review untuk sebuah brand Eiger yang dilakukan oleh seorang youtuber dengan nama duniadian (Dian). Sebenarnya review dilakukan dengan baik-baik. Pokoknya produk yang menjadi obyek review sangat cocok, dan malahan Dian membeli 2 Â buah. Lebih-lebih lagi Dian mengaku gemar mengenakan produk eiger sejak masa kuliah, hingga masa kini.
Beberapa waktu lalu adaLalu mengapa?
Nah itu ... pihak eiger menulis surat protes dengan alasan youtube-nya dibuat dengan kualitas tidak bagus, dan meminta dihapus. Tersinggunglah Dian dan mengunggah surat protes tersebut di jagat twitter. Warganet pun menjadi kurang simpati terhadap sikap eiger, dan memberikam pembelaan kepada Dian.
Walaupun semua brand sejak dulu sudah menggunakan media review untuk meningkatkan kualitas, tetapi sejak maraknya medsos review ikut menjadi semakin semarak.Â
Pemilik brand bukan hanya harus lebih hati-hati menjaga nama, dengan menjaga kualitas produk. Tetapi juga harus lebih hati-hati dalam menanggapi reviewer, yang semakin bebas dalam mengeluarkan review. Bahkan bisa lewat berbagai jalan.Â
Kalau melihat review banyak orang di berbagai media, ada yang sepertinya dibayar oleh pemilik brand atau merupakan teman dekat. Tapi makin ke sini makin penting saja kehadiran review bagi pemilik brand. Bahkan seakan nilainya lebih mahal dari nilai rupiah
Seperti yang baru aku alami sekitar sebulan yang lalu. Seorang sahabat menawarkan produk dalam bentuk kue di status WA. Bentuk dan aromanya serasa tercium harum, walaupun dia tinggal di Jakarta dan aku di Bandung.
Aku memesan 1 kue banana choco bread, dengan ukuran kira-kira 18 x 7 x 5 cm. Cukup untuk sarapan 3 hari, berdua dengan suami.Â
Pada saat kue datang, sahabat tidak memberitahukan harga, dan tidak mau dibayar.Â
Sebenarnya timbul rasa kurang enak pada diri aku, sesaat terpikir biar kapan-kapan aku ganti mengirim sabun daganganku.Â
Tetapi tetap saja aku ingin membayar, karena aku mengawali dengan tertarik pada tulisan "yang ini yummy kudu order". Hanya karena sahabat aku tidak menanyakan harga terlebih dahulu.