Siswa atau anak-anak kita adalah representasi dari kita dalam wujud kecil. Kita bisa merasakan masalah-masalah yang dihadapi mereka, karena kita juga pernah memiliki pengalaman yang mungkin persis sama. Â
Intinya, mereka adalah kita dalam wujudnya yang kecil, mereka mempunyai rasa seperti kita, kecuali barangkali tanggungjawab besar sebagai orang tua dan "penguasa" rumah tangga.
Setiap kali mengalami kejadian atau bersentuhan dengan pengalaman baru dengan siswa, ketika kembali ke rumah, saya mencoba merenung. Bukan tentang apa atau siapa, tapi tentang-anak-anakku sendiri di rumah. Apakah benar mereka juga memiliki masalah yang sama, tapi tak pernah menceritakan kepada kita?. Â
Apakah kami pernah bertengkar, marah hanya karena hal-hal yang tidak kita pahami karena keluguannya. Atau karena daya jangkau akalnya yang tak sepadan dengan usia kita ketika itu.Â
Atau karena kenakalan yang dibuatnya sebagai bentuk protes atas ketidakadilan, karena cara kita yang salah dalam memahami mereka?. Kita memaksa anak-anak harus berlaku sebagai orang dewasa, padahal mereka anak-anak.
Anak-anak adalah manifesto dari orang tua, pemikiran mereka kadangkala berada jauh dari kebijakan kita, namun ketulusan adalah sebuah buah murni yang ada di hati mereka yang sering tak terlihat dan kita abaikan.
Mareka lahir bagai kertas putih seperti teori Tabula rasa dan akan berwarna seperti kita dan lingkungan memolesnya. Mereka meng-copy paste perilaku kita, mempelajari bagaimana kita marah, bagaimana kita berbohong, bagaimana kita memecahkan masalah.Â
Entah dengan kelembutan, emosi, kekerasan fisik, apapun itu akan direkam anak-anak terutama dalam masa golden age-nya.
Setiap Anak Itu Istimewa Cara Belajarnya
Dua kali anak pertama  dirawat karena demam berdarah dan cacar. Selama sakit ia tak pernah mengeluh sedikitpun.
Dalam linangan air mata dan perasaan yang tak bisa dijelaskan, saya belajar tentang kesabaran. Ia memang tak suka mengeluh jika tak perlu, bukan karena tak pintar berkomunikasi, ia bahkan sedikit cerewet untuk beberapa hal, tapi tidak, ketika ia sakit.Â