Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

"Libur Kok Nangis?" antara Holiday Blues vs Quality Time

1 Juli 2023   20:28 Diperbarui: 3 Januari 2024   13:14 2033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pulang liburan. (DOK KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF via kompas.com)

"Adek nggak suka libur, di rumah sepi nggak tau mau ngapain!. Mending sekolah banyak teman!". 

Saat mulai liburan anak justru merasa sedih, apakah itu pertanda buruk?. Putri saya pernah mengeluh begitu, ketika liburan baru saja dimulai. Mungkin keluhan itu tak hanya dirasakan putri saya, mungkin juga banyak anak-anak lain merasakan hal yang sama justru saat liburan tiba. 

Sebab yang klise, karena orang tua sibuk dengan pekerjaannya, apalagi jika itu tuntutan ekonomi. Bahkan saat orang tua berada di rumah, waktu habis hanya untuk beristirahat.

Atau sebagai orang tua kita berpikir, karena sedang libur, anak-anak dibebaskan melakukan apa saja, termasuk bermalas-malasan di rumah. Padahal anak-anak berharap sebaliknya, kita punya rencana terbaik untuk liburan mereka.

Kami biasanya mengakalinya dengan, meminta anak-anak mengusulkan ide dan rencana liburannya,  syaratnya selama masih bisa dikompromikan dan bisa dipertimbangkan budgetnya. 

Tapi jika semuanya tak punya waktu untuk keluar, kami memilih menjadikan rumah sebagai tempat berlibur yang seru!.

Apakah semua orang merasa gembira saat liburan?.

bermain bersama di rumah-sumber gambar orami.co.id
bermain bersama di rumah-sumber gambar orami.co.id

Memangnya gejala aneh apa yang terjadi jika ada orang justru merasa sedih ketika diberi liburan?. Apakah karena tak punya rencana kegiatan saat liburan, apalagi belakangan kita baru bangkit dari ekonomi syulit paska pandemi?.

Sebenarnya munculnya rasa sedih saat liburan tiba itu bukan karena kita plin plan, tapi memang ada potensi gangguan psikologis. Biasanya disebut fenomena "holiday blues".

Berbeda dengan fenomena "post-holiday blues", gangguan psikologi yang banyak dirasakan orang karena liburan akan berakhir. Sedangkan istilah "holiday blues"adalah gangguan psikologi karena libur tiba. Bagaimana semua itu bisa terjadi, kok aneh ya, libur justru merasa sedih.

Mengembalikan Mood Liburan

Ibu sibuk tak bisa menemani anak saat liburan-sumber gambar-biMBA AIUEO
Ibu sibuk tak bisa menemani anak saat liburan-sumber gambar-biMBA AIUEO

Memang tak banyak penelitian soal emosi liburan, tetapi ada sebuah survei di tahun 2006 oleh American Psychological Association (APA). Ternyata  ada 78 persen orang sering merasa bahagia, saat liburan, sebaliknya juga ada 68 persen orang justru merasa lelah saat liburan.

Menurut Laurentius Purbo Christianto, Dosen Psikologi Unika Atma Jaya. Mengutip dari NAMI-The National Alliance on Mental Illness, University of Maryland (2018), "holiday blues" adalah perasaan cemas sementara atau depresi yang dialami selama periode liburan. 

Bagi anak-anak, "holiday blues" biasanya terjadi karena anak merasa sedih berpisah dengan teman-teman dekatnya, atau tak ada teman di rumah. Bahkan karena merasa akan banyak dilibatkan dalam urusan rumah, seperti beberes rumah yang bisa menjadi tekanan. Padahal jika tidak liburan, anak-anak sedikit bebas dari tugas rumahan. Sehingga ada anak yang lebih suka bersekolah daripada berlibur di rumah.

Fenomena itu muncul karena tidak semua anak bisa beradaptasi dengan perubahan saat liburan, meskipun hanya sebentar. Apalagi jika pusat kegembiraanya ada di sekolah. Termasuk  kemampuan anak menjaga relasi sosial, serta kondisi keluarga si anak.

Aktifitas rutin di rumahpun bisa jadi seru-sumber gambar-alodokter
Aktifitas rutin di rumahpun bisa jadi seru-sumber gambar-alodokter

Sebenarnya, keluarga serta kerabat dekat bisa berperan mengatasi munculnya fenomena "holiday blues". 

Selain ajakan berliburan seperti umumnya, di rumah anak juga bisa diberi kelonggaran "aturan" rumah yang ketat selama masa liburan. Anak juga harus tetap diberi kesempatan untuk terhubung dengan teman-teman mereka. Jika mungkin terlibat dalam kegiatan bersama yang positif dalam sebuah kegiatan komunitas.

Namun tak ada salahnya jika kita tetap "membebani" anak dengan tanggungjawab beberes rumah, tapi lebih fleksibel, biar anak merasa nyaman dengan liburannya.

Cara yang lebih mudah untuk membuat "holiday blues" tak menganggu mood liburan kita, mungkin bisa diatasi dengan ;

Gunakan maktu tidur yang cukup meski sedang liburan; Cobalah untuk membangun kebiasaan tidur yang cukup dan rutin setiap hari. Istirahat yang cukup dapat meningkatkan suasana hati dan membantu kita merasa siap untuk menjalani liburan. Artinya boleh begadang, tapi juga ada aturan mainnya dan kita sendiri yang atur.

Manfaatkan waktu dengan orang tua, teman terdekat;  Tak mesti harus dengan rekreasi. Cukup mengundang teman ke rumah untuk menghabiskan waktu liburan bersama. Nobar, memasak resep pilihan di kanal medsos, atau sekedar menyalurkan hobi bersama, bahkan ikutan membongkar buku di pustaka rumah  jika teman penyuka buku sudah menjadi kegiatan seru.

Tetaplah jaga vitalitas dengan berolahraga lebih santai tapi teratur; ini penting. Rencanakan berolahraga, dengan pilihan yang sesuai hati; berenang, basket atau sekedar jogging sambil menikmati jalan santai.

Ternyata mengembalikan mood saat terkena fenomena "holiday blues" tak selalu harus dengan menguras kantong. Apapun rencana yang bisa bikin mood nyaman, patut dicoba lho.

Menjadikan Quality Time Solusi

Jika pertimbangan kita harus mikir soal budget, transportasi, saat merencanakan liburan, sebenarnya cara yang paling seru adalah menjadikan rumah sebagai "pusat acara liburannya".

Banyak hal yang bisa kita lakukan di rumah, meski memang harus dikompromikan. Ada rencana liburan yang memang jadi agenda anak-anak, tapi juga ada agenda orang tua yang dikombinasikan dengan rencana anak.

Seringkali kita punya "harta karun", yang bisa menjadi bagian dari keseruan rencana liburan bersama keluarga. 

Dulu sewaktu baru pindah rumah, kami menyimpan banyak tumpukan barang di beberapa titik di rumah. Sebenarnya barang-barang itu sedikit spesial. Beberapa berupa kardus tumpukan buku, beberapa lainnya berisi koleksi barang-barang yang entah apa saja yang kami simpan di pojokan rumah.

Di sebuah loteng kecil tempat penyimpanan barang sementara justru teronggok banyak tumpukan pakaian lama yang layak pakai, yang sebagiannya telah di packing dalam kardus dan bahkan tak pernah kami buka selama bertahun-tahun.

Di saat liburan seperti saat inilah, "harta karun" itu kami bongkar. Beberapa barang kami agendakan akan kami bagi dengan orang yang membutuhkan.

Di sela acara bongkar "harta karun" itu, kami merencanakan untuk masak bersama dan makan bersama "di luar". Maksudnya dikebun belakang rumah dengan menggelar tikar layaknya seperti di camping ground. 

Kemasan berlibur di rumah yang kami buat jadi seru dengan anak-anak membuat kita tak cuma bisa "membereskan" beberapa masalah "sampah" dirumah, tapi juga menjadi keseruan sendiri. Selama liburan itu, kami menyepakati untuk tak menggunakan gadget secara berlebihan, kecuali di malam hari. 

bermain scrable bersama seluruh anggota keluarga saat liburan-sumber gambar-popmama.com
bermain scrable bersama seluruh anggota keluarga saat liburan-sumber gambar-popmama.com

Itupun jika kami tak memanfaatkannya untuk bermain Scrable. Atau permainan lain yang direkomendasikan oleh anak-anak.

Mungkin para pakar ada yang menyebutnya sebagai "Quality Time". Ketika orang tua dan anak berinteraksi lebih intensif, fokus pada kebersamaan.

Jika diterjemahkan secara harfiah artinya "waktu yang berkualitas". Sebagai manusia, kita semua punya cara yang berbeda dalam memberi dan menerima cinta seseorang. Salah satu caranya bisa dengan menghabiskan waktu berkualitas, atau yang disebut dengan quality time.

Quality time termasuk ke dalam salah satu love language atau bahasa cinta yang paling mudah untuk dipahami, tapi juga paling mudah untuk disalahartikan. Apalagi dijaman kekinian, ketika padatnya aktivitas banyak orang lebih memilih berdamai dengan kecanggihan teknologi ketimbang ngobrol dengan orang yang ada di depannya.

Gary Chapman, seorang penulis buku mendefinisikan quality time sebagai penegasan  (words of affirmation), sentuhan fisik (physical touch), pelayanan (acts of service), dan menerima hadiah (receiving gifts). Intinya kemampuan menyediakan waktu luang di tengah kesibukan, tidak bergantung pada lamanya pertemuan, tapi pada kualitasnya. Dan saat liburan menjadi peluang mewujudkannya. 

referensi: 1,2,3,4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun