Disela-sela hembusan angin kelabu di rumah nenek, tak jarang timbul rasa kasihan kepada bibinya.Â
Mengapa bibi tak menemukan seseorang untuk menjadi tambatan hati? Untuk sesekali menyandarkan kepala yang penuh pikiran di bahu seorang lelaki yang baik. Seperti aku memiliki mas Aisar.
Perlahan, terus dan pasti ... Azkia memberikan cinta yang ada dalam hati kepada bibi. Hidup sebagai yatim piatu, dia bersyukur menjadi pilihan bibi dari sekian banyak keponakan bibi. Walaupun akibatnya dia harus hidup di tempat yang bukan merupakan cita-citanya.Â
"Ini barang-barang nenek waktu memiliki pabrik kecap," kata bibi suatu hari sambil membuka sebuah ruang di bagian belakang rumah.
Ruang yang sangat gelap, tidak terawat. Azkia tidak tahu persis barang-barang apa saja yang ada di dalam ruangan. Gelap mendekati gulita. Ada instalasi listrik, tetapi entahlah bisa digunakan atau tidak.Â
"Apakah kamu berminat membuka pabrik kecap?" tanya bibi.Â
"Waduh, mana aku bisa bi," kata Azkia.
"Coba tanya kepada suami kamu dulu," kata bibi, "Siapa tahu dia berminat."
Waktu kecil saat ayah dan ibu masih ada, Azkia pernah dititip ke nenek dan bibi. Tak pernah tampak oleh Azkia bahwa neneknya mempunyai pabrik kecap.Â
Nenek yang sudah tua hanya tinggal di rumah, senang main dengan Azkia kecil. Main dakon, kartu, halma dan lain-lain.Â
Waktu senggangnya lebih sering digunakan untuk menginang dan istirahat, dan kadang-kadang ada tamu.