua di rumah, anak akan merasa diterima, dan dihargai. Begitu juga ketika orang tua bisa berkomunikasi dengan guru dan staf sekolah untuk memastikan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak.  Dengan sesekali menanyakan kabar anak, perilaku anak, kemungkinan adanya gangguan atau masala, bisa kita deteksi keadaan anak kita.

Tidak itu saja, peran orang tua menjaga kestabilan emosi anak juga perlu melibatkan kedisiplinan ketika mengatur rutinitas agar konsisten, termasuk waktu tidur yang cukup, dan pola makan sehat. Dengan memiliki pola kepribadian baik, dimulai dari diri sendiri.

Mengajarkan Strategi Regulasi Emosi

Mengapa penting adanya aturan main mengatur emosi?. Regulasi emosi penting diajarkan kepada anak untuk membantu anak mengembangkan aturan tentang emosi yang positif. Bahkan untuk hal-hal yang sangat teknis seperti teknik pernapasan, meditasi, olahraga, atau kegiatan kreatif juga perlu diajarkan. Dengan mengenali emosi-emosi yang berbeda, mereka juga belajar bagaimana cara mengelola mereka dengan cara yang sehat dan konstruktif.

Hindari Hukuman Berlebihan

Ketika anak menghadapi masalah di sekolah atau di luar rumah, hindari memberikan hukuman berlebihan sebagai reaksi. Alih-alih, gunakan kesempatan ini sebagai momen pembelajaran. Ajak anak berbicara tentang tindakan mereka dan bersama-sama cari solusi yang lebih baik untuk mengatasi masalah di masa depan. 

Dalam banyak pengalaman, anak yang berperilaku "jahat" ternyata juga karena "belajar" dari kekerasan yang diterimanya di rumah, dari rasa takut yang dirasakan dan kemudian mempraktikannya kepada orang lain di luar rumah.

Keberadaan fungsi afektif keluarga menjadi "kebutuhan" ketika keluarga berusaha menjaga harmonisasinya, membantu anak mengelola kesehatan emosionalnya, ketika menghadapi begitu banyak masalah di sekolah dan di luar rumahnya.

Mengelola emosi anak memang tidak mudah, membutuhkan kesabaran, perhatian, dan kesediaan untuk mendengarkan. 

Orang tua yang sering berkomunikasi dengan anak secara terbuka, memberikan dukungan emosional, dan membantu anak mengembangkan keterampilan emosional akan memberi dampak positif membantu anak tumbuh menjadi individu yang sehat secara emosional. 

 referensi; 1,2,3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun