Mohon tunggu...
Rini Puspitasari
Rini Puspitasari Mohon Tunggu... Lainnya - RINI PUSPITASARI

Universitas Negeri Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayahku Sayap Pelindungku

21 Maret 2022   16:56 Diperbarui: 21 Maret 2022   16:57 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari pertama masuk sekolah SMA Aku sangat bersemangat, karena berhasil masuk sekolah favorit di kota ku. Namun, cuaca pagi ini hujan deras dan dengan terpaksa aku harus menggunakan mantol plastik. Pukul 06:30 aku bergegas pergi ke sekolah, tetapi karena hujan semakin deras maka Ayah mengantarku. Aku hidup hanya bersama Ayahku, karena Ibuku meninggal saat melairkanku. Ayahku pun juga sudah tua karena dahulu menikah umur 40 tahun, tetapi Ayah selalu bekerja keras.

Aku pergi ke sekolah menggunakan sepeda ontel tua, dan begitupun dengan Ayahku. Ditengah derasnya hujan Aku dan Ayahku terus mengayuh sepeda dengan semangat. Tiba disebuah persimpangan, terdapat jalan berlubang dan banyak air tetapi tiba-tiba ada mobil yang melaju dengan kencang sehingga air genangan mengenai muka Ayahku. Dan hal itu tentu membuatku marah dan sontak meneriaki mobil tersebut, tetapi Ayah selalu mencoba menenangkanku dan kami langsung melanjutkan perjalanan.

Setelah perjalanan 25 menit, Aku telah sampai di sekolah. Dan karena bel sebentar lagi akan segera berbunyi, maka Aku langsung berpamitan dengan Ayahku dan pergi ke parkir sepeda. Nampak senyum Ayah sangat tulus dan bangga karena anak seorang juru parkir bisa bersekolah di SMA favorit. Namun disisi lain aku malu karena dilihat banyak orang saat parkir sepeda, dan memang saja di situ hanya terdapat sepedaku saja. Walaupun begitu, aku tetap bodo amat dan langsung bergegas ke kamar mandi sebelum ke kelas karena harus cuci kaki dan memakai sepatu.

Sesampainya di kelas, sudah nampak banyak orang asing bagiku dan mataku langsung tertuju pada meja kosong paling depan. Tanpa berpikir lama, aku langsung bergegas ke meja tersebut dan tak lupa menebarkan senyuman keteman-teman baruku. Setelah duduk beberapa saat, tiba-tiba bel berbunyi dan semua yang ada di ruang kelas langsung duduk di kursi masing-masing. Aku memperhatikan sekitarku semuanya nampak sangat akrab ingin rasanya aku berkenalan dengan mereka, tetapi Aku masih malu.

Setelah bel berbunyi lebih dari 5 menit, tiba-tiba pintu kelasku perlahan terbuka dan seisi kelas sontak diam. Ternyata yang datang tak lain adalah siswa baru, setelah melihat itu seisi kelas merasa lega dan bercanda gurau kembali. Murid baru perlahan datang mendekatiku karena sisa kursi kosong hanya disampingku. Sesampainya di depanku Ia menyodorkan tangannya dengan tujuan berkenalan denganku dan meminta izin untuk duduk sisampingku, aku pun langsung berkenalan dengannya dan mengizinkannya duduk di sampingku.

Adi, itulah nama murid baru yang duduk disampingku. Ia ramah dan ceria. Beberapa saat Adi duduk, akhirnya guru kelasku memasuki ruangan dan menyapa semua siswa. Setelah menyapa dan Ia juga memperkenalkan diri. Ibu Ayu namanya, beliau masih muda dan tentunya ceria. Setelah memperkenalkan diri, Ibu Ayu langsung cek presensi kelas untuk berkenalan dan dengan itu Aku tahu nama temanku sekelas.

 Setelah beberapa bulan bersekolah, Aku semakin akrab dengan Adi bahkan bisa dikatakan dia sahabatku. Aku dan Adi juga sering disebut "kembar" karena kemanapun selalu bersama dan juga memiliki hobi yang sama. Namun, disisi lain aku selalu pulang paling akhir karena malu di sekolahku hanya Aku yang memakai sepeda. Dan perlu diketahui bahwasanya Adi adalah anak orang kaya yang setiap hari pergi ke sekolah selalu diantar sopir pribadi. Selain itu, Aku juga tidak pernah mengeluarkan ponsel dari tasku karena ponselku jadul dan tidak bisa untuk buka internet.

Sungguh Aku bersahabat dengan orang yang beda kasta, tetapi Adi juga telah memilihku menjadi sahabatnya. Tiba di suatu hari Adi bertanya tentang diriku yang selalu tetutup dan pulang terakhir. Karena Adi sudah dekat denganku, maka aku cerita sesuai dengan keadaanku sebenarnya dan aku pun juga sudah pasrah jikalau Adi tidak ingin berteman denganku. Namun ternyata respon Adi berbeda, Ia hanya tersenyum seolah-olah paham akan posisiku dan ia berjanji akan selalu bersahabat denganku. Aku sangat bahagia dengan respon Adi.

Beberapa hari kemudian muncul di berita terdapat virus yang merajalela dan menyebabkan sekolah ditutup, hal itu tentunya juga berlaku untuk sekolahku apalagi di tengah kota. Hari Jumat setelah pelajaran selesai, Ibu Ayu datang ke kelasku dan mengumumkan bahwa pembelajaran tatap muka akan diliburkan serta untuk sementara waktu tugas akan dikirimkan ke whatsaap grup. Mendengar hal itu hati kecilku menangis, karena aku tidak memiliki ponsel yang bisa digunakan untuk  mengakses internet. Namun, Adi paham dengan keadaanku dan seketika Ia menolehku dan tersenyum seolah-olah semua akan baik-baik saja.

Setiap hari aku pergi ke rumah Adi untuk sekadar bertanya tugas yang telah diberikan guru, dan Adi tidak mempermasalahkan hal itu bahkan Ia selalu membawakan buah tangan untuk Ayahku. Tentu saja aku semakin tidak enak hati dengan Adi. Hari demi hari kulalui dan ternyata virus semakin merebak, akhirnya pembelajaran pindah menjadi full tatap maya. Setelah mengetahui keputusa itu, Aku mamberanikan diri berkata jujur dan meminta ponsel yang bisa digunakan untuk akses internet kepada Ayahku. Mendengar perkataanku sontak membuat Ayah kaget, tetapi Ia akan mengusahakanya.

Dalam hati kecilku, Aku merasa bersalah karena tidak memahami kedaan tetapi disisi lainnya memang ponsel itu sangat dibutuhkan. Setelah beberapa minggu pembelajaran daring, aku tetap belum bisa mengikuti. Disamping karena belum memiliki ponsel, keluarga Adi juga ada yang terpampak virus jadi tidak ada yang boleh memasuki rumahnya. Namun, Adi sempat meminta sopirnya untuk memberikan ponselnya padaku, tetapi aku menolaknya.

Setiap hari Aku selalu menanyakan ponsel baru kepada Ayahku, tetapi Ia selalu menyuruhku sabar. Karena Aku sudah tidak bisa mendapatkan informasi dari sekolah, maka Aku memberanikan diri bertanya kepada Ayahku. Namun jawabannya tetap sama, yaitu Aku harus bersabar. Entah sampai kapan Aku harus bersabar, sedangkan aku sudah tidak tahu informasi selama 2 minggu. Hingga pada akhirnya, disuatu Aku hilang kendali, Aku emosi dan memarahi Ayahku karena tidak segera membelikan ponsel baru. Sontak, setelah marah Aku langsung pergi membawa beberapa bajuku yang telah aku pindahkan ke tas. Ayah selalu mencegahku untuk pergi dan meminta maaf karena belum bisa menuruti keinginanku. Tanpa sengaja aku menampik badan Ayahku sehingga Ia terjatuh. Namun, Aku tetap mengabaikannya dan tetap pergi dari rumah. Aku juga membawa sepedaku dan sepeda Ayahku dengan maksud untuk menjualnya. Selain itu, Aku juga meminta penjual barang elektronik untuk mengambil beberapa alat elektonik yang ada dirumahku.

Setelah dari toko elektronik, Aku berjalan tidak tahu arah. Seharian hanya menyusuri jalan, hingga pada akhirnya karena sudah malam maka aku memutuskan untuk tidur dibawah kolong jembatan. Disana terdapat banyak orang yang tidur tak beralaskan, bahkan ada anak kecil juga.

Setelah terlelap semalam, Aku terbangun karena sinar matahari yang memanas dan badan yang pegal-pegal. Seketika aku langsung melihat orang berkeliaran ada pemulumg, pengemis, badut, bahkan anak kecil yang berlarian. Hari itu Aku berniat mencari pekerjaan apapun karena bagku terpenting mendapatkan uang untuk membeli ponsel. Aku pergi menyusuri jalan dan bertanya pada orang sekitar tetapi tidak mendapatkan solusi.

Akhirnya aku duduk karena kelaparan dan kepanasan, tetapi tiba-tiba ada badut yang duduk disampingku. Sontak aku terkaget dan badut karakter anak itu pun membuka topengnya. Ternyata dibalik topeng itu adalah ada anak kecil. Ia bercerita tentang kerasnya kehidupan hidup di ibu kota. Bahkan Ia juga menawarkan pekerjaan untukku, yaitu menggunakan kostum badut. Dan tanpa berpikir lama, aku langsung menerimanya.

Disamping itu, ternyata Ayah masih di rumah terbaring sakit karena masih kaget. Dan beberapa peralatan elektronik rumah sudah diambil oleh karyawan toko elektronik sesuai dengan perintahku, dan di dalam rumah hanya tersisa panci listrik serbaguna. Namun, di suatu hari karena Ayah merasa sudah fit maka ia tetap bekerja sebagai juru parkir. Ia berjalan kaki selama 35 menit karena sepedanya sudah dijual, padahal biasanya jikalau pakai sepeda Ia cukup menempuh waktu 15 menit.

Di siang hari, Ayah masih bekerja dan Ia merasa pusing karena belum makan selama 2 hari. Di tengah Ia bekerja, tiba-tiba mobil melaju kencang dari belakang Ayah dan menabraknya. Sontak semua kaget, karena Ayah langsung tak sadarkan diri. Ada pemilik toko tempat Ayah bekerja langsung menelpon rumah sakit terdekat. Sembari menunggu ambulance, orang disekitarkna mencoba menyadarkannya dengan memberi minyak pada hidungnya bahkan memberi napas buatan. Dan selang 5 menit, ambulance datang dan membawa Ayah ke rumah sakit.

Aku yang tengah bekerja tiba-tiba ponsel jadulku berdering dan aku segera menjawabnya. Ternyata Aku mendapatkan telepon dari rumah sakit karena Ayah ada di IGD. Sontak aku langsung melepas kostum badutku dan mencari ojek terdekat. Ditengah jalan aku menangis, dan merasa bersalah tidak bisa memahami keadaan Ayah.

Sesampainya di rumah sakit, aku langsung mencoba memasuki IGD tetapi dicegah oleh perawat. Akhirnya Aku menunggu di ruang tunggu dan selalu mondar-mandir karena resah. Selang 15 menit, dokter keluar ruangan dan aku pun langsung bertanya keadaan Ayahku. Dengan muka yang datar dokter berkata bahwa Ayah mengalami gagar otak, dan ada riwayat penyakit jantung. Ia menjelaskan bahwasanya biasanya Ayah selalu cek ke dokter setiap sebulan sekali, tetapi sejak 3 bulan terakhir Ayah tidak pernah cek ke dokter. Dan dokter langsung berkata bahwa nyawa Ayah sudah tidak bisa diselamatkan.

Mendengar hal itu, hatiku hancur berkeping-keping dan air mata semakir deras menjatuhi pipiku. Langsung Aku berlari menuju ruang IGD, dan langsung menangis di pusaran Ayah. Setiap tangis aku selalu minta maaf kepada Ayah, Aku merasa bersalah karena selalu egois. Bahkan Aku tidak tahu bahwa Ayah memiliki penyakit serius bahkan harus check up setiap bulannya, dan 3 bulan terakhir Aku memasuki SMA dan sejak itulah Ayah tidak pernah datang ke dokter.

Sungguh hancur hati ini rasanya. Beberapa saat Aku di IGD, tiba-tiba ada perawat menyerahkan tas Ayahku dan aku langsung membukanya. Didalam tas terdapat sebuah ponsel baru yang terbungkus rapih. Setelah Aku buka, ternya ada kartu ucapan ulang tahun dan beberaps surat. Seketika Aku menyadari bahwa besok hari ulang tahunku, Aku juga membaca kartu ucapan ulang tahun dan beberapa surat yang ternyata Ayah tuliskan setiap hari saat Aku pergi dari rumah. Dan ternyata ponsel baru tersebut kado untukku yang tentunya bisa digunakan untuk akses internet. Seketika hatiku hancur dan langsung memeluk jasad Ayah dengan tangisan penyesalan. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa Ayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun