Mohon tunggu...
Rini DST
Rini DST Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga - Seorang ibu, bahkan nini, yang masih ingin menulis.

Pernah menulis di halaman Muda, harian Kompas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Belajar, Janganlah Semakin Membuat Bingung

27 Februari 2022   20:02 Diperbarui: 1 Maret 2022   09:31 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan Bingung. Sumber Gambar: Pixabay

Pada peluncuran Merdeka Belajar, Mas Manteri Nadiem Makarim juga menyampaikan salam kepada orang tua peserta didik. Tentunya selain kepada semua yang dihormati, yang berperan langsung dalam dunia pendidikan. Terima kasih Mas Nadiem, dari kami yang hanyalah orang tua siswa.

Sebenarnya untuk apa Indonesia merasa perlu meluncurkan program Merdeka Belajar?

Karena dalam 20 tahun terakhir telah mengalami krisis pembelajaran. Rendahnya hasil tes Pisa yang menunjukkan Indonesia berada di tingkat yang rendah dalam literasi, numerasi dan sains. Selama 20 tahun tisak ada kenaikan yang signifikan dalam nilai tes Pisa. 

Bahkan krisis pembelajaran menjadi lebih parah sejak adanya pendemi covid-19. Larangan berkerumun, membuat pembelajaran di sekolah berubah menjadi belajar dari rumah secara daring. 

Kita telah kehilangan pembelajaran rata-rata 6 bulan untuk literasi dan 5 bulan untuk numerasi.

Kemendikbud merasa perlu merancang kurukulum untuk mengejar masa kehilangan pembelajaran. Terutama dalam literasi dan numerasi.

Pada awal pandemi covid-19, Kemendikbud meluncurkan Kurikulum darurat. Suatu kurikulum yang materinya dikurangi secara drastis, agar guru dan siswa bisa mempelajari topik-topik dasar yang menunjang literasi dan numerasi. Sebenarnya ini hanya penyederhanaan dari kurikulum 2013. 

Walaupun tidak ada pemaksaan kepada semua sekolah untuk menggunaka, ternyata sebanyak 30% sekolah-sekolah di Indonesia menggunakan kurikulum darurat. 

Hasilnya sekolah yang menggunakan kurikulum darurat hanya kehilangan pembelajaran selama 1 bulan.

Karena kurikulum darurat tadi adalah, kurikulum 2013 yang materinya dikurangi secara drastis.  Maka dapat disimpulkan materi yang terlalu padat tidaklah membuat siswa mencapai hasil belajar lebih bagus. 

Sebenarnya apa yang menyebabkan kegagalan kurikulum 2013?

Materi tidak fleksibel. Dalam menanggulangi jam pelajaran ditentukan untuk target per minggu, diganti menjadi per tahun.

Materi terlalu padat. Tidak cukup waktu membuat siswa mengerti tujuan dari pembelajaran. Sehingga dipilih materi yang esensial, dan boleh diselesaikan dalam per fase, bukan per tahun. 

Materi membosankan. Guru kurang leluasa untuk menyampaikan materi pembelajaran, maka dengan kurikulum baru guru lebih leluasa dalam menyampaikan materi hingga siswa benar-benar faham. 

Teknologi digital belum masuk. Akan banyak dibuat aplikasi yang bisa digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran. 

Dalam 2 tahun ini, tak ada pemaksaan untuk ganti kurikulum. Bagi sekolah-sekolah masih diberikan keleluasaan menggunakan kurikulum yang dirasakan cocok.

  • Kurikulum 2013 secara penuh.

  • Kurikulum darurat, yaitu kurikulum 2013 yang disederhanakan.

  • Kurikulum Merdeka

Lo ... Jadi Siapa yang Diberi Kemerdekaan?

  • Tentu saja kemendikbud 

  • Sekolah-sekolah

  • Kepala sekolah, guru-guru dan para siswa-siswi

Yang masih mau menggunakan kurikulum 2013, monggo. Yang masih mau menggunakan kurikulum darurat, silahkan. Yang sudah mau menggunakan Kurikulum Merdeka, segera digunakan di sekolah-sekolah yang berminat.

 Kurikulum Merdeka yang dikembangkan dari kurikulum darurat, sudah diuji di 2500 sekolah-sekolah penggerak di Indonesia.

Apakah yang Dijanjikan oleh Kurikulum Merdeka?

Lebih sederhana dan lebih mendalam. Dulu, jika ada siswa-siswa yang kurang mengerti, mereka akan mengikuti bimbingan belajar. Wah ...kami bener-benar menunggu janji ini.

Lebih merdeka. Tidak ada lagi jurusan IPA, IPS. Semua siswa berhak menikmati pelajaran yang diminati. Dulu, ada teman yang oleh seorang kepala sekolah tidak diizinkan masuk IPA. Karena zaman dulu, namanya bukan IPA, tetapi Paspal. Teman yang saat itu seorang siswa merasa minatnya  ke jurusan Paspal, karena tidak boleh, dia pindah sekolah. Setelah ketemu pada suatu reuni 40 taun kemudian, ternyata di sekolah lain juga tidak bisa masuk paspal. 

Lebih relevan dan menyenangkan. Siswa-siswi diajak membuat karya sesuai kemampuan, yang menunjang literasi dan numerasi. Juga mengajarkan siswa gotong-royong, dengan sikap penuh toleransi. 

Lalu Orang Tua Harus Bagaimana?

Mengajak anak-anaknya menganggap semua yang disajikan dalam kurikulum merdeka adalah sebuah tantangan. 

Mengajarkan kepada anak-anak, untuk menghadapi tantangan dengan semangat. Bila tidak bisa, harus punya keberanian bertanya. 

Menyimpan semua tantangan yang sudah terjawab. Dan menunda dahulu yang belum bisa terjawab. Bukankah dalam merdeka belajar waktunya tidak diburu-buru lagi. Bisa per fase, bukan per tahun lagi.

Dengan menghubung-hubungkan berbagai tantangan. Ada kemungkinan bisa menjawab semua tantangan dengan baik. Bukankah anak-anak dibiasakan untuk gotong royong.

Setelah semua tantangan  terjawab. Anak-anak bisa menyusun kembali menjadi satu kesatuan materi pembelajaran yang mudah diingat dan bermanfaat.

Pembelajaran tak ada yang semudah membalik telapak tangan. Dengan berusaha menjawab dan menyelesaikan semua tantangan, tak ada yang membuat bingung. 

Bumi Matkita, 

Bandung, 27/02/2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun