Sayangnya sumber daya ini terkalahkan oleh sumber daya energi yang sekarang menjadi primadona, baik untuk dikelola sendiri atau pun dicarikan investor yang bukan bangsa Indonesia.
Melalui Sound of Borobudur, pengembalian rasa sayang bangsa Indonesia kepada dunia pertanian mungkin bisa disampaikan dengan lantang melalui lirik dan irama lagu yang diciptakan sebagai pelengkap dalam sebuah orkestra.
Lirik tentang indahnya tarian rumpun padi menguning, indahnya warna-warni burung-burung beterbangan takut kepada orang-orangan sawah dan indahnya suara sungai-sungai mengalir membasahi sawah dengan cukup dan tidak banjir.
Semua teknologi menanam padi, membuat orang-orangan sawah dan mengatur aliran sungai bukanlah merupakan sesuatu yang sulit untuk dipelajari oleh anak bangsa.Â
Asalkan mereka diberi kesempatan bekerja dengan apresiasi bagus, baik dalam segi keuangan atau pun harga diri.
Kesabaran.Â
Zaman dahulu pada abad 8 saat alat bajak menggunakan kerbau, dunia pertanian merupakan primadona sampai-sampai terukir pada relief Borobudur.
Sekarang telah ada alat bajak dengan tenaga motor, dunia pertanian malahan tersingkir.
Hanya baru-baru saja sejak ada pandemi covid-19, barulah mulai digalakkan lagi dengan dengan pengadaan lumbung pangan secara besar-besaran.
Padahal kekuatan tenaga motor bajak 500 x tenaga kerbau, membajak sawah dengan tenaga kerbau lebih memerlukan kesabaran. Kalau dari dulu bercermin kepada relief Borobudur, penuh kesabaran. Pastilah perekonomian Indonesia tidak seterpuruk sekarang, sekali pun pada masa pandemi covid-19.Â