Namanya juga tinggal di komplek, rasa takut mbak Siti dari minta kulit babi sampai ada sepasang mata yang ngintip langsung jadi bahan pembicaraan orang banyak. Orang-orang mulai dari bisik-bisik, hingga mulai menyelidiki.Â
Orang pertama yang sepasang matanya dituduh mengintip adalah ndoro Sastro sendiri. Tentu saja ndoro Sastro mengatakan bukan dirinya. Tetapi mana orang percaya begitu saja. Anak-anaknya yang masih kecil, tapi menanjak dewasa juga mulai sedih. Seakan hidup di tengah badai berita buruk tentang ayahanda yang sebenarnya baik-baik, tetapi duda.Â
Berita buruk yang menimpa ndoro Sastro berhenti, saat ada rencana pernikahan ndoro Sastro dengan adik sahabat istrinya dari PG Asem. Pernikahan ndoro Sastro dengan ibu sambung anak-anak digelar di kota Banyuwangi, karena orang tua istri baru ada di kota ujung paling timur Jatim.
Semakin menjengkelkan, Â dengan adanya ndoro putri Sastro yang baru eh ... malahan mbak Siti minta pulang kampung. Jadi memberi kesan sepasang mata yang mengintip adalah ndoro Sastro sendiri. Padahal kelihatannya kebebasan mbak Siti berkurang, karena ada istri ndoro kakung yang ngatur segala-gala tentang rumah tangga. Tetapi tetangga mana mau terima alasan dengan begitu saja, tetap melempar tuduhan bahwa sepasang mata yang mengintip adalah ndoro Sastro.Â
Dian anak ndoro Sastro yang sering diminta menulis surat kepada mas Ran penasaran. Dian yang sudah mulai dewasa membereskan kamar bekas mbak Siti, membuang semua kulit babi yang menempel di dinding kamar. Dan Dian tidur di kamar bekas mbak Siti.
Suatu malam, saat desir angin yang sumilir membangunkan dari tidur. Timbul hasrat besar  untuk mengetahui suasana yang menyebabkan ayahnya diterpa berita kurang menyenangkan. Dian keluar dari kamar. Dan betul, ada sepasang mata mengintip dari balik bambu yang ada di belakang rumah.
Dian yang niatnya memang akan menyibak misteri, membunyikan kentongan yang sudah disiapkan. Dan dia berlari masuk ke rumah bagian dalam, dengan kunci yang sudah disiapkan pula.
Suara kentongan bertalu-talu membangunkan semua keluarga ndoro kakung Sastro, juga semua keluarga tetangga. Pak Oey yang ketua keamanan segera datang ke lokasi, Â mencari sepasang mata siapa yang mengintip dan menyebabkan seluruh komplek resah.
Cari dan selidik, ternyata sepasang mata yang mengintip, milik mas Ran. Saat rumah kosong, mas Ran sering masuk kamar tersebut. Dari bu Bidan, mas Ran yang mengetahui dia adalah anak mbak Jum. Sebenarnya dia ingin menanyakan kepada ibunya siapa bapaknya.Â
Sejak ada ndoro Sastro, mas Ran hanya bisa mengitip kamar bekas ibunya, mbak Jum. Dan mbak Siti tidak pernah mengetahui sepasang mata yang mengintip milik mas Ran. Seseorang tempat dia menulis surat mengungkapkan keinginan untuk memiliki sir-siran.
Dian teringat isi surat balasan mas Ran kepada mbak Siti, karena Dian yang selalu diminta membalas suratnya. Jadi Dian membaca, mbak Siti buta huruf. Suratnya memang bernadakan rasa senang, sangat sopan dan tak sedikitpun bernadakan pelecehan.Â