Pemilu (Pemilihan Umum) Merupakan Bentuk Proses Pengambilan Keputusan Kolektif Secara Formal Yang Dimana Anggota Masyarakat Memenuhi Persyaratan Untuk Dapat Memilih Seseorang Dengan Posisi Administrasi Publik.
Pemilu telah menjadi mekanisme yang biasa sejak beroperasinya representasi demokrasi modern pada abad ketujuh belas. UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan melalui pemilihan umum seperti pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (DPRD).
Pemilu adalah sarana yang dimana rakyat dapat melaksanakan kedaulatannya dan merupakan bentuk system pemerintahan demokrasi. Keberlangsungan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia dan adil.
Menurut pada pernyataan Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pada Pasal 21 ditegaskan bahwasannya setiap orang memiliki Hak untuk berpartisipasi didalam bagian pemerintahan negerinya baik secara lansung atau diwakili melalui wakil-wakil rakyat yang dipilih secara bebas.
“Indonesia adalah negara hukum”, Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai negara hukum (Rechtsstaat), menjunjung tinggi nilai-nilai norma hukum yang berdasarkan undang-undang, bukan negara yang berdasarkan kekuasaan saja (Machtsstaat) Indonesia memiliki norma hukum yang tertinggi, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dasar negara. matriks peraturan hukum.
Untuk itu, kebijakan yang tertuang dalam bentuk perundang-undangan tidak boleh melanggar norma hukum tersebut.
Daripada itu, Indonesia Sendiri Merupakan Suatu Negara Yang Menganut Pada Sistem Pemerintahan Demokrasi Yang Dimana Hak Utuh Berada Ditangan Rakyat. Ini Menjadi Landasan Pada Penyelenggaraan Pemilihan Umum Yang Didalam Pelaksanaannya Rakyat Sangat Berpengaruh Penting Untuk Memberikan Suara Terbanyak Pada Proses Penyelenggaraan Pemilu.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 merupakan penyederhanaan dari Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden (Pilpres), dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) dan Tahun 2012 tentang Pemilihan Anggota DPR, UU DPD dan DPRD No. 8.
Pemilihan Umum Pertama kali ada di Indonesia pada tahun 1955. Pada Saat itu kali pertama pemilu diindonesia setelah merdeka. Pemilu Yang Berlangsung Di Indonesia Sudah Dilaksanakan Sebanyak Duabelas Kali Sampai Dengan Awal Tahun 2019.
Yaitu Pada Tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014 Dan 2019. Dan Pada Tahun 2024 Ini Akan Menjadi Pemilu Yang Ke Tigabelas. Namun Nyata nya, Beredar Isu Penundaan Pemilu Yang Seharusnya Dilaksanakan.
Pemilu Yang diselenggarakan Tentunya berkaitan dengan fungsi dan manfaat bagi keberlangsungan negara dan tentu saja bagi kedaulatan rakyat. Dengan diselenggarakannya pemilihan umum bidang eksekutif yang terdapat presiden dan wakil presiden yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali dengan ketentuan dua periode.
Didalam Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden, Pada Pasal 7 Ditegaskan Bahwasannya Presiden Dan Wakil Presiden Memegang Jabatan Selama Lima Tahun Dan Sesudahnya Dapat Dipilih Kembali Dalam Jabatan Yang Sama, Hanya Untuk Satu Kali Masa Jabatan.
Dengan diselenggarakannya pemilu diharapkan mampu menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat yang sesuai dengan harapan rakyat. Melalui Wakil Rakyat Yang Terpilih Indonesia Sangat Menggantungkan Harapan Tinggi, Diharapkan Mampu Membawa Bangsa Indonesia Menjadi Bangsa Yang Besar, Bangsa Yang Maju Yang Mampu Bersejajar Dengan Bangsa-Bangsa Hebat Lainnya.
Ditengah keberlangsungan system demokrasi di Indonesia, munculnya isu pemberitaan mengenai penundaan pemilu 2024. Isu pemberitaan wacana penundaan pemilu 2024 ini menjadi perbincangan di kalangan publik. Pasalnya, yang seharusnya pemilihan umum berjalan dengan berdasae pada ketentuan yang sudah ada didalam undang-undang, namun ternyata terjadi isu penundaan.
Terdapat alasan mengenai penundaan pemilu 2024 yang di suarakan oleh unsur partai politik, yang dimana salah satu alasan penunjang adanya penundaan pemilu 2024 yakni, perekonomian Indonesia yang belum stabil akibat dampak adanya pandemic covid-19. Alasan mengenai penundaan pemilu sangat tidak masuk akal.
Dan tentu saja, sangat merosot jauh dari demokrasi konstitusi yang akan menimbulkan dampak buruk bagi keberlangsungan konstutusi di Indonesia. Bahkan merujuk Pada Data Yang Dirilis Oleh Badan Pusat Statistik (Bps) Petumbuhan Ekonomi Indonesia Ada Pada Kelanjuan Peningkatan Dan Mengalami Pertumbuhan Besar. Dengan begitu hal ini bukanlah alasan yang tepat jika penundaan pemilu 2024 disahkan.
Isu pemilihan umum 2024 yang ditunda akan sangat berdampak bagi konstitusi demokrasi Indonesia. Pasalnya, dapat mengancam proses demokrasi di Indonesia dan berpotensi akan memunculkan kepemimpinan otoritarian dan tentu saja melanggar undang-undang konstitusi yang sudah ada sebelumnya.
Berkaitan dengan hal ini muncul isu baru mengenai amandemen kelima UUD 1945, banyak pertanyaan pun muncul, apakah ada kaitannya dengan penundaan pemilu 2024? Atau bahkan perlunya amandemen kelima UUD 1945 Bagi keberlangsungan konstutusi demokrasi di Indonesia?.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan konstitusi dan sumber hukum tertinggi. Yang berlaku di Indonesia. UUD 1945 menjadi perwujudan dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila,yang secara jelas dalam pembukaan UUD 1945.
UUD dibentuk pada 18 Agustus 1945 satu hari setelah pernyataan kemerdekaanb oleh PPKI. Selama beberapa tahun, UUD 1945 berganti sesuai dengan Negara pada saat itu, dimulai dari Konstitusi RIS (1949), UUDS (1950), dan konstitusi diganti kembali ke UUD 1945 atas keputusan Presiden pada Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Konstitusi inilah yang mengalami perubahan hingga saat ini (amandemen). Adanya pengubahan (amandemen) tentu saja bukanlah hal yang mudah tentu harus melalui beberapa prosedur serta prosesnya. Sebab, konstitusi berisikan pada norma dasar sehingga akan sangat berpengaruh pada peraturan perundang-undangan dibawahnya.
Oleh karena itu peraturan peundang-undangan yang berada dibawah konstitusi harus disesuaikan dengan norma baru dan konstitusi. Di dalam Pasal 37 UUD 1945 menolak untuk melakukan perubahan (over rigid). Oleh karena nya, wajar apabila amandemen kelima yang diwacanakan oleh anggota MPR dan DPD masih tetap menjadi wacana.
Sebab dari sisi keanggotaan saja tidak mencukupi syarat untuk melakukan amandemen kelima. Penolakan tersebut karena dalam rangka menjaga kewenangan yang begitu mapan secara konstitusional yang memiliki oleh mereka dibidang legislasi.
Karena dalam melakukan amandemen tidak hanya dalam persoalan substansi apa yang akan diubah, diganti atau direvisi, tetapi yang lebih penting yaitu momentumnya. Disamping itu, munculnya pro dan kontra mengenai kedua isu tadi. Disatu sisi, kedaulatan sepenuhnya berada ditangan rakyat, namun disisi lain kedaulatan rakyat tetap sesuai didalam peraturan perundang-undangan.
Dari kedua isu diatas, sebenernya bukanlah hal yang mudah didalam menjadikan Indonesia sebagai negara yang ideal didalam konstitusi demokrasi, melainkan suatu bentuk tantangan dan tunturan yang harus tetap dilaksanakan demi kelangsungan hidup bernegara.
Berdasar pada kenyataannya, tak heran jika munculnya berita serta isu mengenai penundaan pemilu bahkan rencana amandemen kelima UUD 1945, karena kita memang sudah berada pada teknologi maju yang dimana semuanya dapat bersifat transparansi.
Kehidupan bernegara pun dapat diakses melalui platform-platfrom media. Hingga saat ini, isu penundaan pemilu 2024 serta rencana amandemen kelima UUD 1945 masih belum mangkir didalam pemberitaan yang beredar.
Namun kita sebagai warna negara dan warganet dituntut untuk bijak didalam mengkonsumsi berita serta hal yang kaitannya langsung dengan politik. Asumsi masyarakat tidak dapat dihindarkan karena memang sifatnya umum, membuka pendapat bagi siapa pun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H