Mohon tunggu...
Rini DST
Rini DST Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga - Seorang ibu, bahkan nini, yang masih ingin menulis.

Pernah menulis di halaman Muda, harian Kompas.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Hujan

5 Januari 2021   21:15 Diperbarui: 5 Januari 2021   21:34 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Galih senang, karena Gaya menceritakan dengan semangat dan jelas.

Bumi menjadi basah, semua makhluk hidup menyambut gembira. Manusia juga menyambut hujan dengan gembira, walau melakukan berbagai perlindungan.

Sedia payung sebelum hujan. Sebuah pepatah yang sering digunakan, supaya menusia selalu bersiap dalam menghadapi bahaya.  

Secara nyata selalu membawa payung bila bepergian pada musim hujan.

Awal musim hujan, banyak rumah-rumah bocor. Genteng harus diperiksa, atau mungkin diperbaiki. Bisa karena tergeser oleh kucing, bisa retak karena tertimpa panas matahari. Bisa juga memang sudah renta, mudah rusak dengan pukulan hujan deras.

Gorong-gorong yang menampung  buangan air yang berlebih dari rumah, harus diperiksa. Sampah-sampah dedaunan pada musim kemarau jangan membuat gorong-gorong mampet.

"Ada 3 persiapan sederhana yang harus dilakukan oleh masing-masing keluarga pada musim hujan," kata pak Galih.

"Tapi bagaimana, kalau di rumah sudah  melakukan 3 hal tersebut, tetapi tetap banjir besar pak?" tanya siswa-siswi hampir bersamaan.

Pak Galih memang seorang guru yang sabar, cinta pekerjaannya dan sinta siswa-siswi. Alam pikirnya sederhana, tugas guru menjadikan siswa-siswinya cerdas bermanfaat.

"Oh itu akibat hujan yang tidak bisa diselesaikan hanya oleh masing-masing keluarga," kata pak Galih. 

Ada hal yang harus diperhatikan oleh setiap manusia pada setiap niat dan setiap kesempatan, untuk menghadapi musim hujan yang sudah pasti ada setiap bulan September - April. 

"Saya tahu pak," kata Gayatri.

1. Pembuatan rumah.

Untuk tanah yang sempit sebaiknya membangun rumah setidaknya luas bangunan berbanding dengan luas tanah adalah 3:5. Untuk tanah yang luas sebaiknya luas bangunan berbanding dengan luas tanah adalah 2:5. Tanah yang tersisa jangan ditutup plesteran, agar air bisa terserap bumi. Jangan biarkan bumi terendam.

"Saya juga tahu pak," kata Fahar.

2. Jangan membuat bangunan di bantaran sungai.

Air yang berlebih di rumah, yang masuk ke dalam gorong-gorong yang sudah tidak mampet sebaiknya diberi jalan masuk ke gorong-gorong perkotaan yang tentunya tidak mampet juga. Dari gorong-gorong kota, air mengalir ke sungai, dan dari sungai ke laut. Laju air sungai menuju laut harus lancar, jangan membuat bangunan di bantaran sungai. Semua air ini akan diproses oleh alam menjadi hujan yang akan membuat bumi basah. Jangan sampai bumi terendam. 

"Ada lagi," sambung pak Galih

3. Kurangi kepadatan bangunan di daerah cekungan.

Contoh daerah cekungan adalah daerah Bandung Selatan. Bandung Raya dikeliling oleh 7 gunung, yaitu Gunung Burangrang, Gunung Bukit Tunggul, Gunung Manglayang, Gunung Mandalawangi, Gunung Kendang, Gunung Patuha dan Gunung Tambakruyung. Jadi semua Bandung Raya sebenarnya ada di daerah cekungan, tapi yang tercekung dari semua yang di cekungan adalah Bandung Selatan. Air hujan menjadi senang merendam daerah tercekung ini, mungkin karena perbandingan luas bangunan dangan luas tanah tidak 3:5 atau 2:5 seperti yang dikatakan Gaya tadi. Pastikan bumi jangan terendam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun