Surya mulai mengintip menyapa pagi. Seberkas sinarnya sudah terasa menghangatkan. Aku berdiri dan beranjak menuju musala stasiun mengikuti langkah Kakek yang sudah berjalan lebih dulu.
Gemercik air yang menyentuh lantai, lebih dulu membasuh tangan dan kakiku saat berwudu. Walaupun dingin terasa hingga tulang, aku mencoba bertahan melawan hantaman dingin sejak aku sampai di stasiun ini.
"Ibumu menitipkan kunci rumah?"
Aku mengangguk. Mencoba mengingat penjelasan Ibu kemarin sebelum aku berangkat.
"Ini kunci rumah," tunjuk Ibu, "ini kunci pintu depan, dan ini kunci kamar. Ada dua kamar. Dan kunci pintu belakang yang ini," jelas Ibu sambil menunjukkan masing-masing kunci rumah.
Aku mengangkat wajahku ke arah Ibu sebentar sebelum memperhatikan penjelasan Ibu tentang kunci rumahnya di Jenar. Â
Aku masih tertegun, ternyata Ibu masih menyimpan kunci-kunci rumah lamanya. Rumah yang sudah ia tinggalkan hampir dua belas tahun lalu itu.
Kunci-kunci di atas meja itu sudah mulai berubah warna. Kusam. Wajar, Ibu menyimpan sangat rapi di laci lemari di kamarnya. Dan selama dua belas tahun, Ibu belum pernah bercerita tentang rumah di Jenar. Kalau saja aku tidak bercerita tentang mimpi-mimpiku yang aneh dan menyeramkan, barangkali selama itu pula Ibu merahasiakan rumahnya di Jenar.
"Bu ... Ibu yakin mimpi-mimpiku ada hubungannya dengan rumah Ibu di Jenar?" tanyaku.
#30dwcjilid14
#squad6