Adanya topik pilihan (topil) dengan label skincare pada Kompasiana, mengingatkan aku kepada seseorang yang aku panggil dengan Mak Poo.Â
Saat aku masih terbilang anak-anak yang sudah ditinggalkan ibu, jadilah pergi kemana-mana bersama bibi. Sering bibi, yang merupakan adik ayah, mengajak ke rumah Mak Poo.Â
Mak Poo mempunyai toko jamu. Sebenarnya bukan hanya mempunyai toko, tetapi juga memproduksi sendiri semua jamu-jamu yang dijual di tokonya.
Setiap datang, aku dan bibi tidak langsung masuk toko. Kami masuk melalui pintu garasi, Mak Poo langsung mempersilakan duduk di kursi-kursi yang disediakan dibawah rindangnya pohon jambu batu.
Entah apa saja yang menjadi bahan perbincangan bibi dan Mak Poo. Tetapi ada sesuatu yang membuat aku terkenang sekarang, setiap pulang membawa buah tangan bedak dingin dan jamu ndek-ndek cacing.Â
Kenangan yang lebih pekat kepada bedak dingin, gegara adanya topil dengan label skincare di Kompasiana.
Wah jadi bingung, mana sebaiknya yang aku bahas terlebih dahulu. Tentang Mak Poo, atau tentang bedak dingin?
Tentang Mak Poo ah. Selain sebagai salah satu orang yang aku sayang, juga lebih singkat. Dan bukan berarti aku menyepelekan topil Kompasiana.Â
Walaupun hubungan dengan Mak Poo selalu baik, tetapi aku tidak tahu ada hubungan persaudaraan bagaimana sehingga aku harus memanggil Mak Poo.Â
Setelah bertanya kepada teman yang mengerti arti kata Mak Poo, ternyata itu sebutan untuk saudara perempuan kakek dari pihak ayah. Pantaslah aku tidak mengenali, karena kakek sudah tiada saat aku dilahirkan.
Jadi  Mak Poo lebih tepatmya merupakan nenek pinggir, dan sebaliknya aku juga merupakan cucu pinggir. Dengan usia yang aku miliki sekarang, sudah bisa diduga Mak Poo sekarang telah tiada. Begitu juga dengan usaha jamu yang dimilikinya.Â
Skincare amat sangat jadul yang bagiku sekarang tinggal kenangan, ternyata masih tersedia secara online di Tokopedia.
Bedak dingin yang berbentuk butiran-butiran berwarna putih, terbuat dengan bahan utama tepung beras. Melalui Google, katanya pembuatannya dicampur dengan berbagai rempah. Walaupun aku bisa menemukan resep tentang bahan dan cara pembuatan, aku yakin bedak dingin jadul yang aku gunakan hanya Mak Poo yang tahu resepnya.Â
Disebut bedak dingin, tetapi penggunaan seperti masker. Tentunya berbeda dengan penggunaan masker pada masa pandemi covid-19.Â
Butiran bedak dingin yang telah direndam dengan sedikit air, dioleskan ke seluruh wajah. Kecuali daerah mata dan bibir. Setelah itu, tunggu sampai kering.Â
Nah ini bedanya dengan masker pada masa pandemi covid-19, sebaiknya digunakan saat menjumpai orang lain. Sebaliknya masker bedak dingin, justru sebaiknya jangan digunakan untuk menjumpai orang lain. Karena dikhawatirkan orang lain akan takut, disangka hantu dengan wajah yang sangat putih.
Mencerahkan
Saat masih anak-anak, aku belum terlalu tahu apa itu wajah cerah dan glowing. Setelah lebih dewasa barulah aku tahu, bahwa bedak dingin yang terbuat dari tepung beras putih  mengandung vitamin B3 bisa mencerahkan wajah.
Menghaluskan
Pemakaian bedak dingin yang seperti masker, mengangkat sel kulit yang mati. Dengan mencuci muka terlebih dahulu, penggunaan masker bedak dingin akan mengangkat kotoran yang tertinggal pada wajah. Pengangkatan ini membuat pori-pori mengecil dan tertutup, kulit benar-benar menjadi lebih halus.
Menghilangkan jerawat
Zinc yang terkandung pada beras, berguna untuk mengontrol produksi minyak pada wajah yang menyebabkan tumbuhnya jerawat. Zinc juga mencegah terjadinya peradangan oleh jerawat. Â
Â
Melembutkan kulit
Beras yang mengandung zinc, melindungi kulit dari sinar UV yang meyebabkan kerusakan pada kulit.
Adanya kandungan lemak beras, juga menjaga menjaga kelembaban kulit.Â
Bersamaan pemakaian yang seperti masker, akan mengontrol kadar minyak pada kulit.Â
Jadi wajah tetap lembab, tapi tidak memproduksi minyak secara berlebihan. Â Kulit menjadi kencang dan kenyal.
Sejauh ingatan, aku menggunakan bedak dingin saat masih sekolah di SD hingga SMP. Kebetulan aku sekolah siang, jadi aku mendapat giliran mandi terakhir.Â
Tepatnya setelah semua saudara berangkat sekolah dan ayah ke kantor. Sehabis mandi, aku menggunakan bedak dingin. Aku tunggu sampai kering sambil mengerjakan PR atau belajar untuk kepentingan di sekolah.Â
Setelah itu aku bersihkan dengan air hingga bedak terangkat semua. Tanpa menggunakan apa-apa pada wajah lagi, aku berangkat ke sekolah hingga sore.Â
Semua orang tak ada yang komentar. Hanya saat bibi datang ke rumah ayah, beliau mengatakan  mengatakan, "Aduh kok mbeluk sekali."
Mbeluk adalah istilah untuk pemakaian bedak yang terlalu putih. Tapi entahlah mengapa tiada orang lain yang berkomentar selain bibi.Â
Apakah karena mereka cuek, atau karana kulitku pada dasarnya memang putih.Â
Tentu saja penggunaan skincare yang aku lakukan pada masa kecil bukan merupakan tutorial, hanya sebagai cerita kenangan cara aku menggunakan bedak dingin pemberian Mak Poo. Tetapi sampai sekarang, membuat kulitku hampir tanpa masalah.
Dua kakak permpuan yang lain pada masa dewasa menjadi langganan dokter kulit karena masalah jerawat yang senang singgah di wajah mereka.Â
Tetapi ... tetapi, selepas SMP aku malu sendiri berpenampilan mbeluk. Aku merubah cara menggunakan skicare dengan cara yang sering digunakan oleh teman-teman. Aku menggunakan  Milk Cleanser--Face Tonic--Day Cream--bedak tabur, saat mau berangkat sekolah. Dan membersihkan lagi dengan Milk Cleanser--Face Tonic, setibanya di rumah. Aku memilih untuk kulit normal.
Setelah menikah, malahan aku mengganti lagi kebiasaan menggunakan skincare yang lebih sederhana, dan tetap tanpa ada masalah hingga sekarang. Aku menggunakan sabun wajah--day care--bedak tabur.
Dulu ... bila pergi pagi hari  pulang siang, aku akan membersihkan wajah dengan sabun saat mandi sore. Tapi sekarang ... sejak ada pandemi covid-19 sehabis pergi sebentar saja, pulangnya harus langsung mandi. Sekalian mengusir virus covid-19 dengan sabun, sekalian juga membersihkan muka dari day care-- bedak tabur.Â
Malam hari aku lebih senang berangkat tidur tanpa tambahan skincare jenis lain. Mencuci muka sambil berwudu, merebahkan badan, memejamkan mata dan merajut mimpi indah.
Suatu malam saat mata tak segera terpejam, aku bertanya kepada suami.
"Apakah dulu mengenal bedak dingin," tanyaku tanpa menceritakan masa lampau aku dalam penggunaan bedak dingin.
"Ya, penyawah ibu sering menggunakan bedak dingin," jawabnya, "Terutama pada saat metahari bersinar sangat terik."
"Bedak dingin yang berwarna putih menurut ilmu fisika yang dipelajari di SD menolak sinar matahari," sambungnya, "Dan warna hitam menyerap panas."
"Oh iya," kataku serasa di ingatkan.
Di TV aku juga pernah melihat, entah pendemo atau petugas yang membubarkan demo menggunakan coreng-moreng putih diwajahnya. Tapi kata penyiar TV saat itu menggunakan odol, sebagai pelindung wajah dari terik matahari.
Alangkah menariknya jika lain kali semua pendemo menggunakan bedak dingin. Jangan-jangan semua tuntutannya segera dipenuhi. Karena pihak yang di demo entah merasa takut atau geli, melihat ribuan pendemo dengan wajah mbeluk.Â
Lo kok ngelantur?
Indahnya mengenang Mak Poo dan skincare bedak dingin. Apakah kulitku sekarang tidak  pernah rewel, karena dulu gemar memakai bedak dingin buatannya?
Bumi Matkita,
Bandung, 31/05/2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H