Mohon tunggu...
Rini DST
Rini DST Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga - Seorang ibu, bahkan nini, yang masih ingin menulis.

Pernah menulis di halaman Muda, harian Kompas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Warna Kerinduan di Masa Pandemi Covid-19 menjelang "New Normal"

25 Mei 2020   11:37 Diperbarui: 28 Mei 2020   06:58 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Pixabay - geralt

Entah dari mana munculnya pendapat ini dalam diriku. Katanya di saat menyelesaikan ari-ari anak saat melahirkan ada dua cara. Cara satu menanam di halaman rumah, cara dua  melarung ke laut atau sungai deras. Katanya lagi. Kalau memilih menanam di rumah, nanti saat anaknya besar akan anteng di sekitar orang tua. Seperti tanaman baru yang akan tumbuh subur kalau di sekitar induknya begitu. 

Sedangkan kalau memilih melarung ke laut atau sungai deras, nanti saat anaknya besar akan senang merantau. Seperti tanaman yang benihnya diterbangkan angin dan bisa  tumbuh subur, dengan jauh dari induknya begitu.

Saat pendapat itu aku sampaikan kepada suami, langsung kami berdua sepakat memilih cara dua. Kami membayangkan rasa bangga, bisa menghantar anak sukses merantau di perantauan.  Dan kami membayangkan anak-anak sukses dan bahagia di perantauan . 

Suami melakukan pelarungan ari-ari sesaat sesudah anak-anak lahir sesuai pilihan kami, walaupun masih mengikuti tradisi yang diajarkan otang tua. 

Ari-ari dicuci bersih dan dilumuri bumbu pepek yang sudah diuleg bersama garam, lalu dibungkus kain putih dan dimasukkan dalam kendil. Diisi potlod pendek, kertas yang bertuliskan hanacaraka lengkap, jarum dan benang. Sepertinya supaya anak-anak nantinya bisa baca tulis, dan menjahit baju sendiri. 

Karena aku masih di rumah sakit, suami melaksanakan sendiri semua pelarungan tanpa harus minta tolong ke siapa-siapa  ke sungai Cikapundung, Bandung. Air sungai yang deras menggelora membawa hanyut kendil. Mudah-mudahan kendil selamat sampai ke laut luas. Dengan iringan doa dalam hati, semoga anak-anak juga selamat dalam mengarungi perjalanan hidup sejak lahir, dewasa hingga tua. 

Kini di masa pandemi covid-19, anak-anak yang sudah terkunci di perantauan masing-masing. Anak-anak telah dewasa, berada di perantauan masing-masing. Sudah membangun keluarga dan masing-masing telah memberikan cucu. Nini-engki tetap setia hidup di kampung halaman. 

PSBB dan larangan mudik membuat anak-cucu tidak bisa pulang ke kampung halaman nini-engki. Baik pada bulan Ramadhan, ataupun pada hari H saat Idul Fitri 2020. Selama pendemi covid-19 belum sirna, anak-anak tidak pulang karena larangan mudik untuk menghindarkan beberapa hal yang tidak diharapkan.

Dengan mudik, akan terus terjadi pengutaian benih-benih penularan covid-19 yang kecepatannya sangat tinggi. 

Dengan mudik, rawan terjadi penularan covid-19 kepada nini-engki yang sudah termasuk kelompok rentan.

Pikar-pikir, rundang-runding, akhirnga harus pilih, tidak bisa pilah-pilih. Taat kepada larangan dan anjuran pemerintah. Larangan mudik dan anjuran  solat Idul Fitri 2020 di rumah masing-masing. Janjian pakai baju bagus. Tampak  di TV, pasar-pasar mulai buka menjual baju-baju baru. Suasana lebaran dari tahun ke tahun merupakan waktu untuk berbaju baru. Sulit dihindari.

Tapi tidak bagi nini-engki dan anak-cucu. Tidak harus membeli baru. Tidak tergoda untuk membeli baru. Masih taat untuk jaga jarak dan di rumah saja. Cukup mamanfaatkan baju bagus yang ada. bukankah gaya hidup nini-engki dari muda memang sudah penuh warna ikut semarak fesyen. Semua harus bisa menahan diri dengan ikhlas. Tanpa ada rasa jengkel terhadap siapapun.

Mudik, yang kini dibedakan dengan pulang kampung, juga merupakan tradisi Idul Fitri yang paling dirindukan. Nini-engki rindu anak-anak, rindu cucu. Anak-anak rindu orang tua, cucu-cuucu rindu nini-engki. Itulah silaturahmi Idul Fitri yang selalu dirindukan. Saat ini, saat adanya pandemi covid-19, pemerintah RI mengeluarkan larangan mudik.

Karena kemajuan teknologi, semua bisa mengendalikan rindu silaturahmi dengan baik. Memanfaatkan apa yang ada, yang bisa dimanfaatkan . Semua harus bermanfaat untuk keluarga, bangsa dan negara, dangan cara-cara sebagai berikut

  1. Setiap pagi kami berkirim pesan melalui whatsapp grup keluarga. Menyatakan harapan agar semua sehat. Juga mengirim berita apa saja yang dilakukan. Misalnya masak apa atau pakai baju warna apa. Anak-anak sering mengirim foto dan video, agar nini dan engki mengikuti perkembangan cucu-cucu.
  2. Seminggu sekali melakukan video call, agar rindu silaturahmi terwujud melalui gawai yang ada dalam genggaman tangan masing-masing. 
  3. Mengikuti larangan pemerintah untuk tidak mudik. Saling menasihati mengikuti anjuran pemerintah, untuk melaksanakan solat Idul Fitri 2020 di rumah. Mereka yang mencoba-coba melakukan mudik lalu diputar-balikkan, telah membuat adanya kerumunan berlipat ganda. Solat Idul Fitri 2020 di bersama di mesjid atau di lapangan, membuat kerumunan yang penularannya berlipat ganda juga.
  4. Tak lupa memakai baju bagus saat melakukan solat Idul Fitri, walaupun di rumah saja. Nini-engki, seperti biasa memanfaatkan baju-baju yang ada. Banyak baju nini-engki yang bagus, yang dikenakan saat anak-anak wisuda dan saat meyelenggarakan acara pernikahan anak-anak. 
  5. Sesudah solat Idul Fitri 2020 di rumah masing-masing dan menikmati hidangan yang dibuat sendiri, lanjut dengan sibuk menggenggam gawai masing-masing untuk melakukan video call.. Nini dan engki di Bandung--cucu pertama Laras dan ayah ibu di Kuningan, Jabar--cucu kedua Zainab dan ayah ibu di Okayama, Jepang. 

Selamat Idul Fitri nini-engki. Selamat Idul Fitri anak-cucu. Selamat Idul Fitri Kompasiana. Selamat Idul Fitri Indonesia. Semoga rindu  silaturahmi tersuasanakan dengan indah. Semarak senada dengan warna baju bagus yang dikenakan oleh nini-engki--anak-cucu. Dengan disertai harapan dalam hati, mudah-mudahan di masa new normal ada kesempatan berjumpa. 

Mohon maaf lahir dan batin

Bumi Matkita,

Bandung, 25 Mei 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun