Mohon tunggu...
Inovasi Pilihan

Ibu Patmi dan Chico Mendes

23 Maret 2017   20:31 Diperbarui: 24 Maret 2017   05:00 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: vietq.vn

Dukungan kepada Mendes terus bertambah, bersama aktivis konservasi mereka menjaga lahan-lahan, dengan sebutan program “kawasan suaka ekstraktif”, memanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari dan menjaga hutan. ternyata yang dilakukan oleh Mendes, bukan saja menyelamatkan kampung, tanah dan lahan, tetapi juga dia berhasil menjaga hutan dan kesinambungan manusia.

Tetapi upaya ini membuat marah para tuan tanah pendukungnya, tahun 1987, Mendes menggagalkan penguasaan lahan atas pemilik peternakan Darly Alves da Silva dengan membabat yang berencana untuk membabat hutan, padahal kawasan tersebut adalah kawasan konservasi.

Beberapa hari menjelang Natal di tahun 1988, persisnya 22 Desember, Mendes ditemukan tewas di dekat rumahnya di Xapuri. Yang menyedihkan putranya Da Silva dan seorang laki-laki sebagai diduga sebagai pembunuhnya.

Matinya Mendes, tidak menghentikan gerakan menyelamatkan hutan, tetapi gerakan untuk menyelamatkan tanah, lahan dan hutan justru semakin meluas. Seketika, pemberitaan tentang Mendes meluas, bahkan sampai mengisi berita-berita di media internasional.

Kematian seorang pemimpin-Chico Mendes- tidak membuat semangat rekan-rekannya  mengendur, sepuluh tahun kemudian rekan-rekan Mendes menciptakan Forest Governmentyang mengembangkan model pembangunan hijau dan rendah karbon, dimana hutan-hutan tetap dijaga. Kini kawasan hutan yang dijaga dengan mekanisme ini terus bertambah, ada sekitar 12 juta hektar yang kini dikelalo dengan prinsip-prinsip berkesinambungan.

Berkaca dari Chico Mendes, gerakan menyemen kaki masyarakat Kendeng, tampaknya tidak akan terhenti karena berpulangnya sang “kartini” ibu Patmi, yang berjuang dengan kesadarannya, bahwa bukit gamping adalah tempat menyimpan air bersih yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat di kawasan Kendeng.

Ibu Patmi telah pergi, dia memilih mati dengan caranya, berjuang untuk bumi dan sumber air, karena Ibu Patmi merasa kuatir bahwa sumber air untuk anak cucu dan kehidupan akan musnah, bila tidak dijaga. Selamat jalan Ibu Patmi, kaulah sejatinya pahlawan. Semoga Husnul Khatimah. Amin. (Rini)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun