Mohon tunggu...
Rini Marina
Rini Marina Mohon Tunggu... -

Saya Rini Marina, seorang guru di SMP Negeri 2 Kalitidu daerah kabupaten Bojonegoro. Selain mengajar saya juga aktif pada kegiatan sosial. Khususnya membantu para Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Selanjutnya mengembangkan pengolah limbah dan dijadikan nutrisi tanaman. Sehingga dapat meringankan biaya petani dalam bertanam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Waria Bukan Pilihanku

6 Januari 2018   05:01 Diperbarui: 6 Januari 2018   06:26 1367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bu Ijah tidak langsung dapat menjawab permintaan putranya. Berkali-kali ia menyarankan untuk memikirkannya kembali. Namun tekad anaknya telah bulat untuk kerja di kota besar. Dari hari ke hari, Darjan melakukan hal yang sama. Hanya mengantar dagangan ibunya serta membantu ke sawah. Sejak lulus SMP, dia jarang keluar rumah. Meski hanyabergauldengan teman sebayanya. Ia lebih memilih menyibukan diri di rumah. Banyak hal yang dapat dikerjakannya.

Dikesunyian malam, yang terdenganr hanya suara binatang malam. Di sebuah bangku panjang yang terbuat dari bamabu. Darjan duduk seorang diri. Ia termenung, banyak hal yang harus diputuskan. Ia harus memilih merantau atau menemani ibunya yang tinggal sendiri. Terlihat sosok bu Ijah yang telah lelap di atas tikar. Darjan harus memilih, antara merantau atau ibunya. Pilihan yang sangat sulit. Dengan perasaan yang tidak menentu, ia mondar mandir sambil memegangi foto bapaknya. Sesekali memandangi wajah ibunya yang letih. Seharian telah bekerja keras untuk dirinya.Dalam benaknya, ia tidak ingin membebani ibu tercinta. Tidak mungkin jika selamanya ia harus menyusahkan ibunya.

Hari semakin larut. hati serta pikirannya makin berkecamuk. Kemudian ia membuat keputusan merantau. Keesokan harinya, dengan penuh kepastian Darjan akan menceritakan pada ibunya. Sebenarnya ia tidak tega akan mencurahkan semua unek-uneknya. Melihat ibunya yang sedang duduk di depan tungku. Dengan langkah pasti, Darjan menguatkan hatinya untuk mengatakannya.

"Bu, semalam aku tidak dapat tidur. Hatiku gelisah, hingga aku bangun dan duduk merenung. Sebenarnya sekolah itu juga penting. Tapi yang lebih penting adalah ibu. Sebelumnya aku minta maaf ya bu, jika menyinggung perasaanmu. Aku sudah bertekad untuk bekerja. Teman-temanku besuk akan menghampiriku bu. Mohon doa restunya ya bu. Aku tidak mau membebani ibu selamanya. Sekarang sudah saatnya aku yang mencari nafkah buat ibu. Doakan saja aku berhsil ya bu." Darjan memberikan pengertian pada ibunya.

Tiada seorang ibu yang tega melihat anaknya sengsara. Dengan berat hati bu Ijah memberikan ijin. Ia sudah tidak tahan membendung air matanya. Berkali-kali ia menyeka pipinya, dengan kain yang dipakainya. Darjan pun tidak tahan melihat ibunya yang sesenggukan. Keduanya berpelukan seakan tidak ingin melepaskannya. Bu Ijah hanya berpesan pada anaknya, "Anakku, di manapun kau berada berlakulah jujur. Tidak ada kenikmatan yang dapat kamu rasakan kecuali jujur." Kata bu Ijah pada anaknya. Darjan yang sedang memegangi tangannya hanya tertunduk diam. Ia hanya dapat menganggukan kepalanya.

Hari yang telah dinanti akhirnya datang juga. Empat teman sekolahnya datang ke rumah. Mereka menjemput Darjan untuk diajak pergi bareng-bareng. Berbekal seadanya, Darjan melangkahkan kakinya keluar. Ia berpamitan sambil memeluk ibunya.

"Hati-hati ya nak, semoga Gusti Allah melancarkan usahamu." Doa bu Ijah pada anak laki-lakinya.

Sesampainya di kota mereka mencari tempat kost. Uang yang dimiliki hanya cukup untuk membayar kost yang paling murah. Selama berhari-hari mereka mencoba menawarkan kemampuannya. Satu persatu diterima kerja. Sayang, pekerjaan yang mereka dapat tidak satu lokasi. Selain itu pekerjaannya juga berbeda.

Darjan mempunyai fisik yang paling lemah diantara mereka. Ia diterima sebagai karyawan di sebuah salon kecantikan. Meski belum pernah mengetahui ilmunya, ia belajar terus. Mulai dari potong rambut, mewarna, rebonding dan segala perawatan. Lambat laun Darjan sangat menguasai. Ia selalu mendapatkan banyak bonus. Banyak pelanggan yang menyukai pelayanannya.

Lima tahun lamanya Darjan bekerja di salon kecantikan. Pada tahun-tahun sebelumnya ia tidak pernah membuat ulah. Petuah ibunya telah terpatri dalam kalbu. Ia selalu mengingat serta menjalankannya. Namun perilakunya mulai berubah. Semenjak ia kenal dengan seorang banci bernama Neni. Hampir setiap sore Neni menghampiri dan mengajak jalan-jalan. Walau hanya sekedar makan jagung bakar. Keduanya merasa saling ada kecocokan. Kemana-mana selalu berdua. Darjan telah melupakan petuah ibunya. Bahkan sudah beberapa bulan, tidak mengirim uang pada ibunya.

Hari-hari yang dilalui makin tak menentu. Kadang jarang masuk kerja. Banyak pelanggan yang menunggunya. Tapi Darjan sekarang sudah berubah. Ia sering mengenakan pakaian layaknya perempuan. Selain itu logat berbicaranya sudah sama dengan Neni. Darjan mulai menyukai pekerjaan barunya. Setiap pulang kerja, ia harus berganti busana seksi. Bersama dengan teman-temannya ia mangkal. Mencari pelanggan yang pas untuk kesenangan dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun