Tetap saja adiknya menjalani perkawinan dengan perempuan ke-3, dan lagi-lagi memiliki 2 anak.
"Musnahkan saja keris itu melalui yang akhli," kata kakak perempuan tertua, "Agar tidak mengalami seperti simbah kakung yang juga merupakan pewaris keris."
Adik tidak memperhatikan nasihat kakak. Dia menikmati rasa tertarik kepada 3 perempuan yang menjadi istri-istrinya. Kakak-kakak perempuan hanya merasa kasihan terhadap semua perempuan itu, dan anak-anaknya yang menjadi keponakan-keponakannya.Â
Keris itu sudah tiada, saat perempuan ke-3 marah besar saat desas-desus akan hadirnya perempuan ke-4. Suatu malam yang gulita, dibantingnya keris warisan ibu dari tempat penyimpanan. Pertengkaran besar tak terhindarkan, membuat larinya perempuan yang saat itu menjadi pendampingnya. Entah di mana sekarang, anak-anak yang 2 orang ditinggalkan begitu saja.Â
Seakan sudah terlambat, akhirnya keris diberikan kepada seorang kolektor. Tetapi lelaki pewaris keris telah menyakiti 3 perempuan dan 6 anak-anak. Entahlah apa yang dirasakan oleh perempuan ke-4, yang kini masih setia menemani lelaki pewaris keris membesarkan anak-anak dari perempuan ke-3.
Pada kenyataannya, sampai saat ini masih ada tawa tampaknya gembira yang merupakan gurauan lelaki pewaris keris pada masa tua. Tawa saat menceritakan anak-anak yang tadinya katanya hanya 2 orang. Tawa saat sekarang menyatakan sebenarnya anak-anaknya ada 6 orang. Â Tawa saat sekarang sedang sibuk disuruh mencuci baju oleh perempuan yang sampai saat ini tetap disampingnya. Â Tawa saat memasak rendang, yang merupakan kepandaian warisan ibunya.Â
Bumi Matkita,
Bandung, 15/06/2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H