Mohon tunggu...
Rini DST
Rini DST Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga - Seorang ibu, bahkan nini, yang masih ingin menulis.

Pernah menulis di halaman Muda, harian Kompas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hadiah untuk Ibu Guru

3 Juli 2022   01:17 Diperbarui: 3 Juli 2022   16:15 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: MaxPixel

Aku memang seorang yang senang memberikan hadiah untuk guru. Kebetulan aku seorang ibu, membuat aku lebih senang memberikan hadiah untuk ibu guru.  Mengapa aku senang memberikan hadiah untuk ibu guru? Karena almarhum ibuku juga senang memberi hadiah untuk ibu guru.

Saat itu aku masih terbilang sebagai anak kecil. Seingatku kelas 3 SD. Kebetulan ... ah apakah ini semua serba kebetulan? Mungkin tidak! Tapi dalam usia sebesar anak kelas 3 SD, aku merasakan hal ini bagaikan suatu kebetulan. 

Ayahku bekerja di pabrik gula (PG). Aku selalu pergi ke sekolah dan pulang dari sekolah dengan bis sekolah, milik PG. 

Aku termasuk anak yang pendiam. Pagi aku bersalam, selamat pagi. Sepanjang hari mengikuti pelajaran hingga siang. Siang bersalam untuk pulang, sambil sempat mengirim lambaian tangan untuk ibu dan bapak guru dari atas bis sekolah yang mulai melaju perlahan.

Pada suatu siang ...

"Besok bawakan bunga untuk ibu ya," teriak ibu Tris sambil melambaikan tangan kiri dan menuntun sepeda dengan tangan kanan. 

"Ya bu," aku membalas sambil berteriak lirih dari atas bis sekolah.

Itulah kenangan aku terhadap almarhum ibu. Ibu Tris meminta bunga, karena pada masa hidup almarhum ibu sering memberi bunga sebagai hadiah untuk ibu guru.

Perumahan PG, biasanya terletak jauh dipinggir kota. Halamannya luas, bangunan rumahnya juga besar. Rumah peninggalan zaman Indonesia masih dijajah oleh Belanda. 

Sebelum berpulang menghadap sang Khalik, ibu senang menanam bunga. Di halaman bagian depan, di tengah hamparan rumput hijau, ibu membuat petak-petak yang dibatasi batu bata yang berjejer rapi. 

Bunga gerbera dan mawar mengisi petak dengan indah. Bunga gerbera berwarna pink dan kuning. Bunga mawar berwarna merah tua. Seikat bunga gerbera itulah yang sering diberikan sebagai hadiah untuk ibu guru.

Sumber gambar: MaxPixel
Sumber gambar: MaxPixel

"Belajar yang rajin ya anak-anak," masih terngiang nasihat almarhum ibu kepada aku dan kakak-adikku, "ayah ibu akan bangga kalau anak-anak menjadi pintar."

Itulah harapan ibu terhadap anak-anaknya. Aku selalu mengikuti nasihat ibu, untuk menjadi pintar. Aku menjadi tahu sesuatu yang tadinya aku tidak tahu. Semua pengetahuan itu aku dapatkan dari guru. 

Saat aku sudah menjadi seorang ibu, aku mempunyai harapan  yang sama kepada anak-anakku. Aku merasakan jasa guru akan membuan anak-anak menjadi pintar. Jadilah aku seperti almarhum ibu, senang memberikan hadiah untuk guru. Juga seperti almarhum ibu, aku lebih luwes dalam memberikan hadiah untuk ibu guru. 

Aku mengarungi rumah tangga dengan suami yang bukan bekerja di PG. Kami tinggal di kota. Halaman rumah kami tidak terlalu besar seperti rumah almarhum ayah ibu. Sebenarnya aku dan suami juga senang bercocok tanam, tetapi hanya beberapa jenis tanaman buah-buahan.

Saat melihat keberhasilan anak-anak, aku lebih senang memberikan hadiah untuk guru dengan cara membeli. Terkadang kue-kue, terkadang pernak-pernik penghias rumah. 

Aku merasa wajar, memberi hadiah kepada guru. Aku memberi hadiah untuk guru, bukanlah agar anak-anak diberi nilai bagus. Bukan! 

Akau ingin anak-anak menjadi pandai dari hasil belajar. Pemberian hadiah untuk guru adalah ungkapan terimakasih. Anak-anakku yang tadinya tidak tahu menjadi memiliki pengetahuan.  Tanpa adanya guru tak mungkin anak-anak memiliku pengetahuan. Semuanya juga aku rasakan sejak aku dalam masa anak-anak.

Sumber gambar: MaxPixel
Sumber gambar: MaxPixel

Aku memberi hadiah untuk guru juga sebagai tanda terima kasih atas jerih payah guru. Aku pernah menjadi guru honorer saat mahasiswa. Betapa sulit seorang guru mempersiapkan materi yang harus diberikan kepada anak-anak. Seorang guru harus bisa membuat anak-anak yang tadinya tidak tahu, menjadi memiliki pengetahuan. Baik melelui materi pelajaran, pun melalui tingkah laku yang akan dengan mudah ditiru oleh anak-anak.

Setelah memberi berbagai pengetahuan, pada akhir masa belajar guru harus memberi ujian. Seberapa jauh anak-anak bisa menyerap semua materi yang diberikan?

Untuk mengetahui hasilnya secara pasti, guru harus melakukan koreksi.  

Sekolah tempat aku bekerja sebagai guru honorer, membuat sistem koreksi yang dilakukan oleh guru secara random. Bukan guru kelas sehari-hari, dan bukan oleh guru mata pelajaran.

Pihak sekolah memberi kunci, yang tentunya dibuat oleh guru mata pelajaran. Lalu sebuah pekerjaan ujian seorang anak diperiksa oleh 3 guru. Seorang guru tidak mungkin bisa membantu merubah nilai seorang anak.

Masa koreksi bisa berjalan panjang sekali. Pihak sekolah juga menyajikan hidangan selama masa koreksi, agar guru semangat dan gembira. Tentunya pihak orang tua juga boleh memberikan hadiah untuk guru. 

Akhir-akhir ini ada  wacana untuk membuat himbauan tertulis, agar tidak memberikan hadiah untuk guru. Apalagi kepada guru di Sekolah Negeri, yang merupakan ASN. Guru tersebut bisa terkena dampak, dituduh menerima grafitikasi. 

Gratifikasi adalah hadiah yang diterima untuk kepentingan yang salah. Misalnya membuat anak yang seharusnya tidak naik kelas, menjadi naik kelas.

"Segitunya tuduhan terhadap guru."

Aku sendiri pernah datang ke kantor seorang teman yang menjadi guru ASN. Dia bukan guru anak-anakku. Dia seorang teman!

Kebetulan... kebetulan lagi sekolahnya ada di depan pasar. Aku menyempatkan mampir, saat pulang dari pasar. Aku sudah ber WA, agar aku bisa mampir pada saat jam istirahat. Aku membawa hadiah sabun alami, yang aku merupakan reseller.

"Lo mengapa sabun yang aku berikan sebulan yang lalu masih di sini?" tanyaku, "Apakah tidak cocok?"

"Bukan begitu mbak, nanti pada akhir semester akan ada pemeriksaan," katanya yang dilanjutkan, "apakah ini termasuk barang-barang dengan kategori grafitikasi atau bukan."

"Wah dengan aku membawa 3 buah lagi, berarti ada setengah lusin sabun yang ada di meja ini," kataku. 

Kami berdua tertawa terpingkal dalam suasana pertemuan yang bahagia. 

Sebenarnya memang sangat berbahaya kalau guru menerima gratifikasi. Bukankah ada pepatah...

"Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari."

Guru memang memperoleh tugas yang mulia. Guru harus mengajarkan kepada anak-anak sesuatu yang anak-anak belum tahu, untuk menjadi tahu. 

Guru mengajarkan dengan melalui teori-teori yang dipersiapkan. Anak-anak memperhatikan, mencerna, selalu mengingat dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Sangat dikhawatirkan anak-anak mencontoh semua yang dilakukan guru. Bukan hanya teori yang disiapkan, tetapi juga kebiasaan menerima gratifikasi yang dilakukan guru yang tidak bertanggung jawab. 

Bumi Matkita,

Bandung, 03/07/2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun