Mohon tunggu...
Rini DST
Rini DST Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga - Seorang ibu, bahkan nini, yang masih ingin menulis.

Pernah menulis di halaman Muda, harian Kompas.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Asal-usul Pelangi di Langit Biru, Benarkan Ciptaan Tuhan?

31 Desember 2020   10:50 Diperbarui: 31 Desember 2020   21:04 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dispersi pada sebuah prisma kristal. Sumber Gambar : Pixabay.

Langit adalah bagian dari alam raya ciptaan Tuhan,  yang terbentang di atas kita.  Langit terdiri dari gas dan udara yang tampak berwarna biru pada pagi dan siang hari, merah pada senja hari dan gelap pada malam hari. Terkadang langit juga bagaikan dilukis dengan warna merah-jingga-kuning-hijau-biru-nila-ungu.  Itulah pelangi. Siapakah pelukisnya

"Apakah Laras pernah melihat pelangi?"  Tanya Nini suatu sore melalui chat di WA grup. 

"Pernah Ni, waktu tinggal di Cimacan," jawab Laras.

Ibunda Laras pernah menjalani Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) di RSUD Cimacan. 

Suasana menjelang sore di Cimacan, Jawa barat, usai hujan. Udara terasa sangat bersih. Debu yang biasanya berterbangan di lapisan atmosfer bumi yang berlapis-lapis hilang terguyur hujan. 

Lapisan atmosfer bumi dimulai dari titik 0 (nol) persis di atas tanah, hingga 560 kilometer di atas permukaan bumi. 

"Siapa yang melukis pelangi seperti yang ditanyakan dalam lagu Pelangi, Ni?" tanya Laras, "Apakah Tuhan?"

"Pelangi memang ciptaan Tuhan," jawab Nini. 

"Tetapi kejadiannya bisa dijelaskan dengan ilmu pengetahuan," lanjut Nini. 

Pembiasan pada sebuah gelas berisi air. Sumber Gambar : Pixabay.
Pembiasan pada sebuah gelas berisi air. Sumber Gambar : Pixabay.

Pada 2 media berbeda, yang masing-masing media mempunyai indeks bias yang berbeda. Sepenggal benda yang datang dari media pertama ke media berikutnya, pada garis membatasi kedua media tersebut akan mengalami pembiasan.

Apakah itu pembiasan?

Pembiasan adalah pembelokan penampakan benda tersebut, dengan aturan-aturan sesuai Ilmu Pengetahuan yang ditemukan oleh Willebrord Snellius. Seorang akhli bidang astronomi dan matematika yang berkebangsaan Belanda, penemu hukum pembiasan. Yang selanjutnya dikenal juga sebagai Hukum Snellius.

Perlu diketahui terlebih dahulu, yang dimaksud dengan garis normal. Yaitu garis yang tegak lurus dengan garis pembatas kedua media yang berbeda. 

Sudut datang adalah sudut yang dibentuk oleh sinar yang datang pada media pertama dengan garis normal dan sudut bias adalah sudut yang dibentuk oleh sinar yang pergi melalui media selanjutnya dengan garis normal.

  • Sudut datang dan  sudut bias akan berbanding terbalik dengan indeks bias media yang dilalui awal dan indeks bias media yang berikutnya. 

"Seperti pensil kalau dicelup ke dalam gelas yang berisi air ya Ni" kata Laras sambil praktek teori pembiasan di rumahnya yang sekarang.

Laras sekarang tinggal di Cirebon. Bukan di Cimacan lagi, karena ibu sudah menyelesaikan WKDS. Laras belum pernah melihat pelangi di Cirebon. 

Pembiasan akibat sinar matahari terjadi, apabila melihat ke dalam sebuah kolam. Ikan-ikan dan benda-benda lain dalam kolam tampak lebih dekat. 

Dispersi pada sebuah prisma kristal. Sumber Gambar : Pixabay.
Dispersi pada sebuah prisma kristal. Sumber Gambar : Pixabay.

Selain mengalami pembiasan sinar yang datang dari suatu media ke media lain yang  yang berbeda isotropik, akan mengalami dispersi atau penguraian warna. 

"Mengapa pelangi berwarna-warni Ni?" Tanya Laras.

"Sinar yang berwarna putih yang datang dari udara yang menumbuk prisma kristal, selain mengalami pembelokan juga mengalami penguraian warna," jawab Nini.

"Me-ji-ku-hi-bi-ni-u!" kata Laras dengan cepat.

"Apa itu?" tanya nini.

"Merah-jingga-kuning-hijau-biri-nila-ungu!" balas Laras dengan lebih cepat dan yakin.

"Wah, cucu nini sudah pintar," puji nini.

Sinar matahari yang berwarna putih bersifat polikromatik, gabugan dari beberapa cahaya dengan panjang gelombang berbeda. Warna-warna yang dapat dilihat dengan mata seorang manusia adalah merah-jingga-kuning-hijau-biri-nila-ungu, yang masing masing mempunyai panjang gelombang yang berbeda. 

Matematikawan dan fisikawan Belanda Christiaan Huygens menemukan sinar matahari yang putih dibiaskan dan diuraikan menjadi berwarna-warni merah-jingga-kuning-hijau-biri-nila-ungu.

  • Sudut datang sinar matahari yang datang dan sudut bias sinar dengan warna me-ji-ku-hi-bi-ni-u berbanding lurus dengan panjang gelombang sinar datang dan panjang gelombang sinar me-ji-ku-hi-bi-ni-u yang tampak pada langit biru.

"Ni, katanya adik Zaina juga pernah melihat pelangi pada dinding rumah seberangnya," kata Laras sambil bertanya, "Apakah di Jepang pelangi di dinding?"

"Tentu tidak," jawab nini, "Kejadian yang dilihat Zaina adalah peristiwa pembiasan dan penguraian sinar seperti penelitian Snellius dan Huygens, yang terjadi di rumah seberang."

"Mungkin kaca pintu atau jendela rumah seberang apato Zaina berbentuk prisma ya Ni?" tanya Laras lagi, cucu nini yang selalu ingin tahu.

Nini tersenyum dengan pertanyaan cucunya. Benar seperti lagu ciptaan AT Mahmud, yang didendangkan  di sekolah-sekolah pada masa kanak-kanak dan masa bisa sekolah tatap muka. Pelangi ciptaan Tuhan. 

"Pelangi terjadi karena ada sinar matahari yang jatuh pada butir air hujan, mengalami pembiasan dan penguraian pada langit yang biru," jelas nini lebih lanjut. 

Hari hujan, Laras dan Nini segera menutup WA keluarga. Laras mengembalikan gawai kepada ibu. Gawai memang tak terlalu baik untuk digunakan terus menerus, tetapi bagaimana dengan musim pandemi begini. Jumpa antara Laras dan Nini entah kapan bisa dilakukan. Nini selalu menyimpan rasa rindu kepada cucu-cucunya, Laras dan Zaina, dalam rangkaian kata dan kalimat. 

Menjelang sore hari usai hujan, Laras pamit kepada ibu untuk keluar ke teras rumah. Ia mendongak ke ke langit biru ingin melihat pelangi.

Referensi: 1, 2, 3.

Bumi Matkita,

Bandung, 31/12/2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun