Hujan ditandai dengan turunnya air dari langit. Ada kalanya rintik-rintik, deras atau diiringi badai.
Suara gemercik gemuruh bergantian bagaikan irama musik merasuk ke relung hati. Rasa dingin membelai lembut wajah diam tenggelam dalam lamunan indah. Sambil menikmati basah menyiram seluruh permukaan bumi.Â
Angan melayang dengan harapan tinggi. Alamku semakin permai tertimpa guyuran segar.Â
Seandainya ... seandainya.
Tak ada bangunan tanpa izin terdampar menyesak di bantaran kali.Â
Pastilah ... pastilah.
Tiada air tersendat yang senantiasa mendatangkan banjir.Â
Bukan sekedar membayangkan, tetapi akan ada kenyataan.
Pepohonan rindang indah berdendang menyanyikan lagu indah romantis, sambil mengalirkan air hujan ke kali menuju lautan bebas.
Tetapi ... tetapi.Â
Semuanya hanyalah mimpi yang sulit menjadi kenyataan. Adanya penguasa daerah enggan mengikuti tata laksana menata yang liar. Entahlah mengapa. Ada saja alasan teknologi menjadi tempat membenarkan diri.
Mungkinkah?Â
Dengan sekedar melamunkan Aroma Hujan di Senja Hari, sudah merupakan self reward. Yang membuat jiwa gemuruh dengan kebenaran tanpa keberanian.Â
Terus menerus berbalut kesabaran menantikan jawaban dalam sepi.
Bumi Matkita,
Bandung, 26/03/2021.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI