"Ojek, Kak?" tawarnya padaku. Aku yang baru sampai dan baru pertama kali sampai di sini, terlihat kebingungan. Maka tawarannya tak kusia-siakan.
"Bisa antar saya ke alamat ini?" tanyaku sambil menyerahkan secarik kertas kumal.
Tukang ojek itu meraih kertas dan membacanya. Dia mengangguk.
"Saya tahu, Kak."
Aku pun naik ke boncengan dan dia menyalakan motornya sekejap membelah jalan meniju alamat yang kutuju.
"Kamu sudah lama ngojek?" tanyaku basa-basi.
"Sudah, Kak. Sejak lulus SMA."
"Tidak kuliah?"
"Tidak ada biaya, Kak. Tamat SMA saja sudah Alhamdulillah."
"Ooh ...."
Aku menganggukkan kepala tanda memaklumi kondisinya. Barangkali pendidikan tinggibdi desa ini masih dianggap barang mewah yang tidak semua orang mampu membelinya.