Kapal  itu berbobot 2600 ton, panjang  63 Meter, lebar 19 Meter dan tinggi 4.3 Meter, mensuply listrik 10,5 MW untuk kebutuhan masyarakat Kota Banda Aceh dan sebagian Kabupaten Aceh Besar.
Seperti aku, warga di kampong wisata Punge Blang Cut paham sekali tentang objek wisata. Â Kapal Apung itu telah memberikan kehidupan baru bagi kami setelah tsunami besar. Sebagian besar warga kampung menjadi pedagang kecil-kecilan seperti souvenir, pengelolaan perparkiran dan kuliner yang dikelola oleh pemuda gampong.
Kebetulan kemarin objek wisata itu dikunjungi oleh para peserta pertemuan Nasional Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) ada Dika sahabat baru dari Unsyiah, dan sebuah Pesantren Babussalam Pekanbaru, saya berkenalan dengan Ibel dan SD dari Krueng Raya. Jadi hari ini lumayan meriah.
Aku bolak-balik harus menjelaskan seluruh situs itu agak ekstra keras. Sejak dipintu masuk para pengunjung sudah mulai ramai, apalagi situs ini gratis.  Toko souvenir juga ramai dijubeli para pembeli. O ya, objek wisata kampong  ini dilengkapi dengan masjid besar hasil dari sumbangan para donatur.
Di pintu masuk sebelah kanan kalian akan menemukan diorama kejadian tsunami ketika kapal ini terbawa arus, disertai sebuah jam yang menunjukkan jam kejadian tsunami. Ada beberapa nama syuhada yang ditulis diprasasti di tengah diorama tersebut.
Tapi itu barus ebagian kecil yang bisa kalian saksikan, selain dilengkapi taman yang luas untuk bersantai selepas kunjungan, ada pilihan lain selain naik ke atas kapal, bisa sekedar jalan-jalan di atas jembatan panjang yang melintang di atas taman.
Tapi kalau memutuskan akan naik kekapal dan itu harus kalian lakukan agar sensasi sebenarnya dari desa wisata tsunami Punge Blang Cut ini berasa kesannya. Pintu masuknya bukan dari tangga tengah kapal, tapi dari puing-puing rumah penduduk yang dibiarkan menjadi bagian dari situs, dan disanalah tangga naik itu tersedia.
Ikuti saja tanda arah naik tangga, maka kamu akan sampai di tingkat pertama kapal, kamu bisa memilih unutk berputar disana menikmati spot fotografi atau kalau tak sabar ikuti anak tangga ke lantai dua dan tiga di tingkat terakhir.
Disana ada teleskop untuk melihat kota Banda Aceh dari titik tertinggi kapal apung. Dan tanpa teropong pun kamu sudah bisa menikmati seluruh pemandangan kota Banda Aceh, termasuk puncak mesjid Baiturrahman yang kesohor itu dan beberapa masjid lain yang eksotik.
Jadi jangan lupakan untuk berfoto dan mengambil gambar untuk kenangan. Di buritan kapal itu meskipun terasa agak terik tapi terobati lho dengan pemandangan indahnya di bawah sana. Kamu bisa bayangkan ketika ada ratusan orang yang selamat karena berhasil naikke atas kapal besar itu ketika ia sedang bergerak di laupt lepas saat tsunami dan mereka selamat karenanya.