Artikel ini berisi penjelasan mengenai definisi, gejala, faktor penyebab, dan dampak dari gangguan menentang oposisional/oppositional defiant disorder (ODD)
Pada anak-anak usia prasekolah wajar untuk menunjukkan ledakan amarah dalam setiap minggunya, namun yang harus menjadi perhatian adalah apabila gejala yang ditunjukkan berlangsung secara tidak normal pada usia, jenis kelamin, dan budaya individu tertentu dan berlangsung dalam kurun waktu 6 bulan, kemungkinan mengacu pada gejala gangguan menentang oposisional. Untuk dapat mengetahui gejala dari gangguan menentang, yuk simak penjelasan berikut!
Gangguan menentang oposisional atau Oppositional Defiant Disorder (ODD) merupakan pola suasana hati yang mudah marah/mudah tersinggung, perilaku argumentatif/menentang, atau pendendam yang setidaknya berlangung selama 6 bulan.
Gejala dalam gangguan menentang oposisional adalah sebagai berikut:
Suasana hati marah/mudah tersinggung
- Sering hilang kesabaran
- Sering kali sensitif dan mudah terganggu
- Sering marah dan kesal
Perilaku argumentatif/penentangan
- Sering berdebat dengan figur otoritas (seperti orang tua)
- Sering kali secara aktif menentang atau menolak untuk mematuhi permintaan dari figur otoritas atau aturan
- Sering dengan sengaja mengganggu orang lain
- Sering menyalahkan orang lain atas kesalaham atau perilaku buruknya
Setelah mengetahui gejala dari gangguan menentang oposisional, kita juga perlu mengetahui apa-apa saja yang menjadi faktor penyebab dalam terbentuknya gangguan menentang oposisional pada anak.
Faktor penyebab gangguan menentang oposisional
1. Faktor lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga yang tidak stabil dapat menyebabkan kondisi emosional anak yang tidak stabil pula. Lingkungan rumah yang tidak stabil ini dapat mencakup lebih dari sekadar konflik orang tua. Faktor ini juga melibatkan kekurangan dukungan emosional, atau bahkan situasi keuangan yang sulit dan hal lainnya. Semua ini bisa menciptakan beban yang besar bagi anak, mendorong mereka untuk menunjukkan sikap defian sebagai bentuk tanggapan terhadap ketidaknyamanan tersebut.
2. Faktor genetik
Orangtua atau bahkan anggota keluarga di luar keluarga inti, yang juga berhubungan darah dan memiliki kecenderungan gangguan kesehatan mental dapat menjadi faktor resiko timbulnya gangguan menentang oposisional pada anak.
3. Faktor sosial
Pengaruh teman sebaya dan lingkungan sosial juga punya peran besar. Misalnya, ketika anak lebih banyak berinteraksi dengan teman yang punya sikap negatif, bisa jadi mereka mencontoh perilaku tersebut. Serta kurangnya hubungan pertemanan yang positif, seperti teman yang saling mendukung dan mendorong pertumbuhan diri pada anak dalam lingkungan sosial dapat memperburuk respons anak terhadap otoritas dan aturan.
4. Faktor neurobiologis
Ketidakseimbangan zat kimia dalam otak atau disfungsi pada neurotransmitter, memainkan peran kunci dalam mengendalikan perilaku dan respon emosional. ini dapat mempengaruhi regulasi mood, impuls, dan kontrol diri pada anak. serta menyebabkan perubahan dalam cara anak merespons aturan, otoritas, atau situasi yang menuntut kontrol diri dimana anak cenderung menunjukkan sikap menentang, membangkang, dan sulit mengendalikan emosi.
Setelah mengetahui faktor penyebab terbentukknya gangguaan menentang oposisional, sebagai orang tua kita dapat kembali merefleksikan diri apakah kita sudah benar-benar mempersiapkan diri dan lingkungan yang sehat bagi anak? Apakah selama ini kita acuh tak acuh pada perkembangan emosional anak selagi kebutuhan fisiologis anak telah terpenuhi?
Berikut dampak yang terjadi pada anak dengan gangguan menentang oposisional
1. Keterampilan sosial
Anak dengan gangguan menentang oposisional memiliki keterbatasan dalam pengetahuannya terhadap keterampilan sosial (social skill acquisition deficits), kesulitan mengkomunikasikan/mengeluarkan perasaannya serta kebutuhannya (social performance deficits), sehingga interaksi yang ditunjukkannya kurang dapat diterima lingkungan, serta adanya kesulitan dalam pemecahan masalah, sehingga akan nampak ketika anak tersebut harus memutuskan situasi mana untuk memunculkan perilaku yang tepat.
Rendahnya keterampilan sosial membuat anak kurang mampu menjalin interaksi dengan baik dalam lingkungannya dan memilih tindakan agresif sebagai cara untuk menghadapi situasi atau permasalahannya. Anak-anak cenderung menganggap tindakan agresif merupakan cara yang paling tepat untuk mengatasi permasalahan sosial dan mendapatkan apa yang diinginkannya. Akibatnya anak sering mendapat penolakan oleh orang tua, teman sebaya, dan lingkungan.
2. Prestasi di sekolah
Kemarahan dan kecenderungan gangguan perilaku menentang yang maladaptif menunjukkan bahwa anak tidak memiliki kemampuan mengendalikan emosi sesuai perkembangan anak usia sekolah yang pada umumnya mampu mengontrol dan mengarahkan tindakannya untuk menjalin kerjasama dengan orang lain. Dari sisi akademis, akibat dari gangguan perilaku oppositional-defiant disorder ini, anak kesulitan belajar dalam kelas sehingga mengakibatkan prestasi akademiknya menjadi rendah dan anak seringkali didiagnosis mengalami learning disabilities (kesulitan belajar).
Anak dengan gangguan menentang oposisional juga menunjukkan perilaku-perilaku yang cenderung melalaikan tugas daripada mengerjakan tugas, dimana anak cenderung kurang memperhatikan, menolak untuk terlibat, impulsive dan juga mudah beralih perhatiannya.
3. Munculnya gangguan perilaku lain
Apabila tidak ditangani, gangguan menentang oposisional dapat menjadi resiko untuk perkembangan gangguan kecemasan dan gangguan depresi mayor, bahkan tanpa adanya gangguan perilaku.
Referensi
American Psychiatric Association. (2013). The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 5th Edition (DSM-V). United States
Kurniawati, T.W., (2018). Pengaruh Parent Management Training Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Pada Anak Dengan Oppositional Defiant Disorder. Skripsi. Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia: Yogyakarta.
Nolen-Hoksema, Susan (2020). Abnormal Psychology. New York: McGraw-Hill Education
Tjokro. A.C.C., (2019). Keterampilan Sosial Pada Anak Oppositional Defiant Disorder (Studi Deskriptif). Tesis. Program Studi Magister Profesi Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata: Semarang.
Wahyuni, E.S., (2019). Hubungan Antara Gangguan Perilaku Menentang dengan Perilaku Belajar pada Siswa Sekolah Dasar. Skripsi. Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang: Semarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H