Dua kelompok berdasarkan tempat tinggal. Aku dan teman-teman dari Kampung Cemara lawan anak-anak dari Kampung Baru. Sungguh suasananya bagaikan akan terjadi pertempuran dahsyat.Â
Karena ayah bekerja dan ibuku sudah tiada, rumahku menjadi tempat berkumpul kelompok Kampung Cemara. Sehingga aku seperti pemimpin, wow!
Kelompok Kampung Baru dipimpin oleh Rudy Halkema. Waduh anak oom yang baik hati mangantar aku pada hari pertama sekolah.
Hari makin sore, kelompok kampung Baru, melangkah dengan gagah menuju rumahku. Kelompok kampung Cemara siap menunggu berdiri tegak berjajar di teras rumah, siapa takut? Ternyata ... ternyata ayah yang pulang kerja dari PG ikut berjalan di tengah-tengah mereka, kelompok Kampung Baru.
"Ada apa ini?" tanya ayah kepadaku
Aku ceritakan asal muasal olok-olokan, yang sangat memalukan kalau diingat-ingat.Â
"Ayo, salaman semuanya!" kata ayah mendamaikan kami semua.Â
Kendel.
Kendel artinya berani, yang lebih sering dipakai sebagai beraninya masa kanak-kanak. Karena tiap siang ayah bekerja di PG hingga sore hari, di rumah bebas. Tapi bebas zaman dulu lain dengan bebas zaman sekarang.
Tepat di sebelah rumah ada sungai, entah apa namanya. Kadang air deras, kadang air surut. Melihat teman-teman main di sungai, aku jadi ingin mencebur ke sungai juga. Walaupun dengan prinsip, "Siapa takut?" Aku mengajak asisten rumah tangga (ART) ayah.Â
Kalau diingat-ingat sebenarnya ART itu bandel. Bukankah harusnya menjaga rumah, tapi kok malahan ikut main ke sungai.Â
Aku mencebur dimulai dari pinggir sungai, Â melihat teman-teman aku ingin ke bagian tengah sungai.Â