Mohon tunggu...
susi respati setyorini
susi respati setyorini Mohon Tunggu... Guru - penulis

Pengajar yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Kala #08

30 Agustus 2018   12:04 Diperbarui: 30 Agustus 2018   12:06 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ayo! Kita duduk menunggu pagi, biar aman kamu sampai ke rumah."

Aku hanya menurut saja dan duduk di kursi tunggu setasiun Jenar. Sekitar satu jam lagi azan subuh berkumandang. Selepas salat subuh, aku harus melanjutkan perjalananku untuk sampai ke dusun Jenar Kidul, sekitar tengah hari aku baru sampai di sana. Hanya ada ojek untuk sampai di dusun yang kabarnya memiliki peninggalan kebudayaan.

"Bapak sepertinya paham daerah ini," tanyaku.

Kakek itu mengetatkan jaket lusuh yang dipakai sembari menghela napas beratnya.

"Nanti kamu juga akan tahu siapa saya," ucapnya ringan.

Aku hanya mengangguk pelan menahan kesalku. Kakek di sisiku ini banyak menyimpan misteri.

"Di dusun Kauman ada masjid peninggalan Sunan Kalijaga."

Aku mulai menyimak penjelasannya. Dan larut dalam ceritanya tentang Masjid Tiban. Sesekali aku bertanya tentang masjid peninggaan sejarah.

"Syeh Siti Jenar."

"Kamu masih ingat?"

Aku mengangguk. Kakek itu pun melanjutkan ceritanya. Dan aku kembali terikat dengan semua cerita sejarah darinya.

Surya mulai mengintip menyapa pagi. Seberkas sinarnya sudah terasa menghangatkan. Aku berdiri dan beranjak menuju musala stasiun mengikuti langkah Kakek yang sudah berjalan lebih dulu.

Gemercik air yang menyentuh lantai, lebih dulu membasuh tangan dan kakiku saat berwudu. Walaupun dingin terasa hingga tulang, aku mencoba bertahan melawan hantaman dingin sejak aku sampai di stasiun ini.

"Ibumu menitipkan kunci rumah?"

Aku mengangguk. Mencoba mengingat penjelasan Ibu kemarin sebelum aku berangkat.

"Ini kunci rumah," tunjuk Ibu, "ini kunci pintu depan, dan ini kunci kamar. Ada dua kamar. Dan kunci pintu belakang yang ini," jelas Ibu sambil menunjukkan masing-masing kunci rumah.

Aku mengangkat wajahku ke arah Ibu sebentar sebelum memperhatikan penjelasan Ibu tentang kunci rumahnya di Jenar.  

Aku masih tertegun, ternyata Ibu masih menyimpan kunci-kunci rumah lamanya. Rumah yang sudah ia tinggalkan hampir dua belas tahun lalu itu.

Kunci-kunci di atas meja itu sudah mulai berubah warna. Kusam. Wajar, Ibu menyimpan sangat rapi di laci lemari di kamarnya. Dan selama dua belas tahun, Ibu belum pernah bercerita tentang rumah di Jenar. Kalau saja aku tidak bercerita tentang mimpi-mimpiku yang aneh dan menyeramkan, barangkali selama itu pula Ibu merahasiakan rumahnya di Jenar.

"Bu ... Ibu yakin mimpi-mimpiku ada hubungannya dengan rumah Ibu di Jenar?" tanyaku.

#30dwcjilid14

#squad6

#day8

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun