Aku memalingkan pandanganku ke arah rumah, tepatnya kamar depan. Bersinar? Ah, mungkin hanya pantulan sinar bulan kala malam.
"Kak, saya pamit, ya." Tanpa menunggu jawabanku Mulia sudah pergi, dengan membawa motornya melaju kencang. Aku menggelengkan kepala melihat polahnya yang ketakutan dengan ceritanya sendiri.
Aku melangkah masuk ke halaman dan merogoh saku tas untuk mencari kunci rumah.
Hari mulai gelap, sepertinya aku harus bergegas masuk dan membereskan rumah. Aku masih mencari kunci rumah yang aku masukkan di saku tas bagian dalam. Aneh! Kenapa kunci itu tidak ada? Aku masih ingat memasukkannya dalam tas sebelum berangkat pagi tadi.
Aku menghela naoas sambil terus mengingat di mana aku meletakkan kunci rumah.
"Kamu cari ini?" tiba-tiba seseorang mengejutkan aku sambil mengukurkan sebuah kunci.
Aku terperanjat hampir melompat melihatnya. Kehadirannya tanpa kusadari. Lelaki brewokan berkulit gelap masih enunggu uluran kunci darinya kuterima.
"Kamu siapa? Dari mana kamu dapatkan kunci ini?" selidikku.
"Kamu menjatuhkannya di depan pagar, waktu kamu membayar ojek," jawabnya.
Aku tertegun sambil mengingat kejadian tadi. Apa benar kunci rumah aku masukkan saku jaketku? Bukannya aku jelas menyimpannya dalam saku tasku?
Aku masih belum yakin aku menjatuhkan kunciku, tapi bukan saatnya aku berlama-lama di depan rumah sementara senja sudah mulai menyapa mega.