Mohon tunggu...
susi respati setyorini
susi respati setyorini Mohon Tunggu... Guru - penulis

Pengajar yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pancake Cokelat Almond

13 Februari 2021   06:02 Diperbarui: 13 Februari 2021   06:08 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pergi dari rumah ini, kalau kau banyak tanya!"

Baru kali ini Diyanti melihat Nenek Ros marah besar. Diyanti mengeret. Duduknya sudah tak lagi nyaman. Saat itu, dia memilih berlari masuk ke kamarnya daripada melihat perempuan bertongkat itu murka.

Namun, semua itu lenyap dalam kepingan memori otaknya. Diyanti benar-benar abai. Kali ini Diyanti memilih nekat.

Diyanti membuka kunci gembok pelan-pelan. Kunci yang dia dapatkan di lemari pajangan di ruang tengah. Diyanti yang tomboi dan banyak akal ini, tak terlalu kesulitan mencari kumpulan kunci di rumah ini. 

Dia pernah melihat Nenek membuka lemari itu, saat Diyanti mengaku kehilangan kunci kamarnya. Dengan begitu, si nenek akan mencarikannya kunci cadangan dalam kotak kayu dalam lemari.

Berhasil! Pintu perlahan didorong. Diyanti berusaha deritan pintu tak memicu pendengaran Nenek Rosmala. Gembok dan kunci dimasukkan ke dalam saku celananya. Matanya mulai menelisik ruangan bau apek tanpa penerangan. Satu-satunya cahaya yang bisa menuntun Diyanti melangkah adalah berkas sinar dari lubang udara jendela di sisi kiri.

Diyanti maju selangkah. Sebelah kiri ada dipan kayu dengan kasur yang samar-samar terlihat kumal. Di sisi kanan ada pintu lagi. Kepala Diyanti bergerak mengintip celah pintu yang ternyata tak terkunci. Langkah kaki kirinya menyusul kaki kanan. Belum sempat melongok ke dalam, tiba-tiba gelap yang dirasanya.

Sebuah pukulan mengenai Diyanti. Gadis itu pingsan. Tak ada yang menolong. Diyanti dibiarkan terkapar di lantai dingin dalam ruang terlarang itu entah berapa lama.

"Aw, aduh sakiit ...," keluh Diyanti beberapa saat kemudian.

"Sudah bangun? Apa rasanya dipukul? Sakit?" Suara itu bertanya dilanjutkan tertawa.

Diyanti menoleh mencari sumber suara. Dia beringsut mundur setelah berkali-kali menoleh, tetapi tak juga menemukan pemilik suara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun