Tetapi ... tetapi saat aku mengangkat  kaki kanan untuk melangkah, kaki kiri yang polio tidak bisa menahan arus sungai. Hampir-hampir aku hanyut, tetapi ART menangkap diriku. Sungguh merupakan pengalaman masa kanak-kanak yang tak akan terulang pada masa dewasa.
Pinter.
Saat remaja, sebenarnya aku pengin pinter. Tetapi bandel dan kendel tidak mengarahkan aku menjadi pinter. Pas-pasan saja, kalau enggan menyebut diri males.Â
Kepada para difabel, "Jadilah manusia pinter!"
Jangan sia-siakan waktu. Jangan pernah takut menuntut ilmu setinggi langit. Siap menerjang dunia kerja apa pun. Bagiku bandel dan kendel itu perlu dan indah pada masa kanak-kanak, aku sangat bersyukur walau hanya mampu menerjang dunia kerja kaum difabel.Â
Dari sekian pengisi kolom pekerjaan di Kartu Tanda Penduduk (KTP) negara RI, aku memilih pekerjaan mengurus rumah tangga. Siapa takut?
Mengurus rumah tangga secara definisi terbagi 2 besar, yaitu Ibu Rumah Tangga (IRT) dan ART. Aku yang lulus S1 dan tidak lulus S2 memilih IRT. Aku tidak lulus S2 bukan karana halangan sebagai difabel, tapi karena tidak tega meninggalkan anak-anak yang masih kecil dengan ART. Entahlah mengapa, mungkin karena pengalaman masa kecil melihat ART ayah yang mau  aku ajak main di sungai saat ayah bekerja.Â
Kucel.
"Ah, aku sudah gagal untuk menerjang dunia kerja umum," pikirku, "tapi aku tak boleh meratapi diri terus menerus."
Dengan tidak kucel, sebagai IRT yang memberikan "les" matematika di rumah. Anak-anak dari tingkat SD hingga SMA, silih berganti datang ke rumah. Tak kusangka benar-benar ada hikmah dibalik rasa kegagalan, kesempatan ini aku gunakan untuk mendampingi anak-anakku belajar di rumah juga.Â
Sekarang ... hampir setiap sarapan dan makan bersama suami, kami sering berbincang mengenang masa-masa lalu.
"Alhamdulillah, kita bisa mengantar anak-anak sampai lulus semua ya bu," kata suami.
"Alhamdulillah bisa mengantar puteri ke-1 hingga lulus sebagai Spesialis Penyakit Dalam (Sp. PD)," aku menyambung.