Aku memberi hadiah untuk guru juga sebagai tanda terima kasih atas jerih payah guru. Aku pernah menjadi guru honorer saat mahasiswa. Betapa sulit seorang guru mempersiapkan materi yang harus diberikan kepada anak-anak. Seorang guru harus bisa membuat anak-anak yang tadinya tidak tahu, menjadi memiliki pengetahuan. Baik melelui materi pelajaran, pun melalui tingkah laku yang akan dengan mudah ditiru oleh anak-anak.
Setelah memberi berbagai pengetahuan, pada akhir masa belajar guru harus memberi ujian. Seberapa jauh anak-anak bisa menyerap semua materi yang diberikan?
Untuk mengetahui hasilnya secara pasti, guru harus melakukan koreksi. Â
Sekolah tempat aku bekerja sebagai guru honorer, membuat sistem koreksi yang dilakukan oleh guru secara random. Bukan guru kelas sehari-hari, dan bukan oleh guru mata pelajaran.
Pihak sekolah memberi kunci, yang tentunya dibuat oleh guru mata pelajaran. Lalu sebuah pekerjaan ujian seorang anak diperiksa oleh 3 guru. Seorang guru tidak mungkin bisa membantu merubah nilai seorang anak.
Masa koreksi bisa berjalan panjang sekali. Pihak sekolah juga menyajikan hidangan selama masa koreksi, agar guru semangat dan gembira. Tentunya pihak orang tua juga boleh memberikan hadiah untuk guru.Â
Akhir-akhir ini ada  wacana untuk membuat himbauan tertulis, agar tidak memberikan hadiah untuk guru. Apalagi kepada guru di Sekolah Negeri, yang merupakan ASN. Guru tersebut bisa terkena dampak, dituduh menerima grafitikasi.Â
Gratifikasi adalah hadiah yang diterima untuk kepentingan yang salah. Misalnya membuat anak yang seharusnya tidak naik kelas, menjadi naik kelas.
"Segitunya tuduhan terhadap guru."
Aku sendiri pernah datang ke kantor seorang teman yang menjadi guru ASN. Dia bukan guru anak-anakku. Dia seorang teman!