Pak Karni, bukan nama sebenarnya, memberikan kesempatan pendidikan kepada putrinya hingga tingkat S1.Â
Setelah tamat, selain bekerja putrinya menikah dengan seseorang yang diterima dengan baik oleh bapak dan ibu Karni.
Tentunya seorang calon suami yang berpendidikan seimbang dengan putrinya dan taat beragama.Â
Pernikahan berjalan 3 tahun, saat bapak dan ibu Karni sedemikian sayang terhadap cucu. Putrinya mengajak ayah, ibu dan saudara-saudaranya untuk ikut suatu ajaran dalam bidang agama yang dianut oleh suami. Agama yang sama dengan yang dianut keluarga pak Karni, tetapi berbeda tata-cara.Â
Saat Pak Karni dan keluarga menolak, putrinya lebih mengikuti ajaran suami. Dan menjauh dari kegiatan Bapak, ibu Karni dan saudara-saudaranya. Semua barang-barang pemberian keluarga dikembalikan, dan kakek nenek tidak diizinkan bertemu dengan cucunya.Â
Pak Karni sangat sedih, tubuhnya semakin hari semakin kurus.
Dari internet.
Lain lagi pengalaman seseorang, sebut saja namanya Kurnia. Selesai menyelesaikan S2 bidang sains di negara Sakura, setibanya di  rumah ingin mengajar di sekolah penghafal Alquran.
Tentu saja semua keluarga sangat menyayangkan. Aneka nasihat diberikan, dan tentunya keluarga dibuat bingung. Konflik berat, dibenturkan dengan pemasalahan seolah-olah menentang agama.Â
Akhirnya hanya nasihat ibunya yang bisa mengubah keinginan Kurnia saat itu, bahwa sekolah penghafal Alquran tidak menyelenggarakan UAN. Bila ada siswa ingin UAN, harus ikut ujian yang dinamakan dengan ujian paket.Â
Ibunya mengingatkan, apakah Kurnia tega mengajak siswa untuk menempuh pendidikan tanpa ada UAN. Kurnia terbawa oleh nasihat ibu yang sejak kecil memberikan bimbingan, Â bagaimana harus belajar menempuh UAN.
Hingga akhirnya Kurnia memilih pekerjaan menjadi dosen perguruan tinggi tempat dia menempuh S1. Syukur kejadian ini terjadi pada saat belum ada wacana meniadakan UAN. Entahlah nanti, kalau gonjang-ganjing meniadakan UAN sudah benar-benar terlaksana.Â